42. Penguntit

166 7 0
                                        

Cowok itu terus mengikuti langkah gadis didepannya dengan pelan, terkadang dia juga harus berpura-pura melakukan kegiatan lain atau bersembunyi dibalik semak. Itu semua dilakukan agar dia tidak ketahuan oleh sang empu yang sedang ia ikuti.

Dengan cepat dia bersembunyi dibalik tembok ketika gadis itu berhenti berjalan, setelah beberapa detik berlalu dia kemudian keluar dari persembunyiannya. Matanya mencari-cari gadis yang sedang ia ikuti, namun tidak ada siapa-siapa di depan sana.

Dia berlari mencari-cari gadis itu, namun tidak ada satupun petunjuk yang mengarah pada sosok gadis itu, dia kehilangan jejak.

Plak

Sebuah tepukan dibahunya membuat cowok itu terlonjak kaget. Jantungnya hampir copot, untung saja dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

"Nyari siapa?" tanya orang yang membuatnya kaget barusan.

Cowok itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sial sekali dia, baru saja menguntit dia langsung ketahuan. Memang sangat tidak cocok untuk menjadi mata-mata.

"Eunghh, anu-- gue lagi nyari--" Cowok itu berpura-pura mencari sesuatu dilantai yang bahkan orang buta pun tahu disana tidak ada apa-apa, hanya ada kotoran bekas injakan kakinya saja.

Sang gadis berdecak melihat kelakuan absurd manusia di depannya. "Lo nyari gue ya?"

Cowok itu menegakkan tubuhnya lantas menatap lawan bicaranya dengan remeh, " Dih, gak ada kerjaan banget nyariin lo, kenal aja gue kagak!"

Dia harus tetap berpura-pura tidak tahu meskipun dirinya sudah tertangkap basah.

"Udah deh kak, gak usah pura-pura kalo lo ngefans sama gue bilang aja gak usah gengsi gitu."

Cowok itu cengo, dia dianggap fans? Padahal dia membuntutinya karena melakukan tugas, bukan ngefans. Tingkat kepedeannya begitu tinggi, bahkan lebih tinggi darinya.

"Jujur deh kak, gue tau lo ngikutin dari awal gue keluar kelas sampe sekarang," ujarnya.

"Dih, dengerin gue ya. Lo emang dede emesh, tapi yakali gue ngikutin lo, kek gaada kerjaan aja gue. Gak usah kepedean dek, malu dong, malu...." Cowok itu nembela diri.

Gadis itu bersedekap dada lantas menatapnya tajam. "Udah deh gak usah cari alesan, gue ini cewek kak, dan cewek selalu benar, udah ngaku aja kalo lo itu ngefans sama gue makanya lo buntu-"

"Stttt," Cowok itu membekap mulut gadis itu dengan tangannya. "Berisik! Lo bawel banget kayak si monyet, kucing peliharaan gue yang kalo pengen makan ngeong ngeong terus sampe gue pingsan dengernya."

Dia melepas kasar tangan yang ada dibibirnya. "Sialan lo kak! Gak punya kaca lo? Ngomong lo itu udah kayak burung beo tau! gak ada koma sama titiknya."

Kepalanya pusing mendengar celotehan cewek itu, dia benar-benar mirip dengan ibunya yang sedang mengomel.

"Nah lo diem, berarti lo beneran ngefans sama gue. Udah deh jujur aja gak usah malu."

Gadis itu menyandarkan tubuhnya ke tembok dengan tangan yang disilangkan didada, dia sedang menunggu jawaban dari cowok yang sepertinya adalah kakak kelasnya.

Waktu berlalu cowok itu tidak juga menjawab, gadis itu kesal sendiri akhirnya dia kembali bersuara. "Woy! Ngomong dong, lo-"

"Alya! Astaga, lo kenapa lama banget sih? Gue udah tungguin lo dilapang, lah lo malah keluyuran disini, ngapain?"

Gadis itu Alya, dia menatap sahabatnya yang tiba-tiba datang mengomel.

"Iya santai astaga, gue juga gak bakalan lama kalo gak ada nih cowok tukang nguntit!" jelas Alya sambil menatap cowok itu tajam.

Resta mengikuti arah pandang Alya, yang berakhir pada seorang cowok berhidung mancung, beralis tebal dengan rambut gondrong, jangan lupakan seragam sekolahnya yang acak-acakan.

"Loh, kak Aldian? Ngapain ikutin Alya?"

Gadis itu menatap sahabatnya penuh tanya. "Lo kenal sama nih cowok?"

Resta mengangguk. "Kenal dong, dia kan emang famous, lah lo gak kenal Al?"

Alya menggeleng. "Enggak tuh, denger namanya aja baru."

"Astaga Alya, kak Aldian ini tuh murid yang pernah bawa piala emas dibidang seni lukis, lo gak tau apa? Karya-karyanya itu best banget gila, indah banget, gue jatuh cinta banget sama karyanya." Resta menceritakan kelebihan cowok itu dengan wajah berbinar.

"Pantes nih cowok gak mau ngaku fans, ternyata dia lebih terkenal dari gue, astaga malu gue!"

"Nah, jadi disini siapa yang fans?" cibir Aldian dengan senyum yang menyebalkan.

Resta malah mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil mengigit bibir bawahnya. "Aku kak! Aku ngefans banget sama kakak."

"Impian aku pengen dibuat lukisan sama kakak, woah pasti bakal cantik banget deh kak, terus pas udah selesai kakak kasih tanda tangan."

Alya menggeleng heran, Resta yang galak ternyata bisa sealay ini hanya karena kagum dengan seseorang. Dia jadi penasaran secantik dan seindah apa lukisan yang dibuat cowok ini sampai-sampai sahabatnya begitu memuja cowok penguntit ini.

"Ehmm, lain kali ya, gue sibuk banget kalo sekarang." Aldian membalas ucapan Resta sambil tersenyum ramah.

"Sibuk apaan lo?"

"Sibuk buntutin lo."

*****

Dia tidak habis pikir, ternyata cowok itu malah dekat dengan pacarnya.

"Al, kamu gak mau kenalan sama kak Aldi? Dia itu hebat banget loh, btw aku belajar lukis sama dia makanya disetiap pelajaran lukis aku selalu dapet nilai bagus," ujar Ilham.

Mereka saat ini sedang duduk dipinggir lapangan menyaksikan pertandingan bola sambil berbincang.

"Ogah, ngapain kenalan sama cowok lain, aku kan udah punya kamu," balas Alya dengan nada manja.

Aldian menatap sebal ketika Alya menyandarkan kepalanya di pundak cowok itu.

"Iya menjalin silaturahmi, siapa tahu nanti kamu butuh, lagian nilai sbk kamu kecil tau, lukisan kamu jelek," ucap Ilham jujur.

Alya otomatis menegakkan tubuhnya dan menatap pacarnya sambil cemberut. "Kok Ilham jahat sih bilang lukisan Alya jelek."

"Emang jelek, gak bisa diselametin lagi."

"Jahat ih! Gak like sama kamu!"

Alya ngambek, dia memutuskan untuk berganti tempat duduk ke sebelah Aldian, karena hanya itu tempat yang kosong

Kemudian Alya mengulurkan tangannya pada Aldian, membuat cowok itu menaikan alisnya. "Apa?"

"Kenalan!" jawab Alya ketus.

Aldian mengangguk lalu menjabat tangan Alya dengan senyum mengembang. "Aldian Adefiano, panggil aja Aldi."

"Alya maheswari, panggil Alya aja jangan panggil sayang soalnya itu khusus buat Ilham. Tapi, dipikir-pikir boleh juga sih panggil sayang soalnya diri ini berpotensi untuk mencari selingkuhan."

Ilham yang mendengar itu langsung berdiri dan menarik tubuh Alya. "Jangan macem-macem kamu Al, gak ya, kamu gak boleh punya pacar selain aku."

"Gak mau, kamu suka julid!"

"Aku gak julid Alya, tapi aku jujur,"

Alya mengerucutkan bibirnya. "Tetep aja kamu jahat, aku gak like!"

"Gue mau Al, jadi selingkuhan lo."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang