Seorang lelaki paruh baya masuk ke dalam rumah mewah. Ia mengepalkan tangannya.
"Hendrik jelekk keluar lo" teriaknya
"Woiii hendrik anjing babi bangsat bajingan sini lo" teriaknya lagi
Hendrik keluar dari kamarnya, ia mengeraskan rahang melihat sahabatnya itu.
"Apa sihh" bentak hendrik
Wira langsung menonjok hendrik dengan brutal, hendrik tentunya melawan dan terjadilah pertikaian antara dua orang sahabat ini.
"Maksud lo apa sih wir" kesal hendrik
"Lo apain shena hah. Udah gue bilang jangan siksa shena lagi" marah wira
"Dia emang pantas dapatkan itu" ucap hendrik sambil menunjukan foto tadi
Wira melihat dengan seksama foto itu, awalnya dia terkejut tetapi kelamaan wira tertawa.
"Ini bukan dia monyet. Gini nih kalo otaknya di pantat editan gini aja langsung percaya" sarkas wira
"Jangan ngada-ngada lo" ucap hendrik
"Terserah lah capek gue ngomong sama dugong kayak lo" ejek wira
"Gue kesini mau bilang shena gue ambil alih, lo gak berhak ngelarang gue" ucap wira
Hendrik terkejut tapi ia segera mendatarkan mukanya.
"Ambil aja. Gue gak butuh pembunuh kayak dia" kata hendrik
"Shena bukan pembunuh, lo tau kebenarannya gimana" tekan wira
"Setelah gue ketemu sama wanita gila itu, gue harap lo gak akan benci shena lagi" wira beranjak pergi
Hendrik hanya diam
Di tempat lain seorang gadis terbangun dari tidurnya. Shena mngarahkan pandangannya ke lelaki yang tidur di sampingnya. Ia mengelus pelan kepala pria itu.
Gibran yang terusik membuka matanya dengan perlahan. Ia mendongkakkan kepalanya.
"Sayang" panggil gibran
Shena tersenyum, gibran lalu bangkit dan langsung memeluk erat shena. Tak lama gibran melepaskan pelukannya.
"Mana yang sakit hm" ucap gibran lembut
Shena terdiam. Ia tiba-tiba teringat dengan kejadian tadi. Tatapan shena kosong, pikirannya menggambarkan perlakuan hendrik terhadapnya selama ini.
Gibran memanggil shena tapi tak di jawab oleh gadis itu. Shena menangis kencang ia lalu memukul kepalanya sendiri.
"Aku bukan pembunuh" ucapnya sambil memukul kepalanya
"Bukan aku bukan" shena terus memukul kencang kepalanya
Gibran meraih tangan shena dan mencoba menahannya.
"Shena tenang. Hei liat aku" ucap gibran
Pintu kamar rawat terbuka menampilkan gina dan wira yang baru datang, mereka terkejut melihat keadaan shena.
"Aku gak pernah membunuh orang, aku gak jahat, mereka yang jahat" racau shena
"Aku bukan pembunuh" teriaknya kencang
Wira mendekati shena dan membantu gibran menahan tangannya yang masih memukul kepalanya.
"Hahaha aku bukan pembunuh, mereka yang jahat, mereka selalu menyiksa aku" racau shena tertawa dengan air mata yang terus mengalir
Gina menangis mendengar perkataan shena. Wira menahan sesaknya. Gibran memangil dokter dengan menekan tombol yang berada di samping ranjang shena.
Dokter datang dan segera menangani shena. Dokter menyuntikan obat bius untuk menenangkan shena.
Kesadaran shena perlahan melemah, ia tertidur kembali. Setelah dokter keluar, wira menghampiri gibran.
"Apa yang terjadi" tanya wira
"Shena depresi pa, aku udah pernah bawa shena ke psikiater. Shena juga sering melukai dirinya sendiri"
Gina menangis di pelukan wira. Mereka tak menyangka perbuatan hendrik mempengaruhi mental shena.
"Kenapa jadi begini pa" ucap gina di sela tangisannya
"Maafkan kita shena" lirih wira
Gibran yang mendengar perkataan wira hanya mengerutkan keningnya. Ia merasa ada yang aneh dengan perkataan kedua orang tuanya.
Jangan lupa vote dan komen 🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE [END]
Romance[HAPPY END] [Follow Author] [17+ mohon maaf jika ada kata-kata kasar] Shena Adira. Gadis cantik berumur 17 tahun yang terkenal dengan pribadi yang pendiam, dia memiliki satu orang sahabat yang bernama Gibran yang sudah bersamanya sejak kecil. Shena...