"Kak," panggil seorang cewek yang memakai sweater rajut warna krem kebesaran. Cewek itu mendekat. "Kakak dateng beneran?"
"Iya," jawab Dinar. Dia menunduk menatap cewek imut di depannya. Tangannya bergerak mengusap pucuk kepala cewek itu. "Kamu udah lama?"
Cewek bermata bulat dengan sedikit polesan lip tint di bibirnya itu mengangguk lucu. Wajahnya ditekuk kesal. Matanya menatap tajam Dinar.
Dinar terkekeh kecil. "Maaf ya."
Teman Dinar tadi terbengong. Kaget dengan perubahan sikap Dinar. Dia ingat! Ada adik Dinar di sini. Apa dia baik-baik saja?
Cowok itu melirik Kinan. Hanya wajah datar yang ditampilkan Kinan. Matanya tidak berkedip melihat interaksi sang kakak dan cewek asing itu.
"Kak, dingin~" adu cewek itu manja.
"Udah pake jaket, masih dingin?" Dinar terkekeh lagi melihat anggukan lucu dari cewek imut itu. Atensinya berpindah pada adiknya yang juga sedang menatap dirinya. "Ki, jaketnya lepas."
Kinan sedikit terperanjat. Matanya berkedip dua kali. "Apa?"
"Lepas jaketnya. Dia kedinginan."
Kinan melihat cewek yang dimaksud Dinar. Cewek itu sudah memakai sweater apakah masih kurang? Lagipun, suhu sekarang ini tidak terlalu dingin. Kinan kembali menatap sang kakak. "Kinan juga dingin."
"Jangan bo'ong! Udara segini gak akan buat lo sakit, kan?"
Kinan sepenuhnya bungkam. Tidak tahu ingin menjawab seperti apa. Kenapa sikap kakaknya berubah?
"Cepet! Lo gak kasian? Imunnya lemah," desak Dinar. Saat ini posisinya sedang memeluk Anin erat.
Kinan merapatkan kembali bibirnya ketika akan membalas. Tanpa menunda-nunda lagi, Kinan melepas jaketnya. Seketika itu pula angin menerpa kulit tangannya. Ah, ini salahnya karena tadi tidak mau mengambil jaket.
Apa mendadak Dinar lupa ingatan?
Bukankah baru beberapa waktu lalu, dokter menyatakan bahwa imunnya sekarang ini sangat lemah?
Dinar lupa, ya...
Tiba-tiba juga kakaknya itu menggunakan bahasa 'elo-gue' lagi, padahalkan mereka sudah sepakat kembali memakai 'aku-kamu'.
Sebenarnya ada apa dengan Dinar? Kinan tidak paham. Dia terlalu terkejut dengan ini.
"Ini." Kinan menyerahkan jaket Dinar. Melihat adegan di depannya membuat Kinan sesak.
Hal yang biasanya hanya dilakukan padanya. Memakaikan jaket, mengelus kepala, dan mengecupnya.
Setelah selesai memasangkan jaket pada Anin, Dinar menatap temannya. "Ga, nitip dia."
Vaga mengangguk kaku. Ini aneh. Dinar benar-benar bodoh!
"Ikut," ucap Kinan tiba-tiba, menghentikan langkah Dinar dan ketiga cewek lainnya.
"Gak usah. Nanti capek, sakit, gue yang disalahin," balasan Dinar terdengar ketus. Setelah berkata, Dinar berlalu begitu saja.
Kinan mengepalkan kedua tangannya. Bibir bawahnya dia tarik ke antara kedua gigi dan menggigitnya. Kinan sedikit berlari dan berdiri menghadang tepat di depan sang kakak. "Ikut."
Bukan Kinan jika tidak keras kepala.
Dinar berdecak. "Gak usah!"
Kinan menggeleng, menatap Dinar dengan wajah dibuat semenyedihkan mungkin. "Ikut~"
Dinar tidak tega. Cowok itu menghela napas dan berakhir mengalah. "Huft ... oke. Tapi jalan sendiri, gue capek."
Kinan mengangguk semangat. Dia melirik sebentar ke arah Anin dengan tatapan merendahkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brotherhood
Fiksi RemajaProses Revisi Hanya memceritakan tentang kehidupan sehari-hari Kinan yang memiliki tingkat kemalasan dan kelesuan akut. Tidur, bermain, makan. 3 combo yang menyenangkan.