Hari senin, seperti biasa Alya dan Resta diam dibarisan paling akhir, katanya biar bisa ghibah tanpa ketauan.
"Lo udah sembuh Al?" tanya Resta sedikit merendahkan suaranya.
"Lo liat sendirilah, gimana keadaan gue," jawab Alya tanpa menatap sang lawan bicara.
Upacara bendera sudah dimulai beberapa menit yang lalu, namun kedua remaja itu masih saja berisik mengobrolkan hal yang tidak diperlukan.
"Kalian berdua bisa diem gak sih? gue takut dihukum kalo kalian berisik terus," sungut seorang gadis bertubuh gempal.
Namanya Gamala, sekretaris kelas XI Mipa 3, dia galak dan taat peraturan tapi anehnya setiap upacara selalu ingin diam di barisan belakang dekat dengan Alya dan Resta.
"Berisik lo gendut! lagian mereka lagi nyanyi lagu Indonesia Raya, gak bakalan kedengeran," balas Alya.
Gamala mendengus, gadis itu masih mempertahankan sikap tegap sambil menghormat kearah bendera. Namun bukannya fokus, dia malah meladeni Alya.
"Lo harus hormat, ini lagi upacara loh, gaada penghormatan banget lo jadi masyarakat," cibirnya tanpa berkaca.
Alya dan Resta diam saat merasa diperhatikan dari belakang, keduanya serentak ikutan menghormat kearah bendera dengan khidmat.
Gamala yang heran lantas menoleh kearah dua gadis remaja itu, namun yang ditemukannya bukan hanya kedua gadis itu tetapi seorang guru killer yang mengajar pelajaran olahraga sedang berdiri tegap di belakang Alya dan Resta. "Mampus gue!"
"Kenapa kamu lihat-lihat saya? naksir kamu sama saya?!" tanya pak Jarot galak.
Gamala langsung kembali fokus menghadap kearah tiang bendera dan berharap dalam hatinya semoga dia tidak dihukum setelah upacara selesai.
Sayang sekali harapan Gamala pupus, karena saat ini dia dan kedua bocah yang mengobrol ria tadi dihukum untuk menghormat pada tiang bendera sampai jam istirahat pertama. Benar-benar hari yang buruk baginya, salahnya juga sih karena ikut campur dengan Alya.
"Semua ini gara-gara lo!" tuduh Gamala pada Alya.
Alya melotot galak pada gadis itu. "Heh gendut! kok jadi nyalahin gue sih, itu salah lo sendiri ngapain ceramahin gue!"
Resta hanya bisa pasrah sambil mempertahankan sikap hormat yang menghadap kedepan menatap tiang bendera. Dia berharap agar tidak ditambah hukuman karena perdebatan unfaedah dari kedua gadis di sampingnya.
"Lo bisa gak sih jangan sebut gue gendut terus! gue ini montok bukan gendut," ujar Gamala tak terima.
Alya terkekeh lalu menepuk bahu Resta yang terlihat tidak berminat untuk bergabung dalam perdebatannya. "Hei Res, katanya dia gak gendut tapi, mon ntokk!"
Resta memutar bola matanya malas. "Udah deh Al, jangan bikin ribut sama Gamala nanti lo dikasih alpa tiap hari mampus!"
"Dengerin tuh kata sobat lo!"
Alya mendelik menatap Gamala yang sedang membanggakan diri.
"Ihh, Resta lo gak boleh bikin si gendut ini melambung tinggi nanti nabrak burung repot!"
Gamala berkacak pinggang, dia sudah tidak peduli dengan hukumannya. "Apa lo bilang?"
"Lo gendut kayak gorila!"
Wajahnya semakin memerah, entah apa yang dipikirkan oleh Gamala bisa-bisanya meladeni Alya yang notabenenya murid bermasalah di SMA Pertiwi. Jelas dia juga akan ikut terseret dengan masalah.
"Lo kayak mayat idup! kurus, kering, bibir kayak mumi!"
Mantap, sekali ngomong Gamala bisa membuat seorang Alya tersentil hatinya.
"Jahat banget lo Gamala!"
"KALIAN IKUT SAYA BERESKAN GUDANG SEKARANG!"
*****
Wajah Alya ditekuk, sedangkan Resta mengelus pundak Alya menyemangati. Saat ini keduanya sedang menuju halte bis sekolah.
"Makanya lo jangan ladenin omongan orang yang lagi sama-sama dihukum jadinya nambah kerjaan kan?" omel Resta.
"Gue capek banget Resta astaga, tubuh gue lemes rasanya mau meninggoy," keluh Alya.
Untung saja mereka sudah sampai di halte dan duduk di sana sambil menunggu bis datang.
"Huh, gak sekali-kali lagi gue ngomong sama si gend-"
"Gendut, gendut, nanti lo dibikin alpa sebulan mampus!" potong Resta.
Gamala memang bertugas mengisi absen, siapapun yang membuatnya kesal akan dia centang dikolom tanpa keterangan selama seminggu atau sebulan padahal orangnya rajin ke sekolah. Kejam? memang begitu nyatanya.
"Iya deh gak lagi gue," pasrah Alya.
"Tumben lo gak dianterin sama Ilham?" tanya Resta ketika menyadari sesuatu yang aneh.
"Gue pengen pulang sendiri."
Resta mengerutkan dahinya. "Kok bisa lo punya keinginan datar gitu, biasanya juga nempel terus sama pacar lo yang terpaksa menjadi pacar itu."
Alya mendengus mendengar penuturan sahabatnya. "Gue gak maksa ya! tapi dianya yang menawarkan diri."
"Mana ada Ilham mau punya pacar, dia kan ambis banget."
Disaat asyik mengobrol sebuah bis berhenti dihadapan mereka.
"Gue duluan ya Res," ujar Alya.
"Tapi itu bukan bis ke arah rumah lo Alya."
"Sengaja, gue mau main dulu."
Resta berdecak. "Ck, pantes lo gak dianter pulang , ternyata lo mau ketemu sama simpanan lo ya?" tuduhnya.
"Ngadi-ngadi, gak ada sejarahnya seorang Alya selingkuh! Udah ah, gue duluan bye."
Alya masuk kedalam bis menyisakan Resta yang duduk sendirian. Entah angin darimana tiba-tiba Gery ada di hadapannya sambil membawa motor gedenya.
"Pulang yuk, udah sore nih gak bakalan ada bis lewat juga," ujarnya.
Resta menghembuskan napas pasrah, pada akhirnya dia ikut pulang dengan Gery tanpa berpikir dua kali. Hubungan keduanya memang masih sama seperti sebelumnya, namun kali ini Resta ingin sedikit membuka hatinya untuk calon suaminya dimasa depan itu. Mungkin.
Beralih pada Alya yang sedang menutup matanya berharap segera sampai pada tujuannya. Hari ini Alya akan ke rumah sakit tempat Vian bekerja. Tentu saja untuk mengecek kondisi tubuhnya agar dokter bawel itu tidak terus mengirim pesan pengingat pada Alya untuk melakukan tes.
Sepulang Alya dari rumah sakit kemarin, Vian selalu mengirim pesan padanya, entah itu lewat whatsapp, Ig, sms, pokoknya segala aplikasi yang memuat pesan yang terhubung dengan Alya, Vian menerornya terus menerus membuat Alya pusing sendiri.
Akhirnya setelah beberapa menit berlalu bis berhenti di rumah sakit Sekar Wangi. Alya turun dengan wajah ditekuk, kemudian dia melangkah dengan cepat agar bisa segera sampai ke ruangan Vian.
"Sore Alya," sapa Vian dengan senyum manis.
"Cepet lakuin tesnya, gue mau pulang capek!" ketus Alya tanpa basa basi.
Vian terkekeh lalu menuntun Alya ke ruangan tes, dia berharap tidak ada penyakit berbahaya yang hinggap di tubuh sepupunya.
"Kamu jangan marah-marah terus Al, bisa-bisa kena darah tinggi," cibir Vian.
"Gak usah memperlambat ya dokter Vian, Alya mau segera pulang."
Vian menggeleng melihat tingkah sepupunya yang sudah berubah menjadi gadis pemberani dan galak.
Tanpa mereka sadari ada seorang gadis yang melihat kedekatan keduanya. "Alya? ngapain dia disini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
You My Bucin [End]
Ficção Adolescente"Ilhamm...." "Ngomong apa? Cepetan!!" Gadis itu tersenyum lebar lalu mendekat lagi kearahnya. "Gue kayaknya suka deh sama lo, gue boleh ngejar lo gak Ham? " Sesaat dia terdiam menatap maniknya yang seakan terhipnotis. Namun beberapa detik kemudian d...