Day 15 : No Changes

70 5 0
                                    

"Heh! Jangan ngelamun. Kesambet mampus lo." Tegur Ragil sambil memukul pelan atas kepala Dinar menggunakan sisi jari tangan.

Dinar mendengus. Menyeruput rakus jus jambu di atas meja.

"Mikirin apa sih? Adek?" Ragil mengambil duduk di kursi depan Dinar.

"Gak. Bukan apa-apa."

"Yakin?"

"Hm."

"Agil! Wah, sialan lo." Seru seorang cowok sambil berlari dan menunjuk Ragil kesal.

Duduk di samping Dinar. Lalu, menggebrak meja sembari berkata marah, "Kampret! Bisa-bisanya lo ninggalin gue sama guru killer itu!"

"Bangke, gue haus banget!" gerutu Raka dan dengan tidak sopannya mengambil minuman Dinar yang masih tersisa setengah dan menyedotnya hingga habis tidak bersisa.

Dinar mencebik, menatap jengah kelakuan sahabatnya satu ini.

"Mulut lo kotor banget sih," protes Ragil.

"Oh, iya. Lo tadi kemana sih?! Gilak, gue ketahuan bolos sama tuh guru galak. Pake diceramahin segala lagi sampek panas nih kuping!" Raka melanjutkan marah-marahnya yang sempat terhenti. Memelototi Ragil yang hanya menampakkan wajah lempeng.

"Siapa suruh bolos."

"Lo juga bolos ya!"

"Hm? Gue gak bolos kok."

"Gak bolos pantat lo! Lo sekarang di sini padahal masih jam pelajaran. Itu namanya gak bolos, hah!?"

"Oh, gue cuman istirahat sebentar bukan bolos."

"Sama aja, bego! Sebentar mata lo! Gue yakin lo bakal di sini sampek jam istirahat yang sesungguhnya!"

"Marah-marah mulu hobi lo," cibir Dinar.

"Kenapa emangnya?! Lo gak suka?!" ucap Raka ngegas.

Ragil sudah bersiap-siap saat menduga akan terjadi perang. Namun, dugaannya salah. Ternyata Dinar hanya memutar bola matanya sebagai respon.

Seandainya, sekarang di rumah dan hanya ada orang-orang terdekat saja, mungkin sudah terjadi baku hantam antara Dinar dan Raka. Sebenarnya mereka ini tidak pernah akur. Namun, hanya ditunjukkan pada keluarga dan sahabat saja.

"Sial! Bad mood banget gue!"

"Udah, nih makan." Ragil menyerahkan semangkuk soto yang diberikan ibu-ibu kantin. Dia tadi sempat menitip pada salah seorang murid.

"Gak mood." Tolak Raka sambil meletakkan kepalanya ke meja.

"Lo belom makan dari pagi."

"Biarin, udah biasa."

"Udah biasa? Jadi, lo gak pernah sarapan?"

"Iyalah! Pakek nanya!" ketus Raka.

"Makan sekarang! Maag lo nanti kambuh," tegas Ragil. Kali ini dia menyodorkan segelas air putih dan teh manis hangat.

Raka langsung menegakkan tubuhnya. Sepertinya dia sudah keceplosan. Lihatlah, sorot yang tidak bisa dimengerti Ragil tujukan padanya. Jantungnya berdegup gila.

Mungkin, dia harus pergi dari sana sebelum singa jantan itu mengamuk. Namun, dia juga harus berpikir dua kali. Jika seandainya dia pergi dan setelah itu asam lambungnya kambuh, maka dia akan diceramahi sepanjang hari.

Aah, sepertinya lebih baik dia makan sekarang.

"Oke, oke. Fine," finish Raka.

Dinar tersenyum miring. Menatap remeh Raka yang menjadi seperti anjing penurut.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang