08. Kilas Masa Lalu

228 13 0
                                    

Dua gadis remaja sedang duduk dihalaman belakang sekolah. Mereka duduk direrumputan sambil melihat ke arah seorang cowok dekat pohon jambu yang sedang membaca buku.

"Dia kutu buku ya?" ujar Melya yang masih memakai seragam putih biru.

Alya tersenyum ke arah cowok itu. "Iya, dia emang kutu buku, banyak diam, dan pintar."

"Kamu suka sama dia?"

Alya menatap Melya dengan wajah memerah. Benar, Alya menyukai cowok itu bahkan sejak pertama masuk sekolah. Dia ingin sekali dekat dengan cowok itu namun dia ragu, pasti cowok itu akan menjauh darinya karena Alya adalah gadis yang tidak menarik.

"Gak suka ya? sebenernya aku suka dia sih, dia ganteng tau, walaupun kutu buku," celetuk Melya.

Wajah gadis itu menjadi sendu, Melya adalah saudara angkatnya, mana mungkin dia tega merebut laki-laki yang saudaranya suka. Alya memilih pasrah.

"Mau coba aku deketin kalian? lagian kalian cocok kalo dilihat-lihat," ucap Alya sambil tersenyum.

Senyum yang padahal menyakitkan, namun tidak apa lagi pula ini hanya masalah laki-laki, banyak kok yang mau sama Alya dan yang lebih ganteng dari cowok itu.

"Makasih Alya."

*****

Melya menangis disudut kamarnya sambil memegang selembar kertas dengan coretan tinta merah. Tiba-tiba Alya memasuki kamar Melya niatnya ia ingin mengajaknya ke taman, tapi tak disangka dia melihat saudarinya menangis sesegukan seperti itu.

Alya memegang bahu Melya yang bergetar. "Kamu kenapa? kenapa nangis?"

Gadis itu tidak menjawab, dia malah memberikan kertas yang dia pegang pada Alya. Alya melihat isi kertas itu yang ternyata adalah kertas ulangannya yang diberikan tadi di sekolah. Semua soalnya dicoret dengan pulpen merah bahkan ada angka nol disana. Astaga, pasti ibunya habis memarahi Melya karena nilainya yang buruk.

"Kamu jangan nangis lagi, diulangan selanjutnya aku bakalan jelekin nilai aku biar gak cuma kamu yang dimarahin ibu," ujar Alya.

Gadis itu tersenyum lalu menyeka air matanya.

"Makasih."

*****

Alya mengepalkan tangannya melihat dua orang yang begitu ia kenal. Darahnya mendidih, ingin segera mencakar wajah gadis itu. Alya berjalan menuju meja yang ditempati kedua orang itu.

"Jadi selama ini kalian selingkuh?" tanya Alya dengan dada yang bergemuruh.

Dia ingin mengamuk, tapi dia sadar bahwa ini adalah tempat umum, bisa-bisa dia diusir oleh penjaga cafe.

"Hai Alya, maaf kayaknya pacar lo udah bosen sama lo," ujar gadis itu sambil tersenyum sinis.

"Gue gak percaya, gue sama Devan baik-baik aja, gue-"

"Itu karena lo gak sadar! emangnya ada cowok yang gak bosen sama lo? lo gak bisa dandan, pecicilan, bahkan lo bodoh!"

"Melya, lo jangan keterlaluan!" sentak Devan.

Cowok itu menatap sendu Alya yang menatapnya kecewa.

"Apa itu semua benar kak Devan?" tanya Alya dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

Devan terdiam, dia tidak bisa berkata bahkan kini dia memalingkan wajahnya pada Melya. Alya anggap bahwa jawabannya benar. Benar, dia ini gadis yang membosankan.

"Oke terimakasih atas pengakuan lo Devan."

"Dan mulai saat ini gue gak akan pernah mau ngalah lagi sama lo, Melya!!"

"APA YANG MAU LO LAKUIN ALYA?!!"

Alya tersadar dari lamunan masa lalunya. Dia menatap tangan Ilham yang mencekal tangannya, apa dia akan kalah lagi kali ini? ah, tidak akan Alya biarkan. Sudah cukup gadis ini menyakitinya, saatnya dia bahagia bukan?

"Lepas Ham, gue mau pulang," ucap Alya dingin.

Ilham menatap Alya yang sama sekali tidak menatapnya, ada rasa penasaran dihatinya dengan perubahan sikap gadis itu saat ini.

"Gue bilang lepas!" Alya melepaskan paksa tangannya. Gadis itu berlari menjauh meninggalkan keheningan antara Ilham dan Melya.

Gadis itu ingin berkata namun Ilham sudah melangkah menjauh darinya. Diam-diam Melya mengumpat dalam hatinya, mengutuk Alya yang mungkin saja bisa berbalik padanya.

Ilham berjalan cepat mengikuti Alya. Entah ada apa dengannya, kakinya sendiri yang mengikuti jejak gadis itu. Alya berhenti di halte bus depan sekolah. Sepertinya hari ini dia tidak dijemput lagi. Apa sebaiknya Ilham antarkan saja dia pulang? Ilham menggelengkan kepalanya, astaga mengapa dia jadi seperti ini?

Brumm brummm

Lihat, cowok itu sudah berada didepan Alya dengan motor beat kesayangannya. Katakan saja Ilham kini sedang kesurupan karena cowok itu merasakan sedang dikendalikan oleh sesuatu yang mendorongnya untuk mengantar gadis yang tidak dia suka ini pulang.

"Lo mau disini terus?" tanya Ilham pada Alya yang masih menatapnya tanpa ekspresi.

Biasanya gadis itu akan berteriak riang, sekarang hanya diam seperti makhluk tanpa jiwa.

"Lo budek ya?" tanya Ilham lagi.

"Gue naik bus," jawab gadis itu singkat.

Ilham berdecak. "Sampe malem pun lo gak bakalan dapet bus disini, udah pulang bareng gue aja, batu banget sih lo!"

Alya mengangkat alisnya, mengapa cowok ini jadi bawel seperti dirinya? apa dia sedang kerasukan? sepertinya sih iya. Ya sudah, Alya terima saja.

Tanpa bicara gadis itu langsung menaiki motor Ilham lalu memegang tas Ilham dibelakang. Cowok itu heran, biasanya Alya akan melingkarkan tangannya keperutnya. Eh, kenapa Ilham jadi berharap dipeluk oleh Alya?

"Ayok jalan, keburu malem."

Perkataan Alya membuat Ilham tersadar, cowok itu berdeham mencoba bersikap seperti biasa. "Gue gak bawa helm 2, lo gakpapa--"

"Ayok jalan, keburu malem!" ulang Alya.

Ilham mendengus, cowok itu segera memakai helmnya lalu menyalakan mesinnya dan mulai menjalankan motornya menjauhi area sekolah. Alya sore ini sangat meyebalkan. Mengapa sikapnya yang seperti ini malah membuat Ilham semakin pusing.

Hening, tidak ada keributan yang keluar dari mulut Alya. Semakin tenggelam dalam kesunyian semakin kesal juga Ilham.

"Lo sebenernya kenapa sih?" tanya Ilham dengan nada kesal.

"Senjanya bagus ya? gue pengen banget lihat senja sama pacar gue nanti." Bukannya menjawab Alya malah mengalihkan pembicaraan.

Ilham menghembuskan napasnya pelan. "Lo mau lihat senja dimana?"

"Gue pengen liat senja di rooftop sekolah," jawab Alya.

"Kenapa gak ditepi laut atau diatas bukit?"

"Karena mungkin pacar gue nanti adalah orang yang berasal dari sekolah Pertiwi."

Ilham mengerutkan keningnya. " Siapa yang mau jadi pacar lo?"

"Ilham Adiwijaya Kusuma," jawabnya penuh percaya diri. Meskipun ada sedikit keraguan di hatinya, tapi tak apa kan? jika Alya berharap seperti ini.

Ilham terdiam lalu dia terkekeh, sepertinya Alya sudah kembali seperti sebelumnya. "Gue jadi pacar lo? mungkin waktu itu gue lagi kerasukan setan, hahaha."

"Seperti sekarang? Sekarang lo kerasukan setan? soalnya lo gak bakalan dengan senang hati mengantarkan gue ke rumah apa lagi rumah kita beda arah."

Mampus, Ilham terjebak dengan perkataannya.

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang