Ragil dan Kinan keluar dari ruangan itu, bersamaan dengan satu langkah mereka di depan pintu, ponsel Kinan berdering. Buru-buru dia mengangkatnya.
"Adek..." lirih Aldrich.
"Kenapa?"
"Takut~. Adek dimana?"
"Tunggu disitu nanti ada yang jemput."
Aldrich menggeleng kecil sembari berkata, "Gak mau keluar."
"Gakpapa."
Aldrich menggeleng lagi. "Enggak~"
"Udah, ya." Kinan langsung menutup sambungan telponnya sepihak. Dia lanjut menatap Ragil. "Abang disini dulu?"
"Enggak. Abang, kan udah bilang mau nyariin kamu dress."
"Gak balik ke sekolah?"
"Gak, ah. Udah terlanjur." Ragil mengelus surai Kinan. Keduanya berhenti di dekat tangga. "Adek mau ke atas?"
"Hm."
"Tolong tanyain ke Raka sama Dinar mau ikut gak, ya?"
Ragil tebak mereka tidak mau.
Kinan mengangguk lalu berjalan menaiki satu persatu anak tangga. Sesampainya di depan sebuah kamar, Kinan membukanya.
Raka yang sedang melamun di atas kasur, tersadar dan menatap Kinan yang berjalan masuk.
"Mau ikut bang Agil nyari baju buat party?" tanya Kinan. Dia menatap Raka sejenak lalu menatap Dinar yang belum sadarkan diri. Kinan berinisiatif mengambil minyak kayu putih.
"Gak," jawab Raka. Nada bicaranya berubah.
"Kenapa?"
"Abang masih pundung gara-gara tadi."
"Cuma itu?" Kinan mengambil minyak kayu putih di atas meja, diangkatnya di depan wajah untuk melihat isinya. Untunglah masih ada. Dia berbalik dan kembali menghampiri kedua kakaknya.
"Cuma itu!?" Raka menatap Kinan tidak percaya. "Dia berniat membunuh Dinar, kakak kandung kamu Kinan!"
Kinan duduk di sisi Dinar, membalas tatapan Raka. "Maaf. Bukan gitu maksud Kinan ... Kinan rasa masih ada alasan lain selain peristiwa tadi," jelasnya.
Raka menunduk. "Gak tahu kenapa, rasanya abang gak mau ada party itu."
"Hm?" Kinan menuangkan minyak kayu putih ke telapak tangannya sedikit, lalu mengoleskan sedikit ke bawah hidung Dinar menggunakan jari telunjuknya. "Emangnya kenapa?"
"Ya abang gak tahu! Gimana sih kamu, dek," kesal Raka.
Kinan hanya diam. Dia sibuk mengoleskan minyak kayu putih ke pelipis dan telapak tangan Dinar. "Abang, bangun."
Beberapa detik kemudian, secara tiba-tiba Dinar terbangun dengan keadaan kaget sampai terduduk. Raka dan Kinan ikut kaget dibuatnya.
"Nar, woi. Dinar!" Raka menyentuh bahu Dinar yang gemetar. Dinar menepis tangan Raka dan mundur ketakutan dengan mata terpejam.
"Maaf, Gil. Maaf..." lirihnya. Dia mencengkram kuat seprai tidak bersalah itu.
"Aku cuci tangan dulu," kata Kinan. Tanpa menunggu jawaban dari Raka, Kinan turun menuju kamar mandi.
Kinan mencuci tangan. Setelah dirasa bersih, dia mematikan kran. Berbalik membelakangi kaca wastafel sembari memasang earpiece di telinga kanannya. "Jemput kakakku. Pakaikan ini nanti dan tutup matanya."
"Hubungi aku lagi kalau sudah sampai."
"Hm." Kinan melepasnya dan kembali menyimpannya ke saku. Begitu keluar dari kamar mandi, dia disuguhkan pemandangan yang sangatlah sweet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brotherhood
Подростковая литератураProses Revisi Hanya memceritakan tentang kehidupan sehari-hari Kinan yang memiliki tingkat kemalasan dan kelesuan akut. Tidur, bermain, makan. 3 combo yang menyenangkan.