84. kita benar-benar berakhir

130 2 0
                                    

"Alya, gimana operasi kamu? Berjalan lancarkan?"

"Alya udah makan? Mau aku suapin?"

"Alya, jawab dong, masa aku dikacangin terus dari tadi."

Sedari tadi gadis itu hanya diam sambil menatap kosong ke depan sana. Dia tidak tahu harus merespon apa setelah mengetahui semua fakta tentang Nara dan Ilham. Dia tidak tahu harus terus mempertahankan perasaannya atau membuangnya karena saat ini jelas Ilham akan pergi meninggalkannya.

"Alya-"

"Aku harus gimana?" tanya Alya. Dia masih mempertahankan posisinya. "Aku harus jawab apa?"

"Kamu kenapa Al? Kamu kenapa gak seneng aku dateng kesini?" tanya Ilham.

"Kenapa aku harus seneng? Aku udah gak butuh kamu Ilham."

Laki-laki itu terdiam, hatinya saat ini terasa seperti ditusuk ribuan belati. Alya, gadisnya yang periang, yang selalu manja kini sudah tidak membutuhkan dirinya, kenapa?

"Aku ada salah Al? Bilang salah aku dimana?" Ilham benar-benar buntu, dia tidak bisa memikirkan kesalahannya saat ini.

"Apa harus aku yang jawab?"

"Harus, karena aku gak tau salah aku dimana."

Alya terkekeh pelan lantas memutar kepalanya menghadap Ilham yang ada di sampingnya. "Ngehamilin anak orang, apa itu gak salah Ilham?"

Ilham terdiam untuk beberapa saat, dia baru sadar ternyata Alya sudah mengetahui kabar itu. Ah ya tentu saja, Devan pasti orang pertama yang memberitahu Alya tentang kebejatannya.

"Ilham, kamu beneran hamilin Nara?" tanya Alya dengan air yang sudah di pelupuk matanya.

"Nara memang hamil, tapi aku gak tahu siapa-"

"Bohong!" teriak Alya. "Bohong kamu gak tahu siapa ayah kandungnya, itu pasti kam-"

"Nggak Alya!" bentak Ilham tanpa sadar. "Dengerin penjelasan aku dulu baru kamu bisa beropini tentang aku!" ujarnya.

Gadis itu menurut, dia segera menetralkan emosinya. "Yaudah, aku dengerin."

"Jadi waktu itu--"

"Cukup Ra! mending lo pergi jauh-jauh dari gue, dan jangan pernah lo datang lagi di-"

"Aku hamil."

Ilham terdiam namun beberapa detik kemudian tangannya mengepal marah. "Lo bodoh atau apa hah? bisa-bisanya lo main di tempat yang gak seharusnya lo ada Ra!" teriaknya.

Gadis itu menunduk sambil menangis, terlihat dari bahunya yang naik turun serta isakan kecil yang keluar dari bibirnya.

Karena kesal Ilham mengguncang bahu gadis itu hingga dia mendongak menatapnya. "Jawab gue Nara, siapa yang hamilin lo?" tanyanya dengan sedikit berbisik. Takut jika ada murid yang mendengarnya.

"A-aku gak tau Ilham, malam itu aku gak ing-"

"Lo mabuk?" tanyanya. "Dasar bodoh!"  umpat Ilham kesal.

Nara kembali menunduk lalu berkata, "maaf Ilham."

"Kata maaf gak bakalan bisa balikin keadaan lo sialan!" cibir Ilham.

"Ilham aku takut, apa aku gugurin aja anak ini?" tanya Nara.

"Lo benar-benar bodoh atau gila Nara? cukup lo jadi cewek murahan, gak usah lo jadi pembunuh anak lo sendiri."

Ilham tak habis fikir bagaimana bisa gadis itu mendapatkan ide untuk menggugurkan bayinya yang tak berdosa. Ilham tidak peduli, tapi bagaimanapun Nara itu dulu sahabatnya, ibunya Nara juga sahabat ibunya, tidak mungkin dia membiarkan gadis itu menanggung bebannya sendiri.

"Jadi aku harus apa Ilham? kalau aku terusin nanti kalau anak ini nanya papanya dimana aku harus jawab apa?" tanya Nara dengan tangis yang belum mereda.

"Bilang aja, gue papanya," jawab Ilham.

Seketika wajah Nara berseri, "Jadi kamu mau-"

"Gue ogah nikahin lo, tapi gue bakalan jagain calon bayi lo karena lo adalah sahabat gue Ra. Gue mohon cukup dan jangan meminta lebih apalagi sampai Alya tahu, biarin ini jadi rahasia kita berdua aja," jelas Ilham.

"Tapi gimana sama orang tua aku Ilham?"

"Nanti gue ngomong, dan gue harap nyokap lo gak rusuh atau gue berubah fikiran buat jadi ayah bohongan anak lo nanti,"

Nara menggeleng, "Nggak Ilham, aku janji mama gak bakalan nyuruh kamu buat nikahin aku, dan aku janji gak bakalan bilang sama Alya."

Alya mendengarkan seksama cerita Ilham, dia paham bagaimana posisi Ilham saat ini, tapi menurutnya Ilham juga salah karena membiarkan dirinya terjebak dengan ular berbisa seperti Nara.

"Alya, maafin aku ya," ucap Ilham.

Laki-laki itu menggenggam tangan Alya yang dipasang infusan, dia menghela napasnya dalam guna untuk menahan rasa sesak di dadanya. Bagaimanapun dia harus jujur, dia tidak boleh membiarkan gadis yang dia sayang terus menderita, Alya berhak bahagia dan itu bukan dengannya.

"Alya," panggil Ilham.

Gadis itu menyahut, "Apa?"

"Terimakasih kamu sudah mengajarkan tentang bagaimana mencintai dan dicintai, terimakasih karena kamu aku mulai bisa untuk menentukan keinginan aku sendiri, berkat kamu beban yang aku pikul terasa ringan."

"Maksud kamu apa Ilham?" tanyanya. Alya benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki itu, tapi yang jelas dia menjadi takut.

"Besok, di rumah Nara, aku dan dia bakalan Nikah Al," kata Ilham sambil menunduk.

"Enggak, Ilham gak bisa gitu dong kamu kan gak ngelakuin apa-apa sama Nara, kenapa kamu yang tanggung jawab?" teriak Alya.

Ilham mendongak menatap gadisnya yang sedang menangis, "Jangan nangis Al, hati aku sakit."

"Kalo gitu batalin pernikahannya Ilham, kamu udah tunanga sama aku, k-kamu gak b-bol-"

"Udah Alya cukup."

Gadis itu sesegukan di dalam pelukan Ilham. Selalu saja Tuhan menguji hubungan mereka, padahal Alya baru saja mendapatkan cahayanya kembali namun kini dipaksa ditarik lagi dan kemungkinan hatinya akan kembali gelap.

"Aku mohon Ilham, jangan lakuin itu," ucap Alya dengan suara serak.

"Maaf Alya, papa udah ngatur semuanya, ini semua salah aku dan aku harus bertanggungjawab,"

"Nggak Ilham, kamu gak lakuin apa-apa sama Nara!" teriak Alya histeris dengan tubuh yang di guncangkan.

Gadis itu memukuli dada bidang Ilham dengan perasaan yang hancur, dia tidak percaya laki-laki yang dicintainya malah memilih untuk mundur dan melangkah dengan wanita lain selain dia. Alya tidak terima.

"Kamu jahat Ilham, kamu jahat! harusnya kamu mikirin aku jangan mikirin Nara,"

"Devan udah bilang sama papa dan papa percaya, aku harus apa Alya? jujur pun rasanya mereka gak akan mendengarkan," ucap Ilham dengan nada lemah.

Alya menghentikan pukulannya, dia menyedot ingusnya sambil sesegukan, air matanya semakin deras mengalir apalagi mendengar suara Ilham yang begitu sedih.

Gadis itu menangkup wajah Ilham sambil tersenyum, "Aku bisa bantu kamu Ilham, ayo kita buktiin kalo kamu gak bersalah lalu kamu bakalan terbebas dari Nara," katanya dengan yakin.

"Nggak Alya, ini udah berakhir," ucap Ilham sambil melepaskan tangan Alya dari wajahnya. "Kisah kita sampai disini, kita benar-benar berakhir Alya."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang