72. Gue suka sama lo

100 3 0
                                    

Angga meletakkan seragam kerjanya di atas meja, kemudian dia berkata, "Gue resign."

Melya dan Nara menatap cowok itu tak percaya.

"Lo serius Ga? lo mau ninggalin gue?" tanya Melya.

"Kita masih bisa ketemu di sekolah," balas Angga acuh.

"Tapi di sekolah kita gak pernah tegur sapa,"

"Lagipula kita bukan siapa-siapa."

Gadis itu terdiam, ada rasa sakit di hatinya ketika Angga mengatakan itu tapi memang benar adanya mereka ini bukan siapa-siapa, tapi apakah perasaannya selama ini tidak akan pernah bisa dibalas olehnya?

"Kenapa lo resign? lo bakalan makan darimana?" tanya Nara tanpa memikirkan perasaan lawan bicaranya.

"Gue ikut bokap jadi gue gak bakalan mati kelaparan kalaupun gue gak kerja di restoran lo ini," balas Angga ketus.

Cowok itu hendak pergi namun dengan cepat Melya memegang pergelangan tangannya.

"Kenapa tiba-tiba lo resign?"

Nara memegang pundak Melya kemudian tersenyum miring. "Dia patah hati karena rencananya buat deket sama pujaan hatinya gagal, so dia gak punya lagi niatan buat bertahan hidup atau dengan kata lain dia-"

"Tutup mulut lo!" teriak Angga marah. "Jaga bicara lo, gue gak takut sama manusia kayak lo Nar, gue emang gak bisa dapetin Resta tapi bukan berarti gue mau bunuh diri cuma gara-gara cewek," ungkapnya tak terima.

"Do you know me? I know everything," ucap Nara dengan senyum di wajahnya. "Gak ada yang gue gak tahu Ga, semua orang yang berhubungan sama rencana gue, gue tahu termasuk gangguan mental lo," lanjutnya.

Angga diam dengan ucapan gadis itu, dia benar-benar sudah malas berhubungan dengan Nara manusia yang tidak bisa menjaga privasi orang lain.

"Gue gak tau apa yang lo omongin, gue pergi!"

"Wait! I hope that we will meet again without the incision in your hand, jangan nyakitin diri sendiri Ga, gak baik," ujar Nara sebelum cowok itu benar-benar pergi.

Untuk beberapa saat Melya memandangi punggung Angga yang mulai menjauh dari tempatnya hingga ketika cowok itu mendorong pintu cafe, dia berlari menyusulnya dengan sekuat tenaga.

"Tunggu!" teriak Melya membuat Angga mengurungkan niatnya untuk membuka pintu kaca itu.

"Kenapa lo lari? dari tadi lo diem aja kenapa sekarang-"

"Gue suka sama lo!" potong Melya yang masih mengatur napas juga detak jantungnya.

Angga diam mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh temannya barusan, hingga dia sadar kemudian tertawa.

"Hahaha, lawakan lo garing banget sih, lo suka sama gue? yakali Mel," balas Angga dengan tawa yang belum mereda.

"Gue beneran suka sama lo," tegasnya sambil menatap mata cowok itu. "Gue tau lo suka sama Resta, tapi gue juga bingung kenapa hati gue terus-terusan suka sama lo padahal hati lo udah milik orang lain."

Akhirnya setelah sekian lama Melya bisa mengatakan isi hatinya, dia tidak peduli mau Angga menerimanya atau tidak, dia tidak peduli. Yang penting saat ini hatinya sudah lega karena sudah mengatakan yang sebenarnya.

"Gila lo, omong kosong apalagi yang lo ucapin? lo mau gue bertahan kerja disini?" Cowok itu menggeleng. "Enggak Mel, gue gak sebodoh itu buat terus nyakitin diri gue," ucapnya.

"Jadi selama ini kerja bareng gue itu nyakitin diri lo?"

"Gue pusing nyari duit, gue lebih baik berdamai sama bokap gue dan hidup enak," balas Angga.

Gadis itu menunduk menerima kenyataan karena segala hal yang dia temui hanya soal uang, Angga memang sama dengannya yang dulu selalu ingin merebut posisi Alya, tapi dia sadar hidup bukan hanya tentang uang tapi cinta juga perlu.

"Lo gak usah kenal gue lagi, kita bukan siapa-siapa dan kalau lo beneran suka sama gue, mending lo apus tuh perasaan gila lo," celetuk Angga kemudian pergi meninggalkan Melya yang masih diam.

Sampai saat ini dia masih berpikir kenapa Tuhan selalu memberikannya ujian, kedua orang tuanya tidak menganggap dirinya, sekarang Angga pun sama. Mungkin benar, seharusnya hanya Alya saja yang hadir dan dia tidak ada di dunia ini.

*****

"Gue balik duluan ya," teriak Irgi pada teman-temannya.

"Tumben lo gak abisin makanannya," sahut Erik.

Irgi menunjuk ke ponselnya, "nyokap gue suruh beliin burger, gue gak mau dikutuk jadi batu makanya gercep," balasnya.

"Alhamdulillah temen kita udah waras," ujar Gery sambil terkekeh.

"Bacot lo! udah ya gue tinggal," ucap Irgi.

Kedua temannya hanya mengangguk membiarkannya pergi.

Irgi melajukan motornya keluarga dari pekarangan rumah Gery, tujuannya saat ini adalah Burger Queen, makanan kesukaan mamanya.

Setelah membeli cowok itu langsung melajukan kembali motornya menuju ke rumah. Namun tanpa di sangka di perjalanan dia melihat seseorang yang dikenalnya sedang diam di pinggir jembatan, karena dia penasaran lantas dia meminggirkan motornya untuk menyapa orang itu.

"Hai si manis jembatan Ancol," sapa Irgi dengan nada jahil.

Gadis itu berbalik menatapnya sebal. "Ngapain lo disini? gue males ketemu sama lo terus kek gal ada manusia lain aja," omelnya.

Irgi turun dari motornya sambil menenteng kantung berisi pesanan mamanya.

Dia memberikan kantung itu pada gadis di depannya. "Nih makan biar lo gak marah-marah terus," ucapnya.

"Gak, makasih," tolak gadis itu.

"Beneran gak mau? ini burgernya enak banget tau, cobain deh pasti lo gak bakalan badmood lagi." Irgi mendekatkan kantung itu tepat di wajahnya. "Makan ya Melya cantik," ucapnya.

Dengan terpaksa Melya mengambilnya meski dengan hati yang kesal. Berhubung perutnya keroncongan akhirnya dia memakan habis burger itu sambil menatap pemandangan air sungai yang mengalir di bawah.

"Makasih," ucap Melya setelah menghabiskan makanannya.

Irgi tersenyum. "Sama-sama, lain kali kalau ketemu gue tuh senyum jangan ngomel, nanti gue cari cewek lain tau rasa lo," balasnya.

"Dih, emang gue peduli? gak kali! emang kita siapa?" tanya Melya sinis.

"Otw couple."

Irgi terkekeh mengingat kejadian beberapa menit lalu, rasanya senang melihat wajah kesal Melya, dia jadi ingin menjahilinya lagi. Semoga saja nanti Tuhan memberikan kesempatan pada Irgi untuk kembali bertemu dan menjahilinya lagi.

"Assalamu'alaikum, anak ganteng pulang!" teriak Irgi ketika memasuki rumahnya.

"Waalaikumsalam, gimana kamu beli pesenan mama kan?" sahut Amora dengan wajah senang.

Irgi mengembangkan senyumnya, "Enggak."

"Loh, kenapa kamu gak beli? mama kan-"

"Tadi Irgi beli-" Cowok itu merangkul bahu Amora, "tapi kan ma, Irgi udah kasihin ke cewek," lanjutnya.

Amora menatap kesal pada putra sulungnya. "Kamu ini jahat, mama gak suka!"

"Ceweknya itu calon mantu mama loh, kalau dia kelaperan terus mati nanti mama gak punya mantu."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang