Kepalanya tertunduk dengan air mata yang menetes mengenai punggung tangannya. Kejadian semalam masih membekas di ingatannya. Harusnya dia senang karena direstui oleh neneknya Ilham, namun tetap saja ucapan wanita itu membuat hatinya tak tenang.
"Saya keberatan Oma, seharusnya Ilham bersanding dengan Naraya."
"Jangan bicara omong kosong Lia! Nara hanya teman masa kecilnya Ilham, untuk apa dia bersanding dengannya? Lagipula Nara sudah memiliki kekasih."
Wanita bergaun hitam itu berjalan dengan anggun mendekat ke arah Oma. "Nara tidak pernah punya kekasih, dia sangat menyukai Ilham dari kecil, kenapa bukan Nara yang mendampingi Ilham, pasti dia juga menyukai Nara sejak lama kan?"
"Dimana Nara?" Alya bertanya karena penasaran, dia ingin tahu wajah gadis itu.
Bukan jawaban yang didapatinya, tapi malah ucapan yang semakin membuat hatinya bimbang.
"Nara itu ada dalam kehidupan Ilham, dari awal sampai akhir dia akan terus bersama Ilham, karena dia memang ditakdirkan untuk mendampingi Ilham," ujar Lia sambil menatap remeh Alya.
Gadis itu melirik ke arah Ilham, cowok itu sama sekali tidak bersuara, dia hanya diam dan sepertinya tengah memikirkan sesuatu.
"Kenapa? Ingin dibela? Astaga Alya, dia gak bakalan bela kamu loh, dia kan-"
"Dahlia! Sudah cukup bicaramu itu, kau tidak tahu sopan santun hah?" bentak Oma.
Suasana awalnya terasa dingin namun keadaan kembali menghangat ketika Ilham menggenggam tangannya, Alya menatap cowok itu, dia bisa melihat sebuah senyuman di wajahnya seakan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
Dengan lantang Ilham berkata, "Alya itu adalah pilihan saya Tante Lia, jadi jangan menjodoh-jodohkan saya dengan anak tante itu. Biarkan kami bahagia dengan pilihan masing-masing."
Bukannya mengalah Dahlia malah semakin gencar untuk membuat Alya tidak yakin dengan pertunangannya.
"Jika Nara bahagia dengan teman masa kecilnya, bagaimana?"
"Ilham akan tetap menjadi sahabat Nara, tidak lebih."
Oma tersenyum mendengar ucapan tegas yang keluar dari bibir cucunya. "Dia benar-benar sepertimu, Zeen."
Dahlia mengepalkan tangannya kesal, namun dia tetap mempertahankan wajahnya angkuhnya. "Suatu saat nanti kamu juga akan menyadari bahwa Naralah yang akan kamu butuhkan, dan hanya dia."
Cowok itu tak mengindahkan perkataan Dahlia, dia menggenggam erat tangan Alya dan menggiringnya untuk keluar dari ruangan itu.
Alya mengekori Ilham dengan langkah lebar, saat ini pikirannya dipenuhi banyak pertanyaan tetang Naraya, siapa dia dan dimana dia, dan juga apa Ilham menyukainya?
Mereka berdua kini sedang duduk di dalam mobil, Ilham diam dan Alya menatap cowok itu datar.
"Ilham," panggil Alya.
Cowok itu menghadap ke arahnya sambil tersenyum, "Gak apa-apa jangan didengerin, kita bakalan terus bareng kok Al."
Alya menatap tangan Ilham yang sedang mengelus punggung tangannya. Dia menghembuskan napasnya pelan kemudian bertanya, "Naraya dimana? Dia siapanya kamu? Kamu suka sama dia?"
Pertanyaan beruntun itu tak membuat Ilham menghentikan kegiatannya, malah dia kini menatap Alya lembut sambil menjawab pertanyaannya.
"Nara itu sahabat masa kecil aku, dia satu-satunya teman yang aku punya. Dulu aku itu introvert, aku gak suka bergaul sama orang, tapi setelah Nara pindah ke Surabaya sama neneknya saat smp, aku jadi memaksakan diri untuk bergaul dan punya teman." Ilham mengelus pelan pipi chubby Alya, tidak ada senyum di wajah gadis itu saat ini.
Ilham melanjutkan perkataannya, "Perpisahan itu buat aku jadi Ilham yang sekarang, aku punya banyak teman tapi yang paling dekat ya cuma Gerry, Irgi sama Erik. Walaupun mereka nyebelin sih, tapi aku bersyukur punya mereka."
Alya tidak merespon, gadis itu hanya diam dengan wajah murung.
"Ayung, kok masih cemberut? Senyum dong, aku kan bakalan selalu ada disamping kamu, aku gak bakalan ninggalin kamu, kamu tahu sendiri gimana bucinnya aku ke kamu," ujar Ilham sambil mengelus pelan rambut Alya.
"Kamu gak tahu masa depan, siapa tahu besok Nara datang terus kamu-"
Ilham menempelkan jari telunjuknya dibibir Alya, cowok itu menggeleng lalu berkata, "Gak mungkin, aku gak bakalan suka lagi sama orang selain kamu."
Alya menepis tangan Ilham, "Kamu tahu gimana aku dulu kan? Aku pernah diselingkuhin, aku pernah dijanjiin sama seperti apa yang kamu bilang, gimana aku bisa percaya?"
"Devan sama aku beda, lagipula dia kakak tiri kamu, mana mungkin kalian bisa ada hubungan Al."
Alya tersadar dari lamunannya, dia sekarang malah jadi kepikiran dengan ucapan Ilham tentang Devan. Gadis itu menghapus air matanya kemudian mendial nomor seseorang.
Satu menit berlalu, seseorang itu mengangkat telponnya.
"Hallo Al, kenapa?"
"Res, lo sibuk gak? Gue mau cerita," tanya Alya.
"Hmm enggak sih, lo mau cerita dimana?" ujar Resta disebrang sana.
Alya merebahkan tubuhnya kemudian menjawab, "Ditelpon aja deh, gue males keluar rumah."
"Hmm oke, mau cerita apaan sih emangnya?" tanya Resta penasaran.
"Lo pernah kepikiran gak tentang alasan Devan mutusin gue dengan cara selingkuhin gue sama si Melya sinting?"
Disebrang sana Resta terkekeh mendengar ucapan Alya.
"Ye, lo malah ketawa," kesalnya.
"Duh maaf Al, abisnya lo panggil si Melya pake ada sinting segala."
"Iya gue kesel aja sama tuh bocah."
Hening, tidak ada jawaban dari Resta hingga satu menit berlalu gadis itu kembali bersuara, "Iya Al, gue ngerasa janggal sama si Devan."
"Hah? Janggal kenapa?" tanya Alya.
"Gini loh, waktu itu dia selingkuh sama si Melya kan? Tapi gue gak pernah tuh liat dua manusia itu barengan, ke kantin atau anter pulang kayak pas sama lo, gak ada Al, astaga gue baru sadar," jelas Resta.
"Mungkin gak sih mereka backstreet?"
"Gak mungkin Al, gue tau betul si Devan, ya walaupun cuma sekilas pas dia sama lo sih. Tapi gue bisa simpulkan kalo Devan itu tipe cowok yang suka hubungannya dipublish, contohnya sekarang sama kak Dania, tuh satu sekolahan tahu kalo mereka jadian."
Alya menyimak dengan baik ocehan yang keluar dari ponselnya, dia jadi semakin yakin bahwa Devan sebenarnya tidak menyelingkuhinya, tapi mungkin sengaja ingin hubungan mereka berakhir tanpa mau Alya menanyakan alasannya.
Ya, mungkin saja Devan tahu lebih dulu mengenai mereka yang akan menjadi saudara tiri, maka dari itu Devan membuat drama seperti itu.
"Alya, hallo, lo dengerin gue gak sih?" tanya Resta disebrang sana.
"Hah? Iya, gue denger kok Res," sahut Alya.
"Lo masih mau cerita Al?"
Alya menimang-nimang, apakah dia harus memberitahu sahabatnya tentang kejadian semalam?
"Alya! Kebiasaan deh gak dijawab, gue nungguin lo nih, kalo lo gak mau cerita lagi gue-"
"Hubungan gue sama Ilham kayaknya gak bakal mulus Res."
KAMU SEDANG MEMBACA
You My Bucin [End]
Teen Fiction"Ilhamm...." "Ngomong apa? Cepetan!!" Gadis itu tersenyum lebar lalu mendekat lagi kearahnya. "Gue kayaknya suka deh sama lo, gue boleh ngejar lo gak Ham? " Sesaat dia terdiam menatap maniknya yang seakan terhipnotis. Namun beberapa detik kemudian d...