Day 65 : Bocahable

38 1 0
                                        

"Mampus," batin orang itu.

Dia menelan ludah pelan, jantungnya berdegup kencang. Apa ini akhir dari semua dunianya?

Mulutnya terbuka sedikit karena terkejut saat mendapat serangan mendadak. Tubuhnya ambruk ke kasur bersama remaja manis yang menubruknya.

"Adek..." lirih Raka.

Kinan menetralkan ekspresi wajahnya. Oke, dia mulai lebay. Dia hanya memakai jaket bertudung, Raka tidak akan curiga. Lagipula, dunianya tidak akan hancur semudah itu. Cewek itu melirik ke bawah, mendorong Raka agar duduk, dia memangku Raka di pinggiran kasur.

"Kenapa?" tanyanya pada Raka yang sudah mewek.

"Adek masih marah? Maafin abang."

Kinan mengambil kedua tangan Raka, menggenggamnya erat lalu lanjut menatap Raka. "Dimaafin. Adek juga minta maaf ke abang."

"Minta maaf buat apa? Adek gak salah apa-apa."

"Buat omongan adek tadi siang dan yang lalu. Dimaafin?"

Raka mengangguk, memeluk Kinan dan menyembunyikan wajahnya di sela leher cewek itu. Menikmati setiap afeksi yang diberikan Kinan.

"Jangan lakuin hal bodoh itu lagi. Setelah bang Dinar, abang juga mau ikutan nyoba bundir? Jangan gila."

Raka terkejut, padahal dia tidak memberitahu siapapun soal Dinar. Hanya dia dan si kembar yang tahu. "Adek tahu?"

"Apapun soal kalian ... Abang juga nangis minta tolong ke Kinan. Lalu kenapa abang gak ngomong?" Kinan memeluk Raka erat. "Jangan begitu lagi, adek takut."

Tanpa melihat pun Raka tahu, dia dapat merasakan tangan Kinan yang gemetar dan suaranya yang menyiratkan semua rasa yang dirasakannya.

"You're good, i'm good. You're bad, i'm bad."

"Maaf. Abang gakpapa, abang gakpapa kok. Jadi adek harus baik juga ya."

Kinan terkekeh kecil. "Un. Adek juga baik kalo abang baik."

"Abang kenapa pake hot pants?" Sedari tadi Kinan heran, ini sangat menguji keimanannya.

Raka menarik tubuhnya, menatap paha putih mulusnya yang terekspos lalu berganti menatap Kinan. "Gakpapa. Gak boleh ya?"

"Kalo adek khilaf gimana?"

Sejujurnya Raka tidak paham, tapi dia takut membuat tidak nyaman Kinan jadi dia berinisiatif untuk ganti. "Yaudah, abang ganti dulu."

Kinan menahan Raka yang akan turun dari pangkuannya. Dia tidak masalah, sangat tidak masalah. Toh, sebentar lagi mereka akan pergi juga menemui keluarga yang sudah merawat kakak sulungnya. "Gak usah."

"Boleh?"

"Hm. Kenapa enggak?"

Raka tersenyum, tetapi sedetik kemudian matanya mendelik sempurna. Kinan dengan entengnya mengangkatnya lalu mendudukkannya di atas kasur. Raka menatap Kinan yang tengah bergerak naik dengan pandangan tidak percaya.

"Sini," suruh Kinan yang sudah bersandar pada headboard.

Raka mendekat, melakukan hal yang sama dengan Kinan. "Adek kok kuat ngangkat abang?"

"Abang yang lemah karena gak pernah olahraga."

Raka merasa tertohok. "Gak ada hubungannya ya! Kayak adek pernah olahraga aja? Abang gak pernah liat tuh adek olahraga."

"Kadang. Salah siapa gak liat."

Sementara keadaan di lantai satu diwaktu yang sama.

"Raka mau ikut gak itu?" tanya Dian yang sudah berpakaian rapi. Menerima uluran tangan sang suami guna membenarkan kancing lengan kemejanya.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang