Arshu pov.
Bukannya segera menutup pintu, aku malah menatap punggungnya yg semakin menjauh pergi. Entahlah, ada bagian dalam diriku yg tidak rela melepas dia pergi.
Hingga dia benar² menghilang dari lorong sedikit pun dia tidak menoleh kearah kami, meski Arya dan Arsy berteriak² memanggilnya, dan itu semakin menambah kekecewaanku padanya.
"Maa, ayo panggil papa..! mah, Arya gak mau papa pergi..! Papa gak salah, mah. Ini salah Arya--" cecar Arya menarik² ujung bajuku, sedangkan aku kini sedang memeluk Arsy dalam gendonganku yg terus saja meronta² memanggil² Arhan.
"Cukup Arya, ayo kita istirahat..!" potongku lalu menuntun mereka masuk kekamar setelah mengunci pintu.
"Hiks.. mama, Alsy mau papa.." isak Arsy menolak untuk dibaringkan dikasur.
"Udah sayang, ayo kita tidur ya.." bujukku lalu menggendongnya kembali untuk naik kekasur.
"Nggak, Arsy mau sama papa..!" berontaknya bersikeras kembali duduk ketika sudah kubaringkan lagi.
"Arsy, please.. jangan bikin mama marah..!" tegasku yg membuatnya seketika jadi terdiam dan menunduk begitu juga dengan Arya yg sudah duduk dikasur samping Arsy jadi tertegun menatapku.
Melihat mereka seketika penyesalan menjalar keseluruh tubuhku, bagaimana bisa aku juga melampiaskan amarahku pada mereka.
Pertahanku jadi runtuh dengan lemas aku terduduk dilantai tepat dihadapan mereka, setelah melihat kejadian tadi rasa takutku semakin menjadi, aku jadi tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Sekali lagi Arhan telah membuktikan perbedaan kasih sayangnya antara Arya, Arsy yg notabenya adalah anaknya sendiri dengan Aarti."Maafin mama sayang, mama hanya.." ucapku tidak bisa melanjutkan perkataanku dan malah tertunduk menangis sejadinya menyesali semua tindakan ku barusan, kenapa bisa aku mengatakan semua itu didepan mereka..? Akhirnya yg kutakutkan selama ini terjadi, aku telah mencemari masa kecil mereka karna kebodohanku sendiri.
'Sekarang aku harus bagaimana..? Apa yg harus kulakukan untuk memperbaiki semua ini..? Bisakah aku menghadapinya kali ini..?'
"Mama..." desis Arsy dan Arya bersamaan seraya menyentuh puncak kepalaku.
Perlahan aku mengangkat wajahku menatap mereka yg kini juga sedang menatapku dengan mata yg berkaca².
"Sayang.." desisku lalu memeluk mereka dengan erat yg membuat tangis mereka kembali pecah dalam pelukanku.
"Maafin Arya ya mah..." lirihnya yg masih memelukku lalu mengangkat wajahnya menatapku dengan rasa bersalah.
Aku lalu melepaskan pelukan mereka dan menangkup wajahnya dengan kedua tanganku sembari menghapus sisa² air mata dipipinya.
"Ini bukan salah Arya kok sayang.. tapi lain kali Arya jangan coba deket² lagi ya klo ada api sebesar itu.. Arya langsung lari aja cari pertolongan..! Gimana klo tadi Arya kenapa²..?" paparku memperingatinya.
"Tadi Arya cuma nyiram air mah, agar apinya padam.. tapi apinya malah semakin membesar.." jelasnya masih sesenggukan.
"Iya mama tau maksud Arya.. tapi ini kasusnya beda sayang, Arya gak bisa madamin apinya hanya dengan air aja, yg ada itu malah akan semakin membuat apinya membesar.. apalagi Arya masih terlalu kecil untuk melakukannya, itu terlalu berbahaya nak.." tuturku beralih memegang kedua tangannya.
"Maafin Arya ya mah.. Arya gak tau ... Arya tadi takut, trus Arya pikir klo Arya siram apinya akan padam.." desisnya.
"Iya sayang.." anggukku sembari tersenyum kecil lalu menatap kedua tangannya yg masih kecil. Namun tangan itulah yg dengan berani berusaha memadamkan api tanpa memikirkan keselamatan dirinya sendiri.
"Mah, papa.." lirih Arsy pelan yg membuatku beralih menatapnya yg kini juga sedang menatapku dengan sorot mata memohon.
"Sama mama aja ya sayang.." bujukku mengulurkan tanganku untuk mengusap rambutnya.
"Tapi papa.." desisnya tertahan lalu menunduk seraya memilin² ujung bajuku.
Melihatnya seperti ini membuatku semakin merasa bersalah, tapi walau bagaimana pun juga aku tidak bisa mempertaruhkan keselamatan mereka karna Arhan hanya memperhatikan Aarti, dan yg terpenting aku tidak akan pernah rela jika harus melihat mereka suatu saat nanti kecewa oleh sikap Arhan.
"Mah, jangan marah sama papa.. Aarti kan lebih kecil dari Arya, makanya papa bawa Aarti duluan keluar dari dapur agar Aarti gak nangis lagi..!" tutur Arya dengan polosnya.
"Sayang, kita bicarain ini nanti lagi ya..? Sekarang kita tidur dulu..!" seruku untuk mengakhiri perbincangan ini setidak nya untuk sekarang, karna rasanya aku sudah sangat lelah untuk menghadapi masalah kami yg semakin rumit ini.
Untungnya meski dengan berat hati Arya dan Arsy mau menurut untuk berbaring dan mulai memejamkan mata mereka. Entah ini baik atau tidak untuk mereka, tapi pikiran dan tenagaku sudah benar² terkuras oleh kejadian tadi, belum lagi hal itu masih saja berputar dibenakku sampai sekarang yg semakin menambah rasa takutku.
Dengan lunglai aku beranjak kekasur dan ikut berbaring ditengah² mereka sembari merentangkan kedua tanganku untuk memeluk mereka, yg juga langsung ikut memelukku dengan erat.
"Maafin mama ya sayang..." bisikku sembari menatap mereka berdua bergantian.
Mendengar itu Arsy dan Arya kembali membuka matanya menatapku dengan mata sembab mereka lalu mengangguk kecil.
"Maafin Arya juga ya mah, udah bikin mama takut.." sesal Arya dengan mata berkaca².
Sembari mengangguk aku lalu mengecup keningnya.
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact
Ficção AdolescenteApa jadinya jika setelah dikabarkan meninggal, tiba² setelah 3 tahun dia kembali lagi namun sebagai orang asing. *kelanjutan cerita dari baby Arya* Mohon maaf jika ceritanya tidak jelas atau ada salah kata dan ada kata yg kurang berkenan.