Part 41🥀

1.1K 60 3
                                    

Langkah kaki shena terhenti ketika memasuki sebuah kamar yang sudah beberapa minggu tidak di tempatinya.

Ya, shena kembali ke rumahnya. Setelah berdamai dengan hendrik tadi pria itu meminta shena untuk kembali pulang.

Shena merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk itu, ia rindu dengan kamar ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shena merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk itu, ia rindu dengan kamar ini. Kamar yang menjadi saksi kehidupannya.

Tokk tokk tokk

Suara pintu diketuk, hendrik masuk menghampiri shena.

"Papa" sapa shena

"Capek ya" tanya hendrik

"Enggak kok pa" jawab shena

Hendrik duduk di samping shena, ia menaruh sebuah kotak berukuran sedang di sofa yang berada dekat ranjang.

"Itu apa pa" tanya shena

Hendrik menghembuskan nafasnya sebentar, ia telah bertekad untuk memberitahu shena kebenarannya.

"Ada yang mau papa omongin sama kamu"

Shena membenarkan posisi duduknya. Hendrik membuka kotak itu dan mengeluarkan sebuah foto.

"Kamu ingat wanita ini" tanya hendrik

Shena memperhatikan sebuah foto wanita yang sedang menggendong bayi. Seketika matanya melotot mengingat siapa itu.

"Paa ini..." ucapannya terpotong

"Namanya ratih, dia kakak mama kamu. Ratih pernah menikah dengan pria asal korea tapi pernikahannya tak bertahan lama" hendrik mengatur nafasnya

"Pria itu ternyata selingkuh saat ratih sedang mengandung anaknya. Karena sakit hati ratih membunuh pria itu. Ratih sempat di penjara. Dia melahirkan saat masih menjadi tahanan"

Shena mendengarkan dengan seksama, ia prihatin dengan keadaan ratih.

"Ratih melahirkan bayi perempuan, bayi itu akhirnya di rawat sama mama kamu"

Shena mengerutkan alisnya, kenapa ia tak pernah tau tentang anaknya ratih.

"Terus di mana anaknya tante ratih pa, kok shena gak pernah tau" tanya shena

Hendrik diam sejenak, ia meraih tangan shena.

"Anaknya ratih itu kamu shena" ucap hendrik pelan

Deghh

Shena mematung, ia tak pernah menyangka hal ini.

"Aakkuu paaa" ucapnya gugup

"Iya shena kamu anak kandung ratih. Sejak kecil kamu memang di rawat oleh mama dan papa. Awalnya semua berjalan dengan baik sampai hari itu terjadi"

Shena sudah mengeluarkan air matanya, hendrik menarik shena ke dekapannya.

"Hari itu papa pergi keluar bertemu dengan wira, dari wira papa baru tau kalau ratih sudah bebas dari penjara, tak lama kemudian gina datang. Ia memberitahu jika ratih ingin membawa kamu bersamanya" hendrik mengusap punggung shena

"Papa menyesal karena telat datang, kita kehilangan mama kamu hari itu. Karena semuanya panik papa, wira dan gina tak sadar jika ratih kabur"

Shena semakin menangis mengingat peristiwa tragis itu. Seingatnya setelah ia menyaksikan mamanya terbunuh dirinya pingsan.

"Lalu sekarang di mana dia pa" tanya shena dengan suara serak

"Ibu kandung kamu telah tiada sejak sebulan yang lalu she, kemarin papa baru tau tentang dia. Selama ini dia terus berpindah agak tidak mudah di temukan"

"Kondisi kejiwaannya juga terganggu dan berakhir membunuh dirinya sendiri" jelas hendrik

Perasaan shena hancur. Sebuah fakta yang baru di ketahuinya. Ia bukan anak kandung rina dan hendrik. Melainkan ratih kakak mamanya, dan yang paling ia sesali adalah pembunuh orang ia cintai yaitu ibu kandungnya sendiri.

Kepala shena berat, pengelihatanya buram. Shena pingsan di dekapan hendrik. Hendrik panik. Ia segera membaringkan tubuh shena dan menelpon dokter.

Beberapa saat kemudian

Seorang pemuda sedang menatap wajah cantik gadisnya. Ia telah mengetahui semuanya. Mulai dari mengapa hendrik selalu menyakiti shena, siapa yang membunuh ibu shena dan orang tua kandung shena.

Gibran berkali-kali mengecup pelipis shena berharap gadisnya itu sadar. Orang tuanya sedang makan malam bersama hendrik. Tadi gibran di ajak untuk makan tapi ia menolaknya. Gibran ingin menemani shena.

Mata shena perlahan terbuka, gibran tersenyum menunggu shena sepenuhnya sadar.

"Sayang" panggil gibran lembut

"Aaww" ringis shena memegang kepalanya

"Kenapa" panik gibran

"Pusing" rengek shena

Gibran lalu mengusap lembut kepala shena. Pintu kamar terbuka menampilkan ketiga orang tua yang masuk.

"Sayang udah sadar" ucap gina

Shena hanya menganggukan kepalanya

"Apa yang di rasain. Mana yang sakit" tanya hendrik bertubi-tubi

"Pusing paa" ucap shena lemas

"Kamu makan ya abis itu minum obat" ucap gina

Hendrik lalu memanggil bi inah untuk membawa bubur yang sudah di buat tadi.

"Mau aku yang suapin" tanya gibran

Shena menganggukan kepalanya. Gibran mulai mengarahkan sendok ke depan mulut shena. Shena makan dengan tenang.

Para orang tua tersenyum melihat pasangan ini.

"Oke gengss kita keluar aja biarkan kedua anak muda ini pacaran" ajak wira

"Siapa tau gibran junior cepat jadi" ajaran sesat wira

"PAPAA" teriak gina

"WIRA" Bentak hendrik

Wira hanya cengengesan dan kabur.

Jangan lupa vote dan komen 🤍🤍

PROMISE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang