89. Masa lalu dan masa depan

246 2 0
                                    

"Lucu ya, yuk bikin!"

Plakk...
Wajah tampan Irgi langsung merah seketika karena Amelya memukulnya dengan sekuat tenaga.

"Ck, bisa gak sih lo liat situasi kalo lagi ngomong, kita ini lagi bertamu jangan bikin gue malu," omel Amelya dengan tatapan tajam mengarah pada cowok yang sedang mengusap wajahnya itu.

"Lo anggap serius mulu, giliran gue ajak pacaran aja ngomongnya gue ngelucu," rutuk Irgi.

"Itu beda lagi,"

"Beda apanya? Jelas kok kalo-"

"Sorry ya, Nauranya lagi tidur jadi kalian gak bisa main sama dia," celetuk Erik memutus perdebatan diantara dua sejoli itu.

Amelya tersenyum manis pada cowok itu. "Gapapa kok Rik, lagian kita kesini cuma mau kasih ini." Dia menyodorkan sebuah surat undangan pernikahan, eh tentunya bukan milik Amelya tapi milik Alya.

"Wah, mereka udah mau nikah aja." Erik terkekeh sambil mengambil alih surat itu. "Thanks ya," ucapnya.

Amelya hanya balas mengangguk.

"Iya mereka main nikah aja padahal kelulusan baru selesai seminggu yang lalu," sahut Irgi dengan sedikit nada kesal.

Erik semakin tertawa melihat wajah cemberut sahabatnya, dia menepuk pundak Irgi memberikan sedikit semangat padanya. "Gak usah galau lagian kita gak bakal kemana-mana, kita masih satu kota."

"Satu kota beda status. Kalian bertiga pasti pada nikah muda, lah gue? Pacar aja gak punya." Irgi mendesah sedih, nasibnya memang sangat buruk.

"Gak usah alay! Gimana ada cewek yang mau sama lo kalo lo aja alay kayak gini," cibir Amelya.

Gadis di sampingnya itu memang sangat sopan sekali jika berbicara, saking sopannya Irgi ingin membawa Amelya ke tukang santet agar dia muntah paku.

"Gak usah nyumpahin gue dalem hati!" tegur Amelya.

"Ck, nyumpahin lo jadi bini gue gapapa kali."

Amelya memutar bola matanya malas. Dia menghela napasnya lantas menatap Erik yang sedang kembali berbincang dengan Irgi.

Ruang tamu ini kita terdengar bising karena gelak tawa dua cowok itu, bisa-bisanya mereka melupakan bahwa di rumah itu ada bayi yang sedang tertidur. Amelya menatap datar menanggapi keduanya.

"Sayang! Jangan berisik! Naura lagi bobo jangan ganggu," tegur Nara sambil menggendong bayi yang sedang tertidur pulas.

Gadis yang beberapa bulan lalu melakukan pengobatan kanker itu kini terlihat kembali sehat, untungnya Nara tidak menyerah dan kembali semangat untuk hidup, itu semua berkat Erik juga berkat semua teman-temannya.

Iya, setelah kejadian di rumah sakit waktu itu Nara meminta maaf pada semua temannya dan karena itu merekapun menjadi temannya.

"Eh, iya maaf sayang gara-gara ketemu temen aku, jadi lupa sama baby girl," balas Erik dengan cengiran khasnya.

Amelya menyimak keharmonisan keluarga laki-laki yang pernah mengungkapkan perasaannya waktu lalu. Mereka terlihat bahagia, Erik sepertinya sudah melupakan dirinya. Tentu saja, seharusnya mereka tidak terikat dengan masa lalu karena masa lalu memang harus dilupakan bukan diharapkan.

Benar, Amelya harus melupakan semua yang telah terjadi. Harus!

"Ayok Gi, kita pulang. Gak enak lagian lama-lama disini, kasian tuh baby Naura gak bisa istirahat gara-gara LO!" ujar Amelya dengan menekan kata terakhirnya.

Irgi berdecak kesal, "iya, iya, lo emang gak suka banget liat gue bahagia dikit aja."

Sontak Amelya menatapnya tajam membuat cowok itu menunduk lalu berpamitan pada sahabatnya.

"Bro gue pamit dulu ya, macan betina udah ngamuk," bisiknya disela pelukan perpisahan mereka.

Erik terkekeh, dia menepuk punggung sahabatnya lalu balas berbisik, "gas terus Gi, gue yakin dia pasti bakal terima."

Mereka melepaskan pelukannya, Irgi keluar terlebih dulu menyisakan Erik, Nara dan bayinya serta Amelya yang sedang berdiri menatap sepasang suami istri yang juga sedang menatapnya bingung.

"Kenapa Mel? Ada yang mau lo tanyain?" tanya Nara.

Gadis itu menggeleng. "Gak ada, gue cuma mau bilang semoga kalian bahagia terus."

Setelah mengatakan itu Amelya benar-benar pergi dari kediaman Erik.

"Eh dia kenapa Rik? Kok-"

"Dia lagi jalan menuju masa depan, aku udah cerita sama kamu kan Ra? Kayaknya dia gantungin Irgi gara-gara masa lalu itu."

*****

Sudah satu jam mereka terdiam di tepi laut, matahari juga sepertinya sebentar lagi akan tenggelam lalu digantikan dengan malam, tapi mereka belum ada tanda-tanda akan meninggalkan tempatnya.

"Sebenarnya kita ngapain kesini?" tanya Irgi.

Iya, sepulang membagikan undangan tadi, Amelya meminta dirinya untuk mengendarai motornya ke sebuah pantai, katanya sih dia ingin melihat senja, tapi setahu Irgi gadis itu tidak menyukai senja dia hanya menyukai Irgi. 'Hehe halu dulu gaesss!!' ~Irgi said

"Mel, ini udah mau malem gue takut dimarahin sama bunda sama ayah lo juga, duh nanti gue di coret dari calon mantu, berabeh nan-"

"Gue mau jadi pacar lo, gue mau nikah sama lo," potong Amelya.

Cowok itu mengerjapkan matanya pelan. Hei! Dia tidak salah dengar kan? Amelya menerimanya bahkan dia belum menembaknya lagi.

"Lo kenapa? Gi, lo sakit?" tanya Amelya panik ketika cowok itu diam. Dia meletakkan punggung tangannya di dahi Irgi lalu dia menggeleng. "Lo gak demam deh, tapi kok lo tiba-tiba di-ehhh!!"

Tiba-tiba tangan Amelya di bawa Irgi ke dadanya lantas berkata, "di sini Mel yang sakit."

"Hah? Kok sakit? Gue kan terima lo,"

"Sakit karna kaget lo tiba-tiba ungkapin perasaan bege!!" teriak Irgi. Cowok itu berdiri lalu melompat kegirangan. "Arghh!! Seneng banget, gila! Gue gak mimpi! Gue sama Amel akhirnya jadian!!" pekiknya tanpa menghentikan lompatannya.

Amelya terkekeh melihat respon dari cowok itu. Dia menghela napasnya, benar ternyata menerima orang baru tidak seburuk itu. Meskipun Irgi orangnya rada absurd tapi setidaknya dia begitu menyayanginya, dia mengerti keadaannya. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk dirinya.

Dibalik rasa sakit yang dia terima selama ini, Tuhan menyiapkan sesuatu yang besar untuk dirinya di masa depan, bahagia yang tiada habisnya salah satunya kehadiran Irgi di hidupnya.

"Lo jangan ngelamun dong, atau jangan-jangan lo berubah pikiran lagi jadi gak jadi buat nerima gue," celetuk Irgi yang melihat wajah datar gadisnya.

Cowok itu sudah menghentikan lompatannya semenit yang lalu, kini dia mendekati Amelya menatap wajah cantiknya yang terlihat penuh dengan luka yang masih belum sembuh, masih sangat penuh keraguan. Jadi Irgi takut jika Amelya tiba-tiba berubah pikiran lalu memutuskan hubungannya.

"Nggak, aku gak bakalan berubah pikiran karena kamu yang merubah rasa kesal ini jadi cinta," ucap Amelya dengan senyum yang mengembang.

"Kamu yakin Mel? Kamu gak bohong?"

"Nggak, karena aku percaya kamu adalah bahagia yang Tuhan siapkan untuk aku."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang