Day 29 : Pembunuhan pertama

43 2 0
                                    

"Gue pulang dulu, ya."

"Gak boleh!"

"Dio sakit, Nar. Ini tadi adek ngabarin."

"Yaudah. Tapi nanti ke sini lagi sama Dio." Dinar menatap tajam Raka.

"Iya," jawab Raka gemas. Dia menyempatkan diri mencuri usapan kasar di rambut sang sahabat.

"Janji." Dinar mengarahkan kelingkingnya.

Raka menautkan kelingking miliknya. "Janji."

"Gue balik dulu ya, Gil," pamitnya pada Ragil.

"Iya, hati-hati. Kalo ada apa-apa ngomong."

"Siap." Matanya beralih ke Dinar lagi dan berkata, "Gak usah cemberut gitu. Bentar doang kok."

"Iya," Dinar menjawab acuh.

Raka mengambil kunci motornya di nakas dan jaket di kursi, lalu beranjak keluar kamar. Sampai di bawah, Raka juga berpamitan dengan teman-temannya.

"Bro! Gue balik duluan."

"Lah, tumbenan. Kenapa?" tanya Raja heran.

"Dio sakit kata adek."

"Oh, gitu. Bawa ke sini aja Dio-nya," usul Adi.

"Ya."

Setelah mengatakan itu, Raka berlalu pergi. Menunggangi motornya dan menjalankan dengan kecepatan cukup tinggi menerobos angin malam.

"Siapa Dio?" tanya Kala.

"Lo lupa ya? Dio itu adeknya Raka. Adek kandung. Dia satu sekolah lho sama lo," jelas Adi.

Kala mengernyit bingung. Setelah beberapa saat mengingat-ingat, wajah cowok itu menjadi jelek, menoleh menatap Raja bertanya, "Yang tadi ya?"

Raja mengangguk sambil tertawa. Sumpah wajah Kala yang tertekuk nampak lucu.

Kala marah karena tadi dia melihat Kinan pulang bersama Dio dan kebetulan dia melihat itu saat bersama Raja. Rasa kesalnya menimbulkan niat ingin membunuh, tetapi Kala takut  dengan Kinan. Akhirnya dia rewel, menangis keras di ruangan pribadinya di ruang OSIS. Raja pun dibuat kualahan.

🍪🍪

Sampai di depan rumah besar, dia memarkirkan motornya. Dari luar terdengar sayup-sayup orang ribut. Tanpa menunda-nunda, dia masuk.

"Kembalikan anak saya! Kamu ini hanya orang asing. Jangan ikut campur urusan keluarga saya!" suara seorang wanita terdengar sangat marah.

"Dari atas," batin Raka. Dia pun langsung bergegas menuju lantai atas.

Berhenti di depan pintu kamar Dio yang terbuka. Hal pertama yang dia lihat adalah sepasang pasutri yang masih mengenakan pakaian formal dan Kinan yang menatap pasutri itu datar dan tidak tertarik, sedangkan Dio bersembunyi di belakang Kinan dan menunduk.

"Saya gak peduli," balas Kinan acuh. Dia memutar badan menghadap Dio, menggendong Dio di depan dan berlalu begitu saja. Matanya sempat bertemu dengan Raka sebelum sebuah tangan menghentikan langkahnya dan memutuskan kontak mata dengan Raka sebab dirinya melirik.

"Mau kamu bawa ke mana anak saya?" tanya seorang Pria dengan nada dingin. Guratan urat tercetak jelas di lehernya.

"Bukan urusan Anda."

"Lepas." Lanjut Kinan sambil menarik kasar tangannya agar tangan Pria itu terlepas. Kemudian kembali berjalan, menggandeng tangan Raka dan mengajaknya turun.

"Anak gak tau diri! Ngapain kamu ke sini!!"

Bentakan dari seorang wanita menghentikan langkah kedua orang itu. Bersamaan dengan para orang berpakaian hitam-hitam —tidak lupa masker dan topeng hitam— mengarahkan senjata ke arah Kinan dan Raka termasuk Dio.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang