54. Keluarga

91 2 0
                                    

Ilham baru saja sampai setelah mengantar Alya pulang, dia langsung dikejutkan dengan pekikan yang dia yakini berasal dari Rayna. Dengan langkah lebar dia langsung masuk dan betapa terkejutnya ketika dia mendengar kebenaran dari mulut papanya.

"Ilham itu anak kakakku, Zeen! Kamu lupa?" bentak Zayn.

Ini adalah kali pertama Ilham melihat papanya membentak mamanya.

Zayn kembali bersuara, "Kenapa kamu selalu membenci Ilham? Padahal dia ponakan kamu Ray, kenap-"

"AKU BENCI DIA!!" teriak Rayna dengan lantang.

Ilham terdiam dibelakang Rayna, hatinya seperti tergores oleh ribuan belati. Dia pikir selama ini mamanya itu menyayanginya meskipun Ilham tahu bahwa dirinya hanya anak angkat.

"Aku sengaja bilang sama anak sialan itu kalau dia anak yang aku pungut dari panti!" ungkap Rayna.

Deg

Ilham tidak tahu apa alasan ibunya menyembunyikan kebenaran tentang kedua orang tuanya. Apa mungkin Rayna tidak mau dirinya menganggap bahwa oma adalah nenek kandungnya?

"Ray-"

"Jadi selama ini Ilham memang berasal dari keluarga ini?" tanyanya memotong perkataan Zayn.

Mereka menatapnya terkejut, Ilham tidak tahu harus bersikap seperti apa sekarang. Dia kesal, kecewa, dan rasanya ingin marah.

Hingga pada akhirnya bibirnya hanya bisa tersenyum dengan air mata yang mengalir, "Jadi, selama ini Ilham tinggal bareng sama paman dan bibi?" tanyanya.

Melihat Zayn yang mendekat kearahnya, dia langsung mundur menjaga jarak dari orang itu.

"Kenapa kalian gak bilang dari awal?" tanya Ilham kecewa.

Ilham menunduk, dia menulikan pendengaran dan membiarkan pertengkaran diantara ibu dan ayah angkatnya. Hingga dia memutuskan untuk berhenti menangis dan menghapus air matanya.

Dia mengangkat kembali kepalanya, ditatapnya Rayna yang tengah menangis sambil duduk dilantai dengan tangan yang menutupi wajahnya. Sebagai seorang yang pernah diberikan kasih sayang oleh orang itu, Ilham merasa sesak dihatinya dan tanpa bisa dicegah kakinya melangkah mendekat kemudian mendekap wanita yang tengah sesegukan itu.

"Maafin Ilham Ma, maaf kalau selama ini udah bikin hidup Mama menderita, kalau Mama bilang dari awal mungkin Ilham akan pergi dari rumah ini," ujarnya.

Tidak ada penolakan dari wanita itu, yang Ilham rasakan adalah tubuhnya yang semakin bergetar dan isakannya semakin mengencang.

Hatinya semakin berdenyut ngilu, hingga pada akhirnya dia berucap, "Mulai hari ini Ilham-"

"Jangan kemana-mana, Mama sayang kamu," potong Rayna.

Ilham melepaskan pelukannya, dia menatap Rayna bertanya, bukankah ibunya ini membencinya? Lantas mengapa dia tidak senang dengan kepergiannya?

"J-jangan pergi, nanti Zara nanyain kamu," tutur Rayna. Tangan wanita itu menangkup wajah Ilham yang sama sekali tidak berekspresi. "M-maafin Mama, harusnya Mama gak jahat sama kamu, Mama-"

Ilham tersenyum lalu menghapus pelan air yang masih menetes diwajah cantik ibunya. "Mama gak jahat, kalo Mama jahat mungkin saat ini Ilham bakalan tinggal di jalanan," potongnya.

Air mata Rayna semakin mengalir mendengarnya, "Maafin Mama udah jadi ibu yang buruk buat kamu."

"Mama adalah ibu terbaik, jangan pernah bilang sesuatu yang bikin hati Ilham sakit. Karena bagi Ilham, Mama adalah orang yang hebat dan Ilham sayang banget sama Mama."

Rayna memeluk putranya erat, dia menyesal terus-menerus iri pada keponakannya sendiri. Seharusnya dari awal dia jujur saja, mungkin saat ini mereka akan baik-baik saja.

"Mama! Papa! Abang Iam!!"

Seorang gadis berumur lima tahun berlari ke arah mereka berdua, gadis itu ikutan memeluk kakaknya serta ibunya.

"Kenapa kalian pelukan gak ajakin Zara? Padahal Zara suka pelukan," ucap gadis itu dengan nada kesal.

Zayn yang melihat itu ikut berjongkok kemudian membawa putri kecilnya itu kedalam pelukannya. "Zara mau papa peluk?" tanyanya.

Gadis itu terkekeh kemudian melingkarkan tangannya ke leher papanya. "Iya, mau banget! Soalnya Zara jarang banget dipeluk Papa."

Ada perasaan tak enak dihatinya, tanpa sadar dia membuat putrinya menjadi terbiasa tanpa kehadirannya. Zayn benar-benar ayah yang buruk.

"Maafin Papa ya sayang, mulai sekarang Papa janji bakalan nemenin Zara main terus," ucap Zayn dengan mata yang berkaca-kaca.

Gadis itu menggeleng, "Papa harus kerja! Kalo gak kerja nanti Zara gak bisa beli berbi," balasnya dengan bibir yang melengkung kebawah.

Ilham mendekati adiknya itu setelah Rayna melepaskan pelukan. Dia mencubit pelan pipi gembul adiknya. "Pikirannya berbi terus."

"Karena Zara itu cewek! Kalo Zara anak cowok mungkin nanti minta dibeliin mobil sama Papa, iya kan?"

Ketiga manusia itu menggeleng heran dengan jawaban ajaib yang keluar dari bibir mungil gadis itu.

*****

Saat ini Zayn, Rayna, Ilham juga Zara sedang berada di pemakaman tempat peristirahatan Zeen dan juga Haura, ayah dan ibu kandung Ilham.

Setelah kebenaran itu terungkap, Ilham meminta untuk diantar ke makam kedua orang tuanya keesokan harinya dan Rayna mengiyakan asalkan Ilham masih tinggal bersama mereka.

Ilham tak keberatan lagipula sepertinya sekarang Rayna benar-benar sudah menghapus rasa bencinya, dan dia juga tidak bisa berpisah dari adik kecilnya yang lucu itu.

Cowok jangkung itu berjongkok dimakan orang tuanya, ada perasaan sedih dihatinya ketika melihat nama yang tertera di nisan itu.

"Maafin Ilham, maaf baru bisa datang kesini nemuin ibu sama ayah," ucap Ilham lirih.

Zara yang berada dipangkuan Zayn menatap bingung pada kakaknya. "Abang Iam kenapa nangis Pa?" tanyanya.

" Sayang, abang Ilham itu sebenarnya sepupu kamu," ungkap Zayn.

"Bukannya abang itu kakaknya Zara?"

Zayn tersenyum kemudian menjawab, "Papa bohong, sebenarnya Ilham itu anak dari om kamu nak, tapi om dan tante udah gak ada karena kecelakaan pesawat."

Meski usia Zara masih lima tahun, gadis itu sudah paham betul apa yang dikatakan papanya. Jangan salah, bocah ini memiliki otak yang jenius dan itu berasal dari Rayna.

"Kasian ya abang Iam Pah," ujar Zara sambil menatap kakak laki-lakinya.

Zayn tersenyum pada putrinya, "Kalo Zara kasian sama abang, Zara harus hibur abang Ilhamnya."

Gadis itu mengangguk lalu Zayn menurunkannya, Zara langsung berlari dan memeluk Ilham dari belakang.

"Abang jangan sedih kan ada Zara," ucap gadis itu.

Ilham tersenyum lalu membawa gadis itu untuk duduk dipahanya. "Abang gak sedih kok," balasnya.

"Bohong, itu nangis." Zara perlahan menghapus sisa air mata dipipi kakaknya, kemudian gadis itu tersenyum lebar. "Abang harus senyum terus soalnya ada Zara disini, gapapa kok kalau abang bukan kakak kandung Zara, aku tetep sayang sama abang Iam."

Hatinya terenyuh, bocah ini benar-benar sangat pintar, Ilham yakin setelah dewasa nanti adiknya itu pasti akan menjadi putri sekolah, sudah baik jenius pula.

"Abang! Kenapa jadi diem sih?" teriak Zara kesal.

"Loh, Ilham lagi ngapain disini?"

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang