55. kehancuran dimulai

120 3 0
                                    

Dua remaja itu menatap seorang gadis dengan wajah bingung, pasalnya dengan tiba-tiba gadis itu meletakkan ponselnya didepan mereka berdua, dengan penasaran keduanya melihat foto yang terpampang dilayar ponsel itu.

"Lo dapet foto ini darimana?" tanya gadis berambut bergelombang itu.

"Keberuntungan yang bawa gue ke tempat dia kerja," balasnya dengan senyum mengembang.

Cowok yang duduk disebelah gadis yang bertanya tadi mengernyitkan dahinya, "Buat apa lo kasih foto ini ke kita? Gak ada untungnya juga."

Hening, suasana cafe mereka saat ini memang sedang sepi karena dengan tiba-tiba pemiliknya menutup cafe lebih awal padahal ini baru jam setengah sembilan malam.

"Gue bingung apa yang lo rencanain Clarissa."

Cowok disebelahnya berdecak, "Dia bukan Clarissa, dia Nara," ucapnya.

Melya menatap sahabatnya itu sebal, "Mereka itu orang yang sama, gak usah sok bego deh  Ga."

Clarissa atau yang kerap dikenal dengan sebutan Nara itu terkekeh pelan kemudian dia menyilangkan kedua tangannya didada lantas menatap kedua bidaknya dengan serius.

"Gue pengen Angga hack sosial medianya Alya, dan lo upload foto itu," jelasnya, Nara kini mengalihkan atensinya pada Melya. "Dan tugas lo Mel, lo cukup bikin caption dengan sebaik mungkin dan sepedas mungkin, gue percaya sama lo," lanjutnya.

Angga menatap gadis itu acuh, dia sama sekali tidak tertarik dengan pembahasan konyol ini, dia memundurkan kursinya hendak pulang.

"Mau kemana?" tanya Melya sambil menahan bahu cowok itu.

"Pulang," balasnya singkat.

"Lo yakin gak mau bantu gue?" tanya Nara sambil menyunggingkan senyumnya. "Padahal ini kesempatan emas biar lo bisa deketin Resta, bukannya lo suka banget ya sama dia?"

Melya menatap sedih pada Angga yang kembali duduk. Ternyata pengaruh Resta dalam hati sahabatnya itu begitu besar, padahal selama ini dialah yang selalu ada untuknya kenapa malah gadis asing itu yang menjadi pemenangnya?

"Oy! Ngapain lo liat-liat gue?" tanya Angga membuat gadis itu terkejut.

"Hah? Gue? Liatin lo? Sorry gak minat!"

Nara rasanya ingin mengatakan sejujurnya pada Angga, namun sepertnya itu tidak akan baik untuk rencananya jadi sepertinya dia akan membiarkannya saja.

Brakk

Meja dipukul kuat oleh Nara membuat kedua manusia itu berhenti berdebat dan menatapnya takut.

"Gue pengen kalian selesaikan tugas ini malam ini juga, gue pengen besok pagi sekolah heboh dengan postingan terbaru si tunangan kesayangan Ilham itu," jelas Nara dengan wajah datar.

Melya dan Angga sudah tidak terkejut dengan kata 'tunangan' lantaran Nara sudah memberitahu mereka sejak tiga hari yang lalu.

"Wait, sejak kapan Angga bisa ngehack? Gue yang sahabatnya dari lama juga gak tau tuh," tanya Melya bingung.

Angga menyentil dahi gadis itu membuatnya meringis. "Makanya lo harus kenal gue lebih jauh, jangan cuma tau gue anak beasiswa doang!" balasnya.

"Gak sengaja gue buka hpnya Angga jadi gue tau," sahut Nara menjawab pertanyaan Melya.

Gadis itu mengangguk paham, "Oke, lo tinggal kirim aja fotonya ke Angga dan lo tinggal tahu kehebohan besok aja," jelas Melya.

"Thanks, my bestie."

*****

Gadis itu melangkahkan kakinya memasuki halaman sekolah. Hari senin kali ini tidak seperti biasanya, orang-orang menatapnya padahal dia yakin bahwa dia sudah merapikan rambut serta seragam sekolahnya dengan benar.

Dia merasa risi dengan tatapan orang-orang padanya karena semakin dia melangkah masuk semakin banyak pula orang yang menatapnya aneh.

"Orang-orang kenapa dah? Perasaan gue gak dandan menor deh." Dia bergumam mencari-cari tahu apa yang salah darinya.

Dia terhanyut dalam pemikirannya hingga dua orang siswi menghalangi jalannya.

Dia menatap bingung pada kedua gadis itu, "Kenapa kalian halangin jalan gue?" tanyanya.

Gadis berkuncir kuda itu tersenyum sinis, "Duh Resta yang gayanya kayak orang kaya ternyata cuma kerja jadi pelayan cafe ya? "

"Maksud lo apa Tyas?"

Jantung Resta berdetak dengan cepat, pertanyaan muncul dibenaknya, bagaimana mereka bisa tahu tentang pekerjaannya?

"Udahlah jangan pura-pura bego Res, kita semua disini tahu kok kebenarannya." Gadis beralmamater abu tua itu menyahuti ucapan Resta.

"Kalian tahu apa soal gue?" tanya Resta marah.

Tyas bersedekap dada kemudian menatap temannya. "Jiya, kasih lihat gih."

Gadis itu mengangguk kemudian mengeluarkan ponselnya, dengan cepat dia menggulir layar itu sampai menemukan foto yang dimaksud lantas memperlihatkannya pada Resta.

Mata Resta terbelalak, semua ini mustahil dan dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Gimana?" tanya Tyas. "Lo pasti gak percaya kan? Kita semua juga sama kok. Tapi ternyata ini semua nyata, ternyata sahabat lo satu-satunya itu juga fake-"

"Tutup mulut sampah lo!" teriak Resta.

Tidak, dia tidak rela jika ada orang mengatakan sesuatu yang buruk tentang Alya meskipun saat ini dia juga tidak percaya pada gadis itu.

"Wow, padahal udah jelas sahabat- eh maaf ralat, PENGHIANAT itu udah buka aib lo," ujar Jiya.

Resta tidak bisa berkata apapun lagi, saat ini dia ingin menemui Alya dan meminta penjelasan pada gadis itu. Hatinya benar-benar sakit apalagi setelah membaca caption foto itu.

"RESTA!"

Gadis itu membalikkan tubuhnya, ditatapnya seorang cowok sedang berlari ke arahnya dengan tatapan khawatir.

"Lo gapapa Res? Gue-"

"Lo juga tahu?"

Gery diam, dia menatap mata yang begitu penuh dengan kekecewaan. Dia terluka ketika gadisnya terluka, dia paham pasti akan sangat sulit bagi Resta menghadapi hari ini.

"Gue bakalan jalan sama lo dan tutup telinga lo biar lo gak denger mereka ngomong," ujar Gery dengan sungguh-sungguh.

Resta menggeleng, "Gak perlu, gue udah terbiasa kok."

Gadis itu membalikkan tubuhnya lalu kembali berjalan menuju ke kelasnya. Dia menulikan pendengarannya sepanjang jalan namun tetap saja suara itu dengan halusnya masuk ke pendengarannya kemudian terhanyut kedalam hatinya.

"Lihat deh itu anaknya si pengusaha licik itu kan?"

"Hah iya gue baru sadar kalo dia satu sekolah sama kita."

"Untung banget sekarang pengusaha itu udah-"

Suaranya menghilang bagaikan tersapu angin, dia memutar kepalanya kemudian mendongak menatap sang pelaku yang menutup indra pendengarannya.

"Buat apa?" tanya Resta dengan nada sendu. "Buat apa lo tutup kuping gue? Gue mau denger omongan mereka, gue-"

"Lo gak perlu dengerin omongan orang yang bikin hati lo sakit Res," potong Gery.

Resta terdiam, dengan kasar dia melepaskan tangan cowok itu dari kedua kupingnya. "Gue gak perlu!"

"Dih caper banget anak koruptor!"

"Makan duit haram dia."

"Untung si pengusaha korupsi itu meninggal."

"Konteksnya apa kak!"

"Bokapnya habisin duit perusahaan buat selingkuh hahaha..."

Resta menggeleng dengan mata yang berair. "Nggak, bokap gue bukan koruptor! Bokap gue gak selingkuh!"

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang