Day 21 : Tersesat

56 2 0
                                        

Sudah satu minggu Kinan disibukkan dengan tugas. Jarang berkumpul bahkan berkomunikasi dengan kakak-kakaknya.

Terlebih Dinar yang gangguan kesehatan mentalnya sedang berlangsung. Untung saja ada Ragil dan Raka yang selalu bersama Dinar di manapun.

Pagi ini, di rumah Anton Anggara beserta istri dan anak-anaknya sedang menjalankan sarapan.

"Adek sekarang ke sekolah abang, kan?"

"Hn."

"Kalo gitu, berangkatnya bareng abang aja, ya."

"Gak usah."

Dinar menunduk sejenak, mengangkat kepalanya dan tersenyum sedih. "Oh gitu. Yaudah kalo adek bareng mereka, abang berangkat dulu."

Dinar berdiri, menyalimi orang tuanya lalu menarik Raka mengajaknya berangkat.

"Bang."

Kedua cowok itu membalikkan badannya, menatap orang yang memanggil.

"Bareng."

Senyum Raka langsung merekah. Berbeda dengan Dinar yang justru tampak bingung.

"Katanya mau bareng mereka?" tanya Dinar.

"Siapa yang bilang?"

"Tadi." Dinar sambil menunjuk ke tempat makan dia duduk beberapa menit lalu.

"Gue gak ngerasa pernah ngomong gitu."

Memang benar kan jika cewek itu tidak berbicara seperti itu. Dia hanya menolak untuk berangkat bersama.

"Mmm..." Dinar berlagak berpikir, kemudian tersenyum lebar dan berkata antusias, "Ayo!"

Kinan tersenyum. Berdiri, menyampirkan tas dan menyalimi orang tuanya. Setelah itu, ketiga remaja itu pergi menuju sekolah Dinar dan Raka.

Sesampainya di sekolah, ketiganya turun dari mobil. Tidak lama kemudian Ragil datang dengan tersenyum.

"Ohayou," sapa Ragil mengucapkan selamat pagi.

"Oha," balas Kinan.

"Pagi," balas Raka dan Dinar. Mereka bertiga menjawab bersamaan.

"Ayo masuk," ajak Ragil. Keempat remaja itu berjalan beriringan. "Adek ke ruang OSIS, kan?" tanyanya memastikan.

"Hm."

"Abang ikut adek ya?" pinta Dinar meminta persetujuan.

"Gak."

Dinar diam sembari menundukkan kepala.

Ragil yang merasa khawatir karena sahabatnya hanya diam, bertanya, "kenap—"

"Kenapa?" potong Dinar dengan suara bergetar menahan tangis.

"Abang ada pelajaran," jawab Kinan. Dia berhenti, menarik Dinar dan menyembunyikan wajah cowok itu ke sela lehernya. "Gue anterin ke kelas gimana?"

Kinan menyorot murid yang berlalu lalang dengan datar seperti biasa, tapi bedanya kali ini tersirat hasrat membunuh di matanya karena mereka mengamati Dinar gemas. Mereka yang ditatap seperti itu bergedik ngeri, lalu buru-buru pergi sambil berbisik-bisik mempertanyakan siapa cewek itu? Kenapa dekat sekali dengan 3 most wanted sekolahnya?

"Yaudah deh," cicit Dinar. Dinar menegakkan tubuhnya setelah Kinan melepaskan tangannya.

Mereka berempat melanjutkan berjalan, dengan Dinar yang menunduk sedih dan Kinan yang masih kesal karena wajah kakaknya ini ditatap seolah mangsa. Sial, Kinan tidak suka ini!

"Nanti, kan bisa ketemu lagi. Gak usah cemberut gitu, jelek," celetuk Raka santai, sepertinya membuat sang empunya semakin cemberut.

"Masih jelekan Raka padahal," balas Dinar sedikit ketus.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang