74. Maaf Alya

210 7 0
                                        

Hari masih pagi, sengaja Devan berangkat lebih awal bahkan adiknya pun masih tertidur pulas di tempat tidur. Saat ini dia sedang berada di halaman besar keluarga Kusuma, tentu saja dia kemari untuk menemui seseorang dan itu adalah Ilham.

Kebetulan sekali sang pemilik rumah yang masih memakai kaos oblong keluar dari rumahnya, terlihat cowok itu mengerutkan keningnya menatap Devan.

"Ngapain disini? ada urusan apa?" tanya Ilham.

"Mau ngomong sama lo, penting," jawab Devan dengan wajah serius.

"Yaudah masuk,"

Devan menggeleng, "Gak perlu, gue gak ada niatan buat basa basi."

Pada akhirnya kedua cowok itu berdiri saling berhadapan dengan tatapan serius, Ilham menyilangkan tangannya di dada menunggu kakak kelasnya itu bersuara.

"Jadi kedatangan gue kesini adalah buat nitipin Alya ke lo," ujar Devan tanpa ada keraguan dalam setiap katanya. "Gue udah gak bisa jagain dia karena kegiatan gue yang padat, dan gue pikir saat ini cuma lo yang bisa jagain Alya," lanjutnya.

"Tanpa lo suruh pun gue bakal jagain orang yang gue sayang,"

"Bukan cuma itu, gue juga minta satu hal lagi dari lo."

Ilham menaikan alisnya, "Apa?"

"Tolong bujuk Alya buat operasi, dia kena kanker darah stadium akhir," jawab Devan.

"Oke."

Wajahnya terkejut, bagaimana bisa Ilham setenang ini? kenapa tidak ada raut khawatir di wajah cowok itu?

"Lo pura-pura sayang sama Alya hah? ngaku lo!" bentak Devan marah.

Ilham segera melepaskan tangan Devan yang mencengkram kaosnya, dia menatap cowok itu datar.

"Gue udah tahu dari om Aryan jadi tanpa lo suruh pun gue bakalan bujuk Alya biar dia kembali sembuh karena gue beneran sayang sama dia," balas Ilham tanpa jeda.

Devan menepuk pelan pundak Ilham sambil tersenyum senang. "Good boy, gue gak salah udah percayain jagain adek gue ke lo, thanks ya."

"Udah tugas gue sebagai tunangannya, jadi lo gak perlu khawatir,"

"Gue gak jadi muji lo deh, lo alay!"

*****

Dengan riang Aldian melangkahkan kakinya menuju ruang makan, dia duduk memakan sarapannya sambil tersenyum.

"Kakak kenapa senyum-senyum kayak gitu? emang ada yang lucu?"

Pertanyaan polos keluar dari bibir mungil adiknya, Raela. Gadis berumur lima tahun itu menatap kakaknya menyelidik.

"Kakak copotin kepala boneka aku lagi ya, makanya kakak seneng?" tebak Raela dengan wajah marah.

"Heh, sembarangan kalo ngomong, yo ndak lah! yakali abang gantengmu ini membiarkan adik kesayangannya menangis karena kepala barbienya copot," balas Aldian puitis.

Meski Raela adalah adik tirinya, Aldian begitu menyayanginya seperti adik kandungnya sendiri. Dia jadi teringat dengan adik kandungnya yang terpisah karena perceraian kedua orang tuanya, dia selalu berharap adiknya itu selalu dalam keadaan baik dan selalu bahagia.

"Bohong!"

Teriakan cempreng Raela menyadarkan lamunan Aldian.

"Haish! ngagetin mulu kerjaannya," rutuk Aldian.

"Lagian kakak ngomong kayak orang bener, padahal kelakuannya naudzubillah kayak syaiton. Hilang ingatan atau gimana kakak tuh? bukannya tiap hari kakak copotin kepala barbie aku terus tuker sama kepala biyawak!"

Keduanya saling menatap tajam, tidak ada yang mau mengalah.

"Siapa yang ajarin kamu jadi anak ngeselin?" tanya Aldian gemas.

"Loh, bukannya kamu sendiri ya Al? kamu yang ajarin Rael buat ngebela dirinya," sahut Thea ibunya.

"Nah betul itu." Afwan menimpali ucapan istrinya.

"Itu juga sifat kamu mas,"

Dengan kompak kedua anaknya menertawakan ayahnya yang dinistakan istrinya sendiri.

Setelah puas menertawakan Afwan, Aldian langsung meminta sesuatu yang sudah dipesannya kemarin pada ibunya.

"Gimana Ma? udah dibikinin?"

Thea mengangguk, "Udah kok, mama taruh di meja dapur deket kompor. Lagian tuh nasi goreng spesial buat siapa sih? mama jadi penasaran," ujarnya.

"Buat pacarnya kali ma!" celetuk Raela.

"Heh! anak kecil gak boleh sok tau, mending diem terus gambar gunung dua sama jalan pemandangan sawah, gak usah ikut masalah orang dewasa," sahut Aldian galak.

"Iya Rael lupa, kakak kan jomblo mana ada punya pacar,"

"Nampol adek pake kayu dosa gak ya?"  batin Aldian.

*****

Rasanya dia tidak sabar memberikan makanan ini pada Alya.

"Semoga dia suka masakan mama, tapi mana mungkin sih dia nolak makanan dia kan bidadari perut buta ijo,"

Aldian terkekeh sendiri dengan ucapannya. Dia melangkah dengan senyum mengembang, tanpa merasa malu atau risi menjadi pusat perhatian dia terus melajukan langkahnya hingga tanpa sengaja dia melihat seorang gadis yang dikenalinya sedang duduk sendiri di taman.

"Wuhu, kasih sekarang aja deh mumpung doi lagi sendiri," gumamnya.

Namun sedetik kemudian dia mengurungkan niatnya untuk mendekati Alya lantaran seorang cowok yang dikenalinya sudah duluan duduk di sebelah gadis yang dia suka.

Tanpa sadar Aldian mengepalkan tangannya, lagi dan lagi upayanya untuk mendapatkan sang pujaan hati harus gugur begitu saja.

Yang pertama Dania, dia sahabatnya dan dia menyukainya tapi sayang gadis itu menyukai Devan yang juga sahabatnya. Kedua Alya, gadis yang tidak sengaja mengubah hidupnya menjadi berwarna, tiba-tiba saja sang mantan pacarnya kembali mendekati gadis itu. 'Aku yang membantumu berdiri, dia yang kau ajak berlari'.

"Aku minta maaf Alya,"

Aldian menyimak percakapan keduanya diam-diam, dia ingin tahu apakah Alya akan kembali lagi pada sang mantan pacar atau bertajan dalam kejombloan.

"Buat apa? bukannya aku yang harus minta maaf? aku udah sakitin kamu, aku-"

"Kita salah paham, kita belum berakhir Alya, kita gak akan pernah asing, kita akan tetap menjadi kita, kini ataupun nanti," ucap Ilham sambil menatap mata Alya beberapa saat.

"Aku gak tau, aku gak mau kembali lagi Ilham, aku pengen sendiri," balas gadis itu dengan memalingkan wajahnya.

Dalam hati, Aldian bersorak senang karena ternyata Alya menolaknya. Mungkin ini kesempatan untuk dirinya mendapatkan Alya.

"Jangan pernah sakitin diri sendiri Alya, kalau kamu sakit bilang, kalau kamu capek bilang, kamu ada aku jadi tenang aja. I will always be here for you," ucap Ilham.

"Kasih aku kesempatan buat temenin kamu lagi Alya."

Aldian berdo'a dalam hati berharap gadis itu menolaknya, namun pada akhirnya dia kembali kalah, dia kembali terluka.

"Aku gak tau apa yang kamu pikirin, tapi jujur aku juga masih sayang sama kamu," ucap Alya dengan penuh kesungguhan.

Sia-sia rupanya, selama ini yang selalu ada di samping Alya ketika dia terjatuh itu adalah dirinya, seseorang yang menyemangatinya adalah dia, Aldian orang yang selalu ada di sisi Alya dengan sabar tapi kenapa Tuhan malah terus-terusan mengujinya?

"Maaf Alya, perasaan gue terlalu gak tahu diri, gak tahu posisi, padahal lo udah melabuhkan hati lo pada Ilham."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang