41. Senja Pertama

117 4 0
                                    

Jam pulang sekolah sudah berakhir 15 menit yang lalu, lapangan yang tadinya riuh sekarang sepi dan kini menyisakan sepasang anak muda yang saling terdiam, berdiri di pinggir lapangan.

Gadis itu memasukkan tangannya kedalam saku hoodie biru langit miliknya, kepalanya mendongak menatap cowok jangkung yang sudah terdiam selama hampir lima menit.

Gadis itu menghela napasnya, kemudian berkata, "Waktunya sudah habis, kalo gitu gue pulang."

Dia memutar tubuhnya hendak pergi, namun sedetik kemudian tubuhnya mematung lantaran cowok itu memeluknya dari belakang.

"Jangan pergi," bisiknya. Cowok itu lantas melepaskan pelukannya kemudian memutar tubuh gadis itu agar menghadap kearahnya. "Aku minta maaf, ayo baikan Alya!"

Netra mereka beradu, namun beberapa detik kemudian Alya memutuskan untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jujur saja hatinya sedikit sakit karena foto semalam, mau bagaimanapun Ilham sudah menghianati kepercayaannya, apalagi kemarin dia tidak memberikan kabar.

Ilham menggenggam tangannya namun dia masih tidak mau menatap cowok itu. "Alya, aku minta maaf, aku harus gimana biar kamu mau maafin aku?"

"Gak tau, aku cuma gak enak hati aja. Aku sakit dan kamu tahu, tapi kamu gak ada ngejenguk aku atau ngabarin aku kemarin sore." Alya lagi-lagi menghela napasnya, "Terus tiba-tiba ada orang yang ngirim foto kayak gitu ke aku, gimana perasaan kamu kalau jadi aku?" lanjutnya tanpa menatap sang lawan bicara.

"Aku minta maaf, aku minta maaf, aku-"

"Gapapa." Alya memutar kepalanya menatap Ilham dengan senyum manisnya. "Aku udah maafin kamu kok."

Cowok itu tersenyum senang dan reflek memeluk Alya, sang empu hanya diam tanpa membalas pelukannya.

"Makasih Al, aku gak bakalan kecewain kamu lagi," ujar Ilham senang.

"Aku harap kamu bisa pegang janji kamu,"

"Pasti Al, aku seneng akhirnya kamu mau maafin aku." Ilham melepaskan pelukannya lantas menggenggam hangat tangan Alya. "Aku mau tunjukin kamu sesuatu Al."

Alya menaikan alisnya, "Nunjukin apa?"

Cowok itu hanya tersenyum tanpa menjawab, dan sekarang Alya malah dituntun menuju rooftop sekolah. Entah apa yang ingin ditunjukkan oleh Ilham, tapi semoga saja itu dapat membuat mood Alya nembaik.

Dengan langkah kecil Alya mengikuti Ilham dari samping, dia tersenyum menatap raut bahagia yang tercetak jelas diwajah cowok itu.

Tadinya Alya mau jual mahal, tapi jika hubungannya bermasalah itu artinya Melya akan dengan mudah menghancurkannya kan? jadi Alya mengalah saja dan memaafkan Ilham. Semoga saja dia tidak kembali dikecewakan.

Beberapa menit berlalu, mereka sudah sampai di rooftop.

"Mau ngapain ke sini?" tanya Alya bingung.

Bukannya menjawab Ilham malah menuntun Alya kembali untuk duduk menghadap ke arah barat.

Mata Alya berbinar menatap fenomena senja yang menyihir matanya, benar-benar indah. Dia baru tahu kalau rooftop sekolahnya ini adalah tempat terbaik untuk menyaksikan matahari tenggelam.

"Sesuai permintaan kamu," ujar Ilham membuat Alya menatapnya dengan kening berkerut.

"Maksudnya? aku gak inget pernah minta lihat senja disini,"

Ilham terkekeh lantas merangkul bahu Alya agar dia mendekat, kemudian dia meletakkan kepala gadis itu dibahunya. "Kamu inget gak? pas waktu itu aku nawarin kamu pulang bareng."

Alya menggeleng, "Enggak."

"Ck, pikun!"

"Manusiawi tau! aku kan gak sedetail itu buat inget-inget momen," bela Alya.

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang