57. Saudara

94 4 0
                                    

Sepasang mata menatapnya tajam, dengan refleks dia memejamkan matanya saat tangan itu hendak melayang ke arahnya. Namun tiga detik berlalu, dia sama sekali tidak merasakan apapun yang menyentuh tubuhnya.

"Cukup! Lo gak usah jadi jahat gini Res, lo gak inget Alya itu siapa? Dia sahabat lo!" Gery menatap gadis itu tajam lantas melepaskan tangannya kasar, "Jangan melupakan seribu kebaikan seseorang hanya karena satu keburukan yang belum tentu dia perbuat," ujarnya menasehati.

Saat ini keadaan sudah berubah, tidak ada lagi sosok sahabatnya yang dulu, tidak ada lagi tatapan lembut atau khawatir diwajahnya, hanya ada tatapan kebencian dan kekecewaan disana.

Alya menunduk, dia tidak mengerti mengapa ada orang yang ingin menghancurkan persahabatan mereka, apa untungnya bagi mereka.

"Lo belain dia Ger?" tanya Resta dengan tangan mengepal. "Mana ucapan manis lo yang bilang bakal selalu disamping gue? Mana?!" teriaknya.

Resta dengan kasar menarik rambut panjang Alya membuat gadis itu mendongak menatapnya sambil menahan sakit.

"Cewek ini gak perlu dikasihani, gak perlu lo belain. Seseorang yang udah ngehancurin kepercayaan sahabatnya itu sama aja kayak sampah!" ujar Resta dengan penuh amarah.

Gery dengan cepat melepaskan tangan Resta dari rambut gadis yang saat ini sudah menangis kesakitan, tanpa sengaja cowok itu membuat Resta jatuh karena terlalu kuat mendorong tangannya yang dengan erat memegang helaian rambut Alya.

"Gery! Sebenernya pacar lo itu gue atau Alya?" teriak Resta membuat seluruh pasang mata terkejut mendengarnya.

Kembali sebuah kabar mengejutkan berasal dari kelas XII ipa 3, tidak mereka sangka Resta yang terlihat sangat membenci dan menjauhi Gery ternyata dia adalah pacarnya. Entah berapa banyak rahasia lagi yang tersimpan di kelas mereka itu.

Resta meringis merasakan sakit di tangannya, dia sengaja tidak langsung berdiri karena dia ingin melihat apakah Gery akan membelanya atau membela mantan sahabatnya.

"Gery jawab!" bentak Resta.

"Gue gak mungkin membela seseorang yang salah Res, gue emang bukan sahabat atau temannya Alya, tapi gue tahu dia gak akan mungkin setega itu nyakitin hati sahabatnya."

Resta mematung, ternyata dirinya tidak berharga dimata cowok itu, hatinya semakin merasa sakit dan benci pada gadis dihadapannya.

Alya terisak sambil memegang kepalanya yang terasa sakit, kini dirinya malah merasa pusing dan hilang kesadaran. Dengan sigap Gery menahan tubuh Alya yang terlihat mengurus, tanpa banyak bicara dia langsung menggendong gadis itu dan membawanya ke uks. Gery melupakan Resta yang masih duduk di lantai menatapnya sendu.

Tanpa disangka sebuah tangan terulur dihadapannya membuat dia mendongak menatapnya.

"Ayok berdiri, pacar lo gak bakalan mungkin balik lagi dan nolongin lo," ujarnya dengan suara serak khasnya.

Resta tak menolak, dia langsung menerima bantuan cowok itu lantas membersihkan seragamnya yang kotor.

"Ngapain lo nolongin gue?" tanya Resta bingung, karena ini kali pertama mereka saling berbicara.

Cowok itu tersenyum kemudian menjawab, "Karena lo adalah seseorang yang gue kagumi dan rasanya gue gak pantas buat berbicara kayak gini sama lo."

*****

Alya menatap jalanan yang sama seperti hari-hari sebelumnya, macet. Namun ada satu hal yang berbeda hari ini, hatinya yang sama sekali tidak ada niatan lagi untuk menjalani hari-hari berikutnya.

Gadis itu tidak menaiki bus yang mengarah ke rumahnya karena rencananya hari ini dia ingin berkunjung ke rumah ibunya. Semoga saja kali ini Nirmala tidak lagi menolak kehadiran putri yang tidak diinginkannya.

Bus berhenti di dekat sebuah rumah bercat abu-abu yang sangat tidak asing baginya. Alya turun kemudian berjalan memasuki halaman rumah itu setelah dia selesai membayar ongkosnya.

"Apa ibu mau bukain pintu ini buat gue?" tanya Alya pada pintu kayu di depannya.

Dengan sisa harapannya dia mengetuk pintu itu beberapa kali hingga seorang wanita berwajah hampir sama dengan Alya membuka pintunya. Mata mereka beradu beberapa detik sampai wanita itu memutuskan kontaknya terlebih dulu.

"Mau apa kamu datang kesini?" tanyanya tak bersahabat.

"Alya kangen sama ibu," jawab Alya.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya, ini adalah percakapan pertama mereka setelah satu tahun berlalu dengan penolakan, akhirnya ibunya mau berbicara dengannya meskipun dengan nada dingin.

"Kamu masih ingat saya? Bukannya kamu sudah senang memiliki ibu baru dan ayahmu yang brengsek itu pasti sangat memanjakanmu sama seperti waktu itu," ucapnya dengan satu tarikan napas.

Alya menggeleng pelan, "Nggak bu, aku gak pernah bisa sayang sama orang baru, aku selalu berharap ibu kembali ke rumah dan peluk aku."

Sia-sia dia menahan tangisnya karena pada akhirnya dia mengeluarkan semua kesedihan dihadapan ibunya.

"Omong kosong!"

Alya membalikkan tubuhnya menatap seorang gadis seumurannya tengah berjalan kearahnya dengan tangan mengepal.

"Dia itu bahagia banget sama wanita pelakor itu, sedangkan ibu menderita disini sendirian," ucapnya menggebu-gebu.

"Gak usah terus-terusan bikin gue dan ibu kandung gue jauh Mel!" sentak Alya. Dia menghapus kasar air matanya lantas menatapnya tajam, "Lo itu cuma anak pungut-"

"ALYA! DIA ITU SAUDARI KEMBAR KAMU!

Alya terdiam menatap tak percaya dengan apa yang didengarnya, sedangkan Melya menatap Alya sinis.

"Apa? Gak percaya kalo kita kembar?" tanya Melya.

Tidak ada sahutan dari gadis itu, saat ini dia cukup diam dan mendengarkan.

"Lo mau denger cerita tragis seorang anak yang di buang ke panti gak? Anak itu punya ayah, punya ibu, dan punya saudari kembar. Sayangnya dia tidak dianggap ada dan seakan saudari kembarnya itu adalah anak tunggal."

Alya meneteskan air matanya, selama ini hidupnya benar-benar penuh dengan kebohongan.

"Suatu saat ketika dia sudah tumbuh jadi remaja, sang ibu datang menjemputnya kemudian mengakui bahwa dia adalah anak adopsi yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya," lanjut Melya.

Ada sesak dihatinya ketika menceritakan kisahnya sendiri, namun bagaimanapun kisahnya tetap harus diceritakan sampai akhir karena tidak mungkin dia terus menyembunyikan fakta menyebalkan ini.

"Iya Al, gue adalah saudara lo, kita kembar dan gue benci kenyataan-"

"Gue sayang banget sama lo!"

Melya mematung ketika tiba-tiba Alya memeluknya. Dia tidak membalas, tidak juga menolak, dia membiarkan gadis itu berbuat semaunya.

"Gue bahagia dengan fakta bahwa lo beneran saudara gue, gue bahagia tahu kebenaran ini disaat hidup gue yang udah tinggal menghitung waktu," ungkap Alya sambil menangis dan memeluknya erat.

"Apa maksud lo-"

"Izinin gue buat peluk lo terakhir kalinya Mel, izinin gue peluk ibu, gue janji gue gak bakalan ganggu hidup kalian lagi," ucap Alya serak. "Semoga dengan kepergian gue, kalian jadi keluarga yang bahagia," lanjutnya.

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang