Keheningan melanda kedua insan yang genap seminggu ini tak bertemu ataupun berkabar.
Gadis itu mengeratkan hoodie birunya merasakan hawa malam yang menyentuh kulitnya. Ditatapnya cowok yang diam menghabiskan sepuluh menit dengan menatap air laut yang menepi lalu kembali pergi.
Dia menghela napasnya kemudian membuka percakapan meskipun hanya dengan sebuah pertanyaan yang tidak berarti.
"Apa kabar?" tanyanya.
"Baik," jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangannya.
Gadis itu mengigit bibir bawahnya menahan rasa sakit, cowok yang dia sukai begitu dingin padanya malam ini.
"Aku nyerah."
Matanya membulat sempurna, "Apa maksud kamu Ilham?"
"Aku nyerah Alya," ucapnya sekali lagi. Dia menghela napasnya lantas menatap sepasang mata yang dirindukannya. "Aku nyerah, aku gak bisa marah sama kamu walaupun kamu udah nyakitin perasaan aku," lanjutnya.
Sejenak jantungnya berdetak kencang lantaran dia berpikir bahwa Ilham akan mengakhiri hubungannya.
"Kamu kemana aja Al? Kenapa kamu gak kasih kabar ke aku?" tanya Ilham.
Sore tadi setelah bel pulang sekolah berbunyi, Alya yang notabenenya adalah tunangannya itu menelpon setelah sekian lama menghilang.
"Kamu kemana-"
"Ayo ketemu!"
Ilham terkejut karena gadis itu memotong perkataannya. "Oke aku jemput kamu," balasnya.
Sambungan dimatikan secara sepihak membuat sebuah tanda tanya muncul di benaknya.
Sampai saat ini Ilham masih terus bertanya mengapa gadisnya berubah dengan begitu cepat, apa karena dirinya yang lebih sering bersama Nara atau memang ini perihal waktu?
"Alya, aku tanya sama kamu, kemana kamu selama ini?" tanya Ilham kembali karena tidak ada sahutan yang keluar dari bibir gadis itu.
"Aku sama Devan pergi ke rumah nenek, nenek aku sakit Ilham jadi aku gak sempet kasih kabar ke kamu," ucap Alya berbohong.
"Kenapa om Aryan sama tante Dinda gak ikut?" tanyanya lagi.
"Karena ayah sama bunda sibuk ngurus kerjaan jadi cuma aku sama Devan yang kesana."
Alya benar-benar pandai menyembunyikan kebohongan, dia langsung menjawab pertanyaan Ilham dengan yakin tanpa ada kegugupan sedikitpun.
"Terus kenapa bang Aldian juga ikut?"
Alya diam sebentar sampai akhirnya kembali menjawab, "Dia kekeh pengen ikut karena sahabatnya Devan, aku gak bisa larang Ilham."
Pada akhirnya Ilham menyerah kemudian membawa tubuh Alya ke pelukannya.
"Kamu tau? Aku khawatir banget sama kamu Al, aku takut terjadi sesuatu sama kamu."
Alya membalas pelukan itu, sejenak dia ingin egois pada semesta, dia ingin terus hidup dan memeluk orang yang dia sayang lebih lama.
"Aku punya banyak cerita yang belum aku ceritain ke kamu Alya."
Ilham melepaskan pelukannya kemudian merapatkan tubuhnya pada Alya. Dia meletakkan kepala gadis itu dibahunya sambil mengelus kepalanya pelan.
"Kamu mau dengerin cerita aku kan?" tanya Ilham.
"Mau Iyung, cerita aja nanti aku dengerin," jawab Alya.
Ilham terkekeh, Alyanya sudah kembali dan dia sangat suka itu.
"Dengerin ya." Dia menghela napasnya sebentar, "Sebenarnya aku bukan anak papa sama mama," ungkapnya.
Alya terkejut namun dia diam menunggu Ilham melanjutkan ceritanya.
"Selama ini mama selalu bilang kalau aku ini anak adopsi dan anak pancingan. Tapi pada akhirnya kebenaran akan terungkap juga pada waktunya." Ilham meneteskan airmatanya dengan pandangan lurus kedepan. "Faktanya aku ini adalah anak dari putra pertama keluarga Kusuma, kakaknya papa," lanjutnya.
"Ternyata aku luka buat mama, karena kehadiran aku hidup mama jadi hancur karena papa jadi lebih mentingin aku bukan Zara anak kandungnya," ucap Ilham kemudian mengusap pelan pipinya.
Alya langsung memeluk Ilham mencoba memberikan kekuatan padanya, dia tahu di posisi ini, dia tahu bagaimana rasanya tidak diinginkan. Tapi dia tahu, Ilham pasti akan kuat dan tidak akan sepertinya.
"Kamu tahu? Meski begitu aku bahagia Al," ujar Ilham.
"Kenapa?" tanya Alya yang berada dipelukan Ilham.
"Mama akhirnya berdamai sama rasa irinya, dan kita sampai saat ini masih baik-baik aja sama seperti hari-hari sebelumnya."
"Bagus dong jadi kamu gak sedih," ucap Alya.
Ilham melerai pelukannya lantas menangkup wajah Alya, "Aku gak bakalan sedih selagi ada kamu di samping aku."
Alya tersenyum samar, tidak mungkin dia akan terus di sampingnya dengan penyakit yang di deritanya.
"Alya," panggil Ilham.
Gadis itu menaikan alisnya, "Apa?"
"Aku kepikiran sesuatu."
Alya berdecak, "Ck, iya apa Ilham?"
Cowok itu tersenyum kemudian berkata, "Ayo kita nikah Al!"
Sejenak mereka terdiam, Alya menatap mata cowok itu mencari letak candaan di sana, namun yang di lihatnya hanya tatapan penuh harap di matanya.
"Kenapa Al? Aku serius loh ini," ucap Ilham dengan nada kesal.
Alya melepas kedua tangan Ilham dari wajahnya, raut sedih tercetak jelas di wajah cowok itu.
"Kenapa Al? Aku ada salah?" tanya Ilham.
Gadis itu menggeleng, "Kamu gak salah, tapi perasaan aku yang salah."
Alya menunduk mengigit bibir bawahnya menahan agar dia tidak menumpahkan air matanya disini.
"Apa maksud kamu? Apa yang salah sama perasaan kamu Al? Kamu sayang aku, aku sayang kamu, jadi-"
"Aku mau putus."
Deg
Bagaikan tersambar petir, hatinya kini benar-benar berantakan saat ini.
"Aku gak ngerti maksud kamu Al," ucap Ilham tak percaya dengan apa yang di dengarnya.
Netra coklat itu tidak memancarkan kebohongan, dia benar-benar mengatakan itu secara sadar.
"Aku mau putus, ternyata perasaan aku selama ini sama kamu cuma sementara karena pada akhirnya aku nemuin sebuah perasaan baru-"
"Perasaan apa Al? Lo suka sama siapa?" bentak Ilham.
"Aku suka kak Aldian."
Ilham berdiri diikuti oleh Alya, cowok itu tertawa hambar sedangkan Alya berusaha sekuat tenaga agar tidak menjatuhkan air matanya.
Bohong jika dia menyukai orang lain, karena sampai detik ini hatinya masih milik Ilham, seseorang yang akan dia cintai sampai malaikat pencabut nyawa menjemputnya.
"Jadi selama ini lo diam-diam suka sama cowok itu?" tanya Ilham dengan nada tinggi.
"Iya, aku suka kak Aldian," jawab Alya lantang dengan menatap kedua mata Ilham. "Dia selalu ada buat aku, dia selalu prioritasin aku, sedangkan kamu? Kamu selalu sibuk sama Nara, Nara dan Nara!" jelasnya.
Dada Alya naik turun seakan dia benar-benar muak dengan segala tingkah Ilham selama ini, faktanya dia hanya ingin rencananya berjalan dengan lancar. Tujuannya agar Ilham bisa terlepas darinya, agar Ilham membencinya dan melupakannya.
"Gue gak ngerti sama pikiran cewek sampah kayak lo, emang awalnya lo sampah! Harusnya gue gak suka sama cewek kayak lo!" sarkas Ilham.
Cowok itu mendorong Alya sampai terjatuh lantas meninggalkannya sendirian bersama deru ombak sebagai backsound cerita malam ini.
Alya tersenyum menatap punggung Ilham yang menjauh, "Akhirnya kita berakhir juga ya, Ilham."
KAMU SEDANG MEMBACA
You My Bucin [End]
Fiksi Remaja"Ilhamm...." "Ngomong apa? Cepetan!!" Gadis itu tersenyum lebar lalu mendekat lagi kearahnya. "Gue kayaknya suka deh sama lo, gue boleh ngejar lo gak Ham? " Sesaat dia terdiam menatap maniknya yang seakan terhipnotis. Namun beberapa detik kemudian d...