36. Lelah

263 7 0
                                        

Dua orang cowok tengah mengamati seorang gadis yang sedang duduk di kantin dengan mulut penuh berisi gorengan.

"Gue pengen lo jagain adek gue," ujarnya.

Si cowok gondrong itu tersenyum lantas menepuk bahu temannya. "Gue sih mau aja, cuma imbalannya adek lo buat gue ya."

"Gak usah mimpi lo dapetin adek gue!" ketusnya sambil menatap sinis.

"Ck, pelit banget lo Devan." Aldian merengut kesal, dia kembali memakan mie ayamnya yang tertunda.

Sejak kejadian dimana Alya masuk ke rumah sakit, cowok itu jadi semakin khawatir pada adik tirinya. Tidak, bukan peduli, dia hanya kasihan melihat Aryan yang kacau setelah mendengar putri kesayangannya hampir mati tenggelam di sekolah.

"Jadi lo mau gak jagain si Alya?" tanya Devan.

Aldian mengacuhkannya, cowok itu pura-pura tuli sambil terus menikmati makanannya hingga dengan paksa Devan mengambil makanannya membuat Aldian melotot tajam.

"Bisa gak sih jangan gangguin gue lagi makan."

Devan menatap Aldian serius. "Lo sahabat gue bukan sih?"

"Bukan, gue babu lo!" ketus Aldian.

Cowok itu kembali mengambil alih mangkok mie ayamnya dengan wajah cemberut. "Lo kalo mau mie mending pesen jangan ngeliatin mantan pacar lo mulu, gak bakalan bikin kenyang!" sindirnya.

Devan mendengus. "Gue sama dia itu adek kakak, gue udah jelasin sama lo!"

"Tapi lo masih sayang."

"Ya, gue sayang sama dia sebagai kakak."

Aldian terkekeh. "Gue tau rasa sayang lo sama Alya masih kayak dulu, tapi gue mohon hancurin perasaan lo itu mulai sekarang, gue kasihan liat Dania dia-"

"Gue sayang Dania sebagai pasangan, bukan sahabat!"

Devan sadar dengan perasaannya pada Dania, meskipun hubungan mereka saat ini tidak seperti pasangan pada umumnya yang selalu menghabiskan waktu berdua atau jalan malam mingguan. Tapi, Devan janji setelah memastikan Alya tahu yang sebenarnya dan dia baik-baik saja Devan akan memanjakan Dania seperti Aryan yang selalu memanjakan ibunya.

Untuk sekarang Devan ingin fokus pada sekolahnya dan juga keluarganya. Dia ingin hidup damai dengan keluarga yang bahagia, itu saja.

Aldian menepuk bahu Devan lalu tersenyum. "Gue paham jadi lo susah banget ya, egois banget lo mau dua-duanya mending Alya kasih ke gue aja."

Lagi-lagi Devan mendengus, berbicara dengan Aldian benar-benar membuang waktu dan kesabarannya. Tahu begitu mending dia minta bantuan pada sepupunya.

"Gue cabut," ujar Devan pada akhirnya.

Sebelum pergi, Aldian mencekal tangan Devan membuat cowok itu berdecak kesal. "Ck, apa?"

"Gue bakalan jagain Alya, santai aja dia udah kayak adek gue. Cuma kalo dia jatuh cinta sama gue, lo restuin gue sama dia ya," ujar Aldian dengan senyum yang mengembang.

"Terserah lo!"

Devan benar-benar pergi setelah mengatakan itu meninggalkan Aldian sendirian yang sedang terkekeh seperti orang gila.

*****

"Ilham, Alya pulang bareng Resta ya."

Alya, Resta, Ilham dan ketiga temannya sedang berada diparkiran untuk mengambil motor mereka.

"Tumben kamu gak mau aku anterin, kenapa?" tanya Ilham membuat keempat manusia itu menatap heran.

"Eh, sejak kapan si Ilham pake 'aku' 'kamu' ke Alya?" celetuk Irgi yang langsung mendapat delikan tajam dari Ilham.

"Mulut gue, pacar gue, suka suka gue dong!" ketus Ilham.

Mereka kembali dibuat ternganga dengan respon cowok itu terkecuali Alya yang sedang terkekeh geli.

Tangan Erik terulur untuk menyentuh kening Ilham. "Gak panas," ujarnya.

"Ya iyalah, kan yang panas itu hati lo Rik! melihat kemesraan Ilham dan sepupu lo haha." Gery tertawa melihat wajah marah cowok itu.

"Sialan lo Ger! mana ada gue panas," bantah Erik.

Ilham tersenyum mendengar pernyataan Gery, kemudian cowok itu menggenggam tangan Alya lalu menunjukkannya pada semua orang yang berada di parkiran.

"Oy! dengerin gue ya!" seru Ilham.

Semua pasang mata menuju kearah mereka. Alya gugup karena menjadi pusat perhatian, seumur hidupnya dia tidak pernah suka menjadi pusat perhatian makanya dia hanya punya teman Resta. Dia tidak senang bergaul dengan orang.

"Mulai hari ini Alya pacar gue, kalo ada yang berani berurusan sama Alya berarti dia juga akan berurusan sama gue!" cetus Ilham.

Mata Alya melotot tidak percaya, bisa-bisanya Ilham berteriak dengan keras dan dengan lantang mengatakan jika Alya ini pacarnya.

"Kenapa diem?" tanya Ilham yang melihat gadisnya diam seperti patung.

"Baper."

Cowok itu terkekeh lantas mencubit hidung Alya. "Gitu aja baper, lemah!"

Semua orang yang ada disana tertegun dengan sikap manis ketos mereka. Ini adalah momen langka bagi mereka karena sepanjang satu sekolah dengan Ilham, cowok itu tidak pernah peduli dengan perasaannya yang ada dia hanya memikirkan nilainya.

"Gue mimpi bukan si- Awww! Sakit njirr!" Gery menjerit lantaran Irgi menampar wajahnya cukup keras.

Irgi hanya nyengir tanpa dosa. "Hehe, lo nanya kan? gue jawab aja pake itu, gimana? mimpi atau bukan?"

"Ya gak usah kenceng-kenceng juga nyet!"

Resta menepuk pundak Erik yang sedang menganga. "Sadar Rik, malu kalo sampe ada laler masuk ke mulut lo," ujarnya.

Cowok itu langsung tersadar dan menutup mulutnya. "Thanks Res."

"Woah, jangan deket-deket sama calon bini gue lo!" Gery membuat jarak antara Resta dan Erik karena mereka terlalu dekat.

Resta merengut kesal sedangkan Erik diam tanpa mau mengatakan sepatah katapun hingga drama manusia bucin itu selesai.

Alya mendekat pada Resta lalu menggandengnya. "Ayo pulang Res," ajak Alya.

"Eh kok gitu? gue kan mau anterin bidadari gue pulang, mending lo juga pulang dianterin cowok bucin lo deh," ujar Gery dengan wajah sedih.

Harusnya hari ini dia bisa lebih dekat dengan Resta, tapi sepertinya semesta masih menginginkan adanya jarak diantara keduanya.

"Dih, gak mau! gue mau me time sama sahabat gue ya," tolak Alya.

Pada akhirnya Gery pasrah. Kemudian Alya dan Resta meninggalkan parkiran dan menuju halte bus untuk pulang.

"Tumben lo gak mau dianterin ayang lo," celetuk Resta.

Kedua gadis itu saat ini suda duduk nyaman di kursi penumpang. Alya menyandarkan tubuhnya sambil menutup matanya. Badannya terasa lelah padahal dia tidak melakukan kegiatan yang berat.

"Alya, lo denger gue gak sih?" kesal Resta karena tidak mendapatkan respon dari sahabatnya.

"Gue lagi capek aja naik motor Res, badan gue lemes," jawab Alya dengan mata yang masih tertutup.

"Lo sakit? atau-"

"Gue gapapa, cuma izinin gue tidur dulu ya nanti bangunin gue kalo udah sampe rumah."

Alya benar-benar tertidur. Resta meneliti wajah Alya yang terlihat pucat, entah mengapa setiap hari bibir yang semula semerah buah cherry itu tiba-tiba layu seakan ada yang sedang menggerogoti tubuh Alya.

"Sebenarnya lo sakit apa Al? gue jadi khawatir sama lo."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang