43. Hari libur

104 4 0
                                    

Libur sekolah sudah tiba, namun bukan berarti dia akan diam seharian di dalam kamar sambil memakan kripik kentang. Hari libur adalah waktu yang pas untuk mencari uang tambahan untuk uang sekolahnya.

Hidup seakan tidak berlaku adil padanya, Tuhan selalu memberikan kesedihan tanpa memberinya bahagia. Dia iri pada Alya, gadis itu mendapatkan apa yang diinginkannya. Keluarga, harta, cinta, sahabat, semuanya dia punya, itu adalah alasan mengapa dia sangat membenci gadis itu. Dia terlalu sempurna.

"Gak usah terlalu dipikirin, orang kayak kita ini memang harus kuat."

Dia menatap seorang cowok yang sedang mengelap meja, dia tersenyum setidaknya dia bukan satu-satunya orang yang harus bertahan hidup di dunia yang kejam ini.

"Iya, gue gak mikirin apa-apa kok," balasnya.

"Gue tau lo capek kerja kayak gini, lo mau cari kerjaan lain gak Mel?"

Gadis itu menggeleng. "Gue gak mau, tapi kalo pindah bareng lo sih gakpapa."

Pletak.

Cowok itu menyentil kening Melya.

"Aww, sakit tau Ga! Tega banget lo sama gue," rutuknya.

"Lagian lo main gombal-gombal aja, gue nanya serius juga. Percuma lo ngegombalin gue, gak bakalan baper juga!" ujar cowok itu, Angga namanya.

Melya berkacak pinggang. "Lah, lagian gue gak mau punya cowok modelan kayak lo, udah pelit, tukang kentut pula!"

"Gak usah buka-buka kartu elah, lo baperan amat jadi orang. Jangan-jangan lo beneran lagi suka sama gue, duh jangan deh Mel, gue udah suka sama orang lain soalnya."

Angga beralih ke meja berikutnya, dengan telaten dia menyemprotkan air lalu mengelap mejanya sampai bersih, begitupun dengan Melya.

Keduanya memang sudah lama menjadi rekan kerja, mungkin hampir 2 tahunan. Sejak duduk di bangku smp keduanya memang sudah bekerja, namun hanya bekerja saat hari libur sekolah saja. Untungnya pemilik cafe ini baik sekali mau mempekerjakan dua anak yang masih sekolah.

Selain mempertahankan beasiswa, mereka juga harus menabung uang takutnya suatu saat beasiswa mereka dicabut, dan saat waktu itu tiba mereka berharap uang tabungan mereka cukup untuk membayar uang sekolah.

Melya menegakkan tubuhnya lantas menatap Angga dengan tatapan remeh. "Gue tau lo suka sama si Resta kan? Duh mana mungkin dia mau sama cowok pelit kayak lo."

"Heh nenek lampir! Gini-gini gue royal ya sama orang yang gue sayang," ujar Angga tak terima jika dirinya disebut pelit.

"Gak percaya gue,"

Angga menatap Melya kesal. "Yaudah sini lo gue sayang, biar lo tahu seberapa royal gue sama pacar."

Gadis itu terdiam, entah mengapa jantungnya berdegup kencang. Sialan memang, perasaan itu tumbuh begitu saja tanpa aba-aba, padahal Melya tahu kalau Angga sudah menyukai orang lain.

Dia sudah berusaha untuk mengubah perasaannya pada Angga, namun semakin hari perasaan itu tumbuh begitu saja tanpa berkurang sedikitpun.

"Hayoh, ngelamun mulu lo!"

Melya tersentak dengan tepukan dibahunya, dia mengusap dadanya pelan. "Astaga Angga! Gimana kalo gue tiba-tiba mati gara-gara lo kagetin."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang