Mentari kembali menyapa, namun kali ini sinarnya tak menghangatkan yang ada hanyalah rasa dingin dan gelap menyerang hati dan pikirannya. Bagaimana tidak? hari ini laki-laki yang dia cintai akan menikahi wanita lain, mungkin tidak akan ada jalan lagi untuk dia memiliki dirinya.
"Alya, lo gapapa?" tanya Erik.
"Gapapa," balas Alya tanpa menatap sang lawan bicara.
Sepupunya itu menghela napas. Pagi-pagi sekali sebelum matahari muncul Alya menelponnya, dia menyuruh Erik untuk menemaninya lantaran Devan sedang tidak bisa diganggu.
Merasa bosan, Alya dan Erik memilih untuk menunggu matahari terbit di taman rumah sakit. Selama setengah jam Alya memandangi langit tanpa menunduk dan selama itu juga Erik menatap sepupunya dengan sendu.
"Lo kalo ada masalah bilang Al, apa gunanya gue disini coba," ujarnya.
"Gue kalah," kata Alya. Dia mengalihkan pandangannya pada Erik. "Ilham udah bukan milik gue bahkan sampai kapanpun," lanjutnya.
"Kenapa? lo masih bisa kok buat bersanding sama Ilham,"
"Bagaimana bisa Rik? hari ini dia bakalan nikah,"
Deg
Erik terkejut, kenapa sahabatnya itu tidak memberitahunya bahwa dia akan menikahi Nara hari ini, apa dia bukan lagi sahabatnya?
"Tolong buang cincin ini Rik," pinta Alya sambil memberikan cincin yang dipasangkan oleh Ilham beberapa waktu lalu.
"Lo gak boleh buang ini Alya, kalo kepercayaan lo hilang maka sampai kapanpun lo gak bakal bisa bareng sama Ilham," ucap Erik.
Gadis itu mengerutkan keningnya. "Kepercayaan apa lagi? gue sama Ilham udah berakhir."
"Gak ada yang berakhir antara lo dan Ilham, cukup lo percaya sama gue dan kita berangkat ke rumah Nara sekarang,"
"Hah? lo gila Rik? buat apa gue je rumah Nara?"
Cowok itu berdecak kesal, "Iya kita batalin pernikahannya Al, lo yakin mau melepaskan cowok lo begitu aja? dia bertanggungjawab untuk sesuatu yang gak dia perbuat, lo gila?" ujarnya.
Alya langsung termotivasi, benar kata Erik seharusnya Ilham tidak perlu melakukan sesuatu yang harusnya tidak dia lakukan, lagipula itu akan membuat masa depannya hancur.
"Lo mau ikutin apa kata gue kan?" tanya Erik.
Gadis itu mengangguk sebagai jawaban.
"Bagus, sekarang ayo kita pergi,"
"Ayok!!"
Erik tersenyum samar melihat wajah sepupunya kembali bersemangat. Dia tidak tega melihat wajah Alya murung, dia harus mengembalikan Ilham pada Alya, tidak boleh ada yang mengganggunya. "Gue janji Al, janji kisah lo dan Ilham bakalan terus sampai akhir."
*****
Nara tersenyum bahagia, dia mematut bayangan dirinya di cermin, masih seperti mimpi ketika melihat dirinya yang dirias sebagai pengantin, masih seperti mimpi juga Ilham sahabat masa kecilnya sebentar lagi akan benar-benar menjadi milik dia seutuhnya.
"Anak mamah cantik banget," ujar Dahlia pada putri semata wayangnya.
"Aku bahagia banget mah, akhirnya Ilham bakal nikahin aku," ucap Nara sembari tersenyum.
"Mamah bahagia lihat kamu bahagia Nara, tapi mamah sedikit kecewa dengan keadaan kamu saat ini."
Dahlia hampir saja pingsan kemarin ketika Aryan datang ke rumahnya dengan berkata akan menikahkan Ilham dan Nara karena mereka sudah melakukan hal yang tidak senonoh sebagai seorang yang belum sah menjadi suami istri, bahkan Nara menangis dan berkata dia sudah hamil selama enam minggu.
Wanita itu bahkan menampar wajah Ilham lantaran marah karena telah menodai putrinya, untung saja Nara segera memeluknya membuat emosinya kembali stabil.
"Maafin Nara mah, maaf aku udah mengecewakan mamah," ucap gadis itu sambil menunduk.
Dahlia meneteskan air matanya, dia langsung mengangkat dagu putrinya agar dia bisa menatapnya secara langsung. "Mamah gapapa sayang, asal kamu bahagia dengan pilihan kamu, mamah terima."
"Makasih mamah."
Gadis itu memeluk ibunya senang, tidak ada kecemasan dalam hatinya saat ini karena dalam beberapa jam lagi Ilham akan menjadi miliknya.
"Akadnya bakal dilaksanakan jam berapa mah?" tanya Nara sambil melepas pelukannya.
"Jam 7, sebentar lagi. Jadi sekarang kamu siapin diri kamu sebaik mungkin ya Ra, nanti mamah jemput kamu kalau Ilham dan keluarganya udah sampai," ujar Dahlia.
Dia meninggalkan putrinya setelah mengelus bahunya beberapa saat.
Sepeninggalan ibunya, Nara kembali menatap cermin, kali ini tidak ada senyum di wajahnya yang ada hanyalah sebuah wajah licik dari gadis itu.
"Gue emang suka sama lo karena buktinya-" Nara mengusap perutnya pelan lalu melanjutkan perkataannya, "anak ini ada di kandungan gue."
"Tapi sayang banget, Ilham masih jadi nomor satu di hati gue. Pastinya lo juga gak bakalan suka sama gue karena lo sekarang udah suka sama, Amelya." Dia bermonolog seolah sedang berbicara pada ayah sang bayi yang ada di dalam perutnya.
"Semoga dia gak nekad buat hancurin pernikahannya."
*****
Tidak ada manusia yang ingin menikah secara terpaksa, termasuk Ilham yang harus terpaksa bertanggungjawab menikahi seseorang yang bahkan tidak pernah dia sentuh sedikitpun.
Ayahnya dengan marah langsung memutuskan secara sepihak setelah kedatangan Devan ke rumahnya setelah pulang sekolah kemarin. Ilham tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan, jangankan untuk bicara Zayn bahkan langsung pergi dari rumah setelah memutuskan pernikahannya.
"Kamu sudah hafalkan ijab kabulnya?" bisik Zayn dengan nada dingin.
Ilham mengangguk, "Udah pah."
Pria itu kembali diam, kini digantikan dengan Tio papanya Nara yang terlihat akan memulai ijab kabulnya.
"Saudara Ilham Adiwijaya Kusuma bin Zayn Darren Kusuma,"
Tangannya terpaksa menjabat tangan Tio padahal dia ingin sekali nanti menjabat tangan Aryan dan menyebutkan nama Alya. "Huh, ayo Ilham sadar, dia bukan jodoh lo," batinnya.
"Saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan anak perempuan saya Clarissa Naraya Atmadja dengan maskawin uang lima puluh juta dibayar tunai," ucap Tio.
Ilham menghirup napasnya dalam-dalam, dia takut, dia ragu, dan dia tidak mau mengucapkan kata-kata sakral yang akan mengikatnya seumur hidup.
"Ilham, jawab!" bisik Zayn tegas.
Pria itu menatap tajam putranya, baginya ini sebuah pengninaan untuk keluarga Kusuma, apalagi jika Ilham tidak lancar atau membatalkan ijab kabulnya.
Akhirnya dia tidak bisa kabur, Ilham akan tetap melakukan ini. "Bismillah."
"Saya terima-"
"Tunggu!!"
Semua orang disana mengalihkan perhatian mereka pada asal suara tersebut. Nara yang berada di samping Ilham langsung berdiri menatap kesal pada seseorang yang baru saja menggagalkan ijab kabulnya.
"Lo ngapain kesini? pergi lo dari rumah gue dasar tamu tak di undang!" teriaknya murka.
Alya tak kalah tajam menatap Nara, dia bahkan dengan berani mendekatinya lantas melepaskan sanggul yang dipakai oleh sang pengantin wanita.
"Arghh! sakit Alya!"
"Alya, lo gila?!"
Cowok itu berdiri begitupun dengan orang-orang yang ada disana.
"Gila? kamu yang gila Ilham!" teriak Alya tepat di hadapan wajah Ilham.
"Kita udah selesai, kita-"
"Kamu gak perlu nikahin cewek yang gak kamu hamili Ilham, gak perlu!" potongnya.
Dahlia membelalakan matanya, dia terkejut dengan perkataan Alya.
"Apa maksudnya? siapa ayah dari anaknya Nara?" tanya Dahlia.
"Saya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
You My Bucin [End]
Teen Fiction"Ilhamm...." "Ngomong apa? Cepetan!!" Gadis itu tersenyum lebar lalu mendekat lagi kearahnya. "Gue kayaknya suka deh sama lo, gue boleh ngejar lo gak Ham? " Sesaat dia terdiam menatap maniknya yang seakan terhipnotis. Namun beberapa detik kemudian d...