Day 71 : Who is man?

40 1 0
                                        

Kinan menuruni tangga, sesampainya dipijakan terakhir dia memanggil sang kakak yang sudah siap dengan pakaian formalnya. "Kak."

"Hm? Kenapa, princess?" tanya Aldrich yang tengah membenarkan kancing jasnya.

"Kakak punya ruang kosong?" tanya Kinan yang sebenarnya lebih seperti pernyataan. Dia berdiri berhadapan dengan Aldrich.

"Hmm," Aldrich termenung sejenak. Lalu lanjut menatap Kinan. "Ada, di kantor kakak."

"Boleh pinjam?"

"Buat apa?"

"Mau me time."

Aldrich menganggukkan kepala beberapa kali. "Boleh. Ayo, berangkat sekarang."

Kinan balas mengangguk. Dia melingkarkan tangannya ke belakang leher Aldrich saat diangkat laki-laki itu ke dalam gendongan koalanya.

"Pamit dulu sama Mama." Aldrich berjalan ke arah halaman rumah, dimana sang ibu sedang menyapu. "Ma, Al pamit ke kantor ya."

Dian berhenti menyapu, menerima uluran tangan sang anak sulung yang kemudian tangannya dicium oleh Aldrich. "Kamu ikut, dek?"

Kinan mengangguk dan salim kepada sang ibu.

"Gak boleh rewel, ya. Jangan ngrepotin kakak kamu terus."

Kinan cemberut. "Kapan Kinan pernah ngrepotin?"

"Yaampun, sayanggg, tiap hari!" ucapan jujur Dian membuat wajah Kinan semakin jelek. "Untung abang kamu gak pada mati muda, gara-gara depresi ngurusin kamu yang magerannya gak ketulungan."

Kinan menatap Dian dengan sorot tidak percaya. "Mama tega banget. Mama udah nyakitin hati kecil mungil Kinan."

"Halah, lebay kamu!" Dian melanjutkan menyapu. "Udah, gih berangkat, nanti telat."

Aldrich yang sedari tadi tertawa—menyimak perdebatan kecil mereka—mencoba menghentikan tawanya. Di sela-sela sisa tawanya, laki-laki itu berkata, "Yaudah. Al berangkat dulu ya, ma."

"Iya, Hati-hati di jalan. Kalo adek kamu itu rewel, diemin aja. Nanti juga capek sendiri."

"Mama kejam banget sama Kinan."

"Biarin," jawab Dian acuh membuat Aldrich kembali melepaskan tawanya. Dasar anak dan ibu ini.

Aldrich berjalan menuju mobilnya berada, tersenyum kecil mendengar setiap gerutuan yang dilontarkan tuan putrinya. "Kamu makin lucu kalo ngambek gini, princess."

"Apa?! Mau ngatain Kinan juga?!" Kinan menatap tajam Aldrich. Hatinya sungguh-sungguh pundung. "Kinan mana pernah rewel. Bang Dinar kali."

Aldrich tertawa lagi. "Kakak cuma muji kamu, princess. Kalo kamu rewel pun gakpapa. Kakak selalu siap sedia buat kamu. Apapun yang kamu mau pasti kakak turutin."

Kinan berdecih pelan, matanya memincing menatap Aldrich remeh. "Omongan buaya."

"Kok kamu jadi ngeselin?" Aldrich sakit hati dikatai buaya. Dan harus banget ditatap seolah kuman?!

🍪🍪

Saat ini Kinan tengah berada di sebuah ruangan kosong, hanya ada satu meja kecil yang dihiasi sebuah vas bunga dan satu kursi disampingnya, ditambah satu jendela besar yang menyajikan hamparan pemandangan indah, hanya itu. Benar-benar seperti tempat yang Kinan bayangkan. Dengan begini, dia bisa mengisi energi dengan tenang.

Tok Tok Tok

Kinan berbalik, berjalan ke arah pintu dan membukanya. Dia menerima barang-barang yang dibawa orang suruhannya. "Terimakasih."

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang