65. Cek jantung

129 4 0
                                    

Devan berjalan menuju ruang tamu sambil membawa camilan, dia melihat seorang gadis cantik tengah duduk di kursi sambil memainkan ponsel.

"Sorry lama, tadi ditanya-tanya bunda soalnya," ucap Devan sambil meletakkan bawaannya di meja.

Dania mendongak mendapati pacarnya yang sedang mengelus rambutnya, "Gapapa kok," balasnya singkat.

"Tadi aku denger hp aku bunyi, kamu yang angkat Dan?" tanya Devan.

Dania menggeleng, "Gak ada yang telpon kok."

"Hmm oke, kalo gitu siniin hp aku."

Dania kembali menggeleng, dia menggenggam erat ponsel Devan di tangannya, dia takut kalau Devan sampai membuka history panggilan terakhir, Dania juga lupa menghapusnya lantaran Devan yang sudah kembali.

Cowok itu menaikan alisnya merasa aneh dengan tingkah pacarnya, tanpa banyak bicara Devan mengambil alih ponselnya.

"Devan!!" teriak Dania panik.

Gadis itu berusaha untuk mengambilnya kembali namun sepertinya Devan sudah tau sekarang, dia sudah membuka panggilan terakhir di ponselnya.

Dia menatap Dania dingin, "Lo bilang gak ada yang telpon? terus ini apa?" tanyanya dengan nada tinggi.

"Gue cuma gak mau lo batalin ngedate kita Van, ini first buat kita," balas Dania.

Devan berdiri dengan menatap Dania tajam, "Lo tau gak kalau Alya itu sakit!?" teriaknya.

"Alya paling cuma sakit badan kecapean atau-"

"Dia punya kanker, Dan! Alya sakit kanker darah!"

Deg

Seketika wajah Dania berubah terkejut, dia benar-benar melakukan kesalahan yang besar, bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk pada Alya, pikirnya.

"Jadi selama ini kamu rahasiakan penyakit adik kamu dari bunda dan ayah?"

Devan membalikkan badannya menatap Aryan yang baru pulang kerja.

Plakkk

Aryan menampar wajah putranya marah, dia benar-benar kecewa dengan Devan karena tidak memberitahu apapun padanya.

"Mas, kamu kenapa nampar Devan?" tanya Dinda panik, wanita itu berlari dari dapur ke ruang tamu karena mendengar suara kegaduhan di rumahnya.

"Anakku sakit, Alya sakit Dinda!" teriak Aryan dengan air yang sudah memenuhi pelupuk matanya. "Aku ayah yang gagal, bahkan aku tidak tahu keadaan kesehatan anakku sendiri," ucapnya sedih.

Dinda menutup mulutnya tak percaya, "Jadi obat yang selama ini dia minum itu obat penyembuh kanker?"

"Bunda tahu dari mana?" tanya Devan kaget.

"Kamu juga tahu dan tidak memberitahuku?" imbuh Aryan.

Dinda menggeleng, "Bunda lihat Alya minum obat banyak banget dia ambil dari laci, bunda kira itu obat biasa tapi ternyata-"

"Assalamu'alaikum!! Alya pulang!!"

Seluruh pasang mata menatap seorang gadis yang baru memasuki rumah itu dengan tatapan terkejut.

"Kalian kenapa? Kalian sakit?"

*****

Alya memandang ngeri kejadian yang terjadi di depan matanya. Dia menggelengkan kepalanya menghapus bayangan dirinya yang berada diposisi gadis malang itu.

"Cukup penyakit gue aja yang bikin sekarat, jangan tabrakan juga, kan gak estetik," ucap Alya pelan sambil mengelus dadanya.

Jalanan menjadi macet karena pristiwa itu, orang-orang berbondong untuk melihat keadaan gadis yang bermandikan darah itu.

Alya hanya diam di pinggir trotoar sambil bergidik ngeri membayangkan kejadian barusan, dia tidak berniat untuk ikut melihat karena dia takut pingsan.

"Oi, ada apa sih?"

Alya terperanjat dengan tepukan di bahunya, dia mendelik menatap cowok itu. "Bisa gak sih lo jangan kagetin gue?" tanya Alya kesal.

"Gak ngagetin, lo nya aja yang ngelamun," balas Aldian.

"Eh, kok lo bisa di sini? Mobil lo mana?" Mata Alya mencari-cari keberadaan kendaraan yang dibawa oleh cowok itu namun dia tidak menemukannya dimanapun. "Lo jalan kaki?" tanya Alya.

Aldian menoyor pelan kepala gadis itu membuat sang empu melotot tajam.

"Mana mungkin gue dari rumah jemput lo jalan kaki kesini!" jawab Aldian galak. Dagu cowok itu menunjuk ke arah sebrang tepatnya di belakang mobil bercat biru. "Tuh, gue pake motor biar gak macet."

"Pinter banget Aldian-"

Cowok itu tersenyum bangga namun kemudian ucapan Alya kembali membuatnya berwajah datar.

"Lo miskin ya Di? Atau lo buta? Tadi gue bilang di chat kalau gue pengen dijemput pake mobil, lo lupa gue sakit hah? Kalo gue jatoh pingsan pas naik motor lo mau tanggung jawab?" cerocos Alya.

"Gue tau, dan gue gak miskin! Gue cuma gak mau kejebak macet makanya pake motor," ucap Aldian menjelaskan.

"Gue capek, gue mau naik mobil, gue takut nanti jatoh," ucap Alya kekeh.

Aldian dengan santai mengeluarkan sebuah tali tambang putih dari tas selempangnya membuat Alya menatap penuh tanya.

"Lo mau ngapain?"

"Mau iket lo biar gak jatoh dari motor," balas Aldian.

Seketika mata Alya melotot kaget, bisa-bisanya cowok itu memiliki ide brilian seperti ini, dia jadi kagum pada Aldian, saking kagumnya Alya ingin menjerumuskan manusia ini kedalam jurang.

"Lo pikir gue kambing?!" Alya berkacak pinggang sambil menatapnya galak. "Kalau Devan tahu, tambang yang lo pegang itu pasti bakalan ada di leher lo," ujar Alya.

Aldian seketika bergidik ngeri membayangkan wajah murka sahabatnya itu, jangan sampai dia membangunkan sang macan yang sedang tertidur.

"Gimana? Masih mau iket Alya pake itu?" tanya Alya dengan nada ancaman.

"Ck, gak asik lo main keroyokan," ucap Aldian kesal.

Pada akhirnya Aldian kembali memasukkan tali itu kedalam tasnya.

"Gak usah banyak komen, ayo pulang pake motor," ajak Aldian sambil menyered paksa tubuh Alya.

"Oy! Astaga! Gak usah digusur kayak kucing juga kali!" pekik Alya.

Gadis itu pasrah mengikuti kemauan Aldian dan kini dia sedang duduk di jok belakang motor scoopy milik Aldian.

"Pegangan," ucap Aldian.

"Ogah! Mending gue terjungkal kebelakang," balas Alya ketus.

"Gue mau puter balik pake jalan pintas, kita gak mungkin nungguin jalanan yang masih macet parah ini," ucal Aldian menjelaskan situasi mereka saat ini.

"Gue gak peduli tuh, gak nanya juga, gue cuma mau selamat, aman, sentosa di rumah."

Aldian berdecak pelan, dia pasrah kemudian menaikan motornya ke atas trotoar yang membuat Alya langsung memekik ketakutan.

"Oy! Lo udah gila ya? Lo kalo mati jangan ajak-ajak dong!" teriak Alya.

"Diem! Kita pake jalan pintas."

"Ini bukan jalan pintas setan! Tapi jalan pejalan kaki!"

"Sama aja," ucap Aldian.

Cowok itu kini sudah berhasil menaikan motornya kejalan setapak itu. Kemudian dia mengikuti arah jalannya sampai dia melihat sebuah gang kecil, dia langsung belok tanpa aba-aba membuat Alya refleks memeluknya.

Deg, deg, deg

"Anjir! Jantung gue cuy, gila-gila damage si Alya emang gak ketolong!" ucap Aldian membatin.

Alya tidak melepaskan pelukannya, gadis itu malah menyimak suara detak jantung Aldian yang semakin berdetak dengan cepat.

"Aldian, gue rasa lo harus ngecek kesehatan jantung."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang