14. Kosan

331 13 0
                                        

Ilham menatap Alya dari atas sampai bawah, sepertinya gadis ini sedang kabur dari rumahnya terlihat dari tas yang dia gunakan begitu kembung seperti ikan buntal, sudah pasti isi tasnya adalah seragam sekolahnya.

"Lo diusir dari rumah kenapa? Gara-gara nilai lo bagus?"

Alya menyipitkan matanya menatap Ilham garang. "Heh! Mana ada nilai bagus diusir, yang ada kalo dapat nilai bagus tuh dimanja-manja."

"Nah lo kenapa keluar pake bawa tas kembung kayak gitu?" tanya Ilham lagi.

"Kenapa kepo banget sih? mending anterin Alya ke kosan."

Ilham mengerutkan keningnya. "Sejak kapan lo ngekos?"

"Sejak malam ini!" Alya semakin kesal dengan sikap Ilham yang seperti ini. "Mending cepet anterin Alya, ini udah malem." ujarnya.

Ilham pasrah saja, entah mengapa semakin hari dia semakin menurut dengan gadis menyebalkan ini.

"Yaudah ayok," ajaknya.

Ilham memakai kembali helmnya lalu menaiki motornya yang diikuti oleh Alya. Gadis itu langsung melingkarkan tangannya diperut Ilham membuat lekukan terukir dibibir cowok itu.

"Ilham ayok jalan."

Suara Alya menyadarkan dirinya yang tersenyum seperti orang gila, untung saja gadis ini tidak melihatnya karena dia memakai helm full face.

Semenit kemudian dia menyalakan motornya lalu berjalan sesuai arahan yang keluar dari mulut gadis yang duduk dibelakangnya.

"Lurus aja kalo ada belokan, belok kiri."

Ilham hanya diam sambil fokus mengendarai motornya sampai Alya bertanya, "kok bisa Ilham ada dikomplek perumahan Alya?"

"Gue mau ke rumah Irgi tapi malah nyasar."

Alya memang tahu kalau Ilham sering menginap di rumah Irgi yang letaknya bersebelahan dengan komplek perumahan Alya, tapi rasanya sangat tidak mungkin seorang Ilham kesasar apalagi dia sering ke rumah Irgi.

Gadis itu meletakan dagunya dibahu Ilham. "Kamu bohong ya? mana mungkin kamu lupa jalan padahal sering kamu lewatin."

Untuk beberapa detik Ilham mematung, entah mengapa didalam sana jantungnya begitu cepat memompa hingga membunyikan suara yang bisa terdengar oleh dirinya. Ilham menggerakan kaca spionnya ia melihat Alya yang cemberut, sepertinya gadis itu tidak mendengar detak jantungnya yang begitu cepat.

Ilham menghembuskan napasnya pelan. "Bisa gak sih lo jangan diem dipundak gue, gue risi."

Dia tahu, ini bukan risi tapi takut, takut jika Alya mendengarnya, bisa-bisa gadis ini melambung tinggi lalu dengan sekali tendang Alya jatuh dan duarr Ilham dicap sebagai cowok jahat. Tidak, jangan sampai terjadi karena jika sudah menjadi gosip bahwa dia jahat maka Melya tidak akan mau menjalin hubungan dengannya. Tolong ingatkan padanya bahwa dia ini menyukai Melya bukan Alya!

"Ngeselin! cuma gitu doang gak boleh," sungut Alya.

Gadis itu menurut, dia menegakkan tubuhnya namun tangannya masih setia melingkar ditubuh Ilham.

Beberapa menit dengan keheningan akhirnya mereka sampai ditempat tujuan. Alya turun lantas meninggalkan Ilham tanpa sepatah katapun membuat cowok itu mendengus. "Makasih!"

Alya membalikan badannya. "Sama-sama."

Ingin rasanya Ilham mengumpati gadis itu, tapi percuma saja toh manusia ini tidak akan peduli.

"Lo gak biarin gue mampir dulu?" tanya Ilham.

Alya yang kesusahan membuka kunci pintu mendengus lalu menendang pintu itu.

Brukkk....

Ilham benar-benar mengumpat sekarang karena suara yang ditimbulkan Alya. Untung saja kosannya ini tidak berdempetan jadi tidak begitu didengar orang-orang.

"Lo kenapa marah-marah sama pintu?" tanya Ilham yang kini sudah turun dari motornya. Cowok itu mengambil alih kunci yang berada ditangan Alya lalu memutarnya dan terbukalah pintu yang baru ditendang Alya.

"Thank, sekarang Ilham boleh pulang," usirnya.

Mata Ilham membola, kenapa gadis ini begitu menyebalkan

"Oke gue pulang dan lo gak usah minta numpang sama gue lagi, lo itu beban!"

Entah mengapa perkataan Ilham membuat ngilu hatinya, mungkin karena isinya sama seperti yang dikatakan oleh ayahnya.

"Gue ganti uang bensin lo nanti, udah sana pulang hush..., hush...."

Ilham yang lelah langsung pergi dengan sumpah serapah yang dia lontarkan dalam hatinya, hari ini benar-benar menyebalkan.

Matanya sudah tidak lagi melihat orang yang dia suka, lalu ia masuk dan langsung mengunci pintu kosnya. Alya menyisir ruangan yang bisa dibilang rapi untuk seukuran cowok SMA, sebuah kasur busa menempati setengah ruangan ini, ada sebuah meja kecil yang ditaruh gelas kosong serta baju-baju menggantung indah didinding. Tidak ada lemari, kulkas, ataupun barang lainnya, hanya ada sebuah gitar yang diletakkan disudut kasur.

"Nih orang kok bisa ya hidup ditempat kayak gini? kayaknya buat semalem aja gue gak bisa," cibir Alya.

Selain ruangan yang berisi tempat tidur ada satu lagi ruangan yang biasa disebut kamar mandi. Kamar mandinya begitu kecil hanya cukup untuk satu orang dan jangan lupakan gayung bentuk lope berwarna pink mengalun di bak yang kecil itu.

"Masa gue mandi pake gayung kayak gini sih, biasanya gue kan pake shower." Lagi-lagi Alya mengomentari keadaan kosan Devan.

Hanya ada dua ruangan dan itu cukup membuat Alya stres, sepertinya Devan ingin membuatnya tidak betah disini dan berakhir dia kembali ke kediamannya dengan wajah ditekuk dan kantung mata seperti panda karena tidak tidur yang cukup. Devan begitu tahu bagaimana menyiksanya, benar-benar kakak tiri yang pengertian.

"Baiklah ayo Alya kamu pasti bisa tidur," ucap Alya yang sedang membaringkan tubuhnya dikasur yang cukup empuk ditempati.

"Untung aja kasurnya gak bau, empuk juga," gumamnya.

Tanpa terasa dia kini sudah berlabuh dipulau kapuk membiarkan dirinya terlepas dari rasa sakit yang diterimanya didunia nyata.

Seseorang membungkus tubuh Alya dengan selimut bulu. Itu Devan, cowok itu lupa bahwa dikosannya tidak ada selimut maka dia mengantarkannya takut jika adiknya ini kedinginan. Dia tersenyum lalu mengelus rambut Alya sebentar sebelum kembali kerumah.

"Good night Al, semoga mimpi indah."

*****

"Huaaa! jam berapa ini astaga? ini selimut siapa coba yang gue pake? huh bodo amatlah mending mandi daripada terlambat!"

Pekikan dipagi hari menjadi sarapannya hari ini. Terbiasa dibangunkan oleh pembantu membuat Alya jadi kesiangan, gadis itu mandi 3 menit lalu kemudian memakai seragamnya. Jangan lupakan untuk menyisir rambut karena Alya tidak mau disangka singa kabur ketika dia berjalan di koridor sekolah, apalagi jika bertemu dengan Ilham. Pastinya Ilham akan il feel padanya.

Alya menggendong tasnya lalu memutar kunci kemudian membuka pintunya, hal yang mengejutkan pun terjadi.

Seorang gadis tengah berdiri didepan pintu kosnya, mata gadis itu menatapnya dari atas sampai bawah sambil menerka apa yang sedang dilakukannya di kosan Devan.

"Al kamu ngapain disini?" tanyanya.

Alya menggeleng panik. "E-enggak Kak, aku cuma sendirian kok disini, sumpah deh Kak Dania aku sendirian."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang