ragu

3 1 0
                                    


Arshu pov.

Setelah mengatakan semua isi hatiku baru Arhan tampaknya mulai menyadarinya, dan kini dia tampak kebingungan sendiri tidak bisa menentukan pilihannya. Sepertinya dia benar² sangat menyayangi Aarti dan itu membuatku semakin yakin, klo dia memang benar jauh lebih menyayangi Aarti ketimbang Arya dan Arsy. Hingga dadaku terasa sangat sesak, rasanya sangat sakit. Ingin sekali rasanya aku berontak tapi aku sadar walau bagaimanapun aku memaksanya, aku tidak akan pernah bisa mengatur seberapa besar rasa sayang Arhan pada seseorang.

Ya Allah... apakah aku sanggup menerima kenyataan ini nanti..? Batinku menjerit.

"Pergilah Arhan..! mungkin ini cara yg terbaik untuk kita semua. Setidaknya dengan begini kamu gak perlu lagi harus memilih untuk menyakiti salah satu dari mereka, dan aku juga bisa mulai belajar untuk menerima semua ini" putusku dengan berat hati karna aku benar² tidak sanggup lagi menyaksikan semua ini, rasanya saat ini aku butuh waktu untuk sendirian dulu setidaknya untuk melampiaskan semua perasaanku yg sudah terasa sangat sesak ini.

Begitu mendengar itu dia kembali terlonjak seperti masih tidak bisa menerimanya namun detik kemudian ekpresinya berubah seraya mengangguk pelan.

"Maafin aku ya, sekali lagi tanpa sadar aku udah nyakitin kalian..." lirihnya sembari menatapku lamat² baru setelah ia beranjak pergi, namun begitu didepan pintu dia tiba² terhenti untuk beberapa detik lalu kembali berbalik menatapku.

"Ini, aku mau ngembaliin milik kamu yg sempat kuambil tempo hari..!" serunya seraya mengambil sesuatu dari saku kemejanya yg ternyata itu adalah cincin pernikahan kami, cincin itu kemudian diletakannya diatas laci yg ada disampingnya baru setelah itu dia kembali melangkahkan kakinya lagi keluar kamar.

"Arhan," panggilku tertahan yg kembali sontak membuatnya berbalik.

"Jaga diri kamu baik²..." sambungku dengan susah payah mengatakannya, yg membuatnya tersenyum sekilas seraya mengangguk pelan baru setelah itu benar² pergi.

Dan begitu suara langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi seketika kakiku menjadi lemas sampai membuatku tersungkur dilantai, tangis yg sejak tadi kutahan pun juga akhirnya pecah. Ada bagian dari diriku sekarang tengah merutuki keputusanku ini, sebab bukannya minta maaf karna tidak pernah ada disampingnya disaat dia sakit, sekarang aku malah memintanya untuk pergi lagi.

Setelah cukup lama baru aku tersadar dan ternyata sekarang sudah dini hari, jadi aku pun segera membereskan semua kekacauan yg ada dikamar ini. Baru setelah itu aku turun untuk mengunci pintu, kemudian menghampiri Arya dan Arsy yg beruntungnya masih tertidur. Dengan hati² aku mencoba mendekati mereka agar tidak sampai membangunkan mereka, kemudian menatapi mereka berdua hingga cukup lama baru setelah itu mencium kening mereka bergantian.

---------

Karna tadi malam aku tidak bisa tidur juga jadi aku memutuskan untuk membereskan rumah agar tidak kembali berlarut², hingga pagi harinya semuanya masih terlihat normal.

kami juga sarapan seperti biasanya, aku pun berusaha bersikap seolah² tidak terjadi apapun tadi malam didepan mereka. Sampai akhirnya saat kami sedang menikmati sarapan tiba² Arya menanyakan tentang Tya.

"Mah, tante yg ngomong sama mama tadi malam itu siapa..?" tanyanya penasaran sampai mengerutkan keningnya menatapku.

"Ah, tante itu mamanya Aarti sayang.." jawabku agak ragu.

"Mama kak Aalti..???" ulang Arsy juga mengerutkan keningnya menatapku bingung.

"Kok Aarti punya mama lagi selain mama..??" tanya Arya kaget sekaligus bingung.

"Ehm.. gak gitu sayang, mama ini bukan mamanya Aarti. Mamanya Aarti itu tante Tya, yg kemarin.." jelasku sambil memegang tangan mereka, aku tau mereka sekarang ini pasti bingung banget dengernya, tapi aku juga gak mau bohong lagi sama mereka tentang identitas Aarti yg sebenarnya.

"Bukannya Aarti itu saudara kami..? Kok mamanya malah tante itu..?" cecar Arya semakin tidak mengerti dengan yg kukatakan.

"Iya sayang... sama seperti Rishi, Aarti juga punya orang tuanya sendiri meski dia itu saudara kalian juga" anggukku mencoba memberikan gambaran pada mereka, agar mereka bisa lebih mengerti.

"Loh, klo dia juga punya orang tua sendiri, berarti dia juga punya papa sendirikan..? Trus kenapa malah papa jadi papanya juga mah..?" timpal Arya mulai curiga.

"Iya sih sayang, dia juga punya papanya sendiri. Ehm.. tapi Aarti udah terbiasa manggil papa itu dengan sebutan papa juga sayang" jelasku berusaha bersikap tenang, meski sebenarnya sekarang aku sudah mulai merasa takut lagi klo aku gak akan bisa jawab pertanyaan dari Arya seperti kemarin².

Mendengar itu raut wajah Arya seketika jadi berubah, dia tampaknya tidak terima klo Aarti memanggil Arhan seperti itu, sedangkan Arsy, karna usianya yg masih terlalu kecil sekarang ini ia masih mencoba mencerna apa yg sebenarnya kucoba jelaskan sekarang.

"Ya gak bisa gitu dong mah, kenapa dia gak manggil papa itu dengan sebutan yg lain aja..? Misalnya ayah..!! sama seperti kami manggil papanya Rishi..!" bantah Arya jadi kesal seperti dugaanku.

"Sayangnya mama jangan cemberut gitu dong..! Aartikan masih kecil, trus dia jugakan yg selama ini nemenin papa.." godaku mencoba menenangkannya sembari mengusap lengannya.

"Tetap aja itu gak ada hubungannya mah..!!" rengeknya semakin cemberut.

"Iya mama ngerti Arya gak suka, tapi coba deh Arya pikirin..! Aarti juga butuh waktu untuk bisa ngerti semua inikan sayang..? Arya sabar dulu ya sayang.." jelasku memberi dia pengertian meski sebenarnya aku sendiri tidak yakin.

Karna pertanyaan yg sesungguhnya adalah apakah Arhan tega membuat Aarti berhenti memanggilnya dengan sebutan 'papa'.

*******

The FactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang