44. Acara Keluarga

97 3 0
                                    

Alya duduk sambil mengetuk-ngetuk lututnya karena gugup. Gaun maroon selutut membalut tubuh rampingnya, rambutnya tergerai indah dengan poni yang menutupi dahinya, jangan lupakan make-up tipis yang membuat wajah gadis itu semakin cantik.

Malam ini Ilham akan mengajaknya untuk menghadiri acara keluarga Kusuma, dia sengaja diundang karena saat ini Alya sudah resmi menjadi tunangan Ilham.

Dua hari lalu mereka melakukan acara tunangan disebuah restoran private milik keluarga Kusuma, Devan dan Dinda juga turut hadir disana. Alya tidak bisa melupakan wajah kesal Devan malam itu, sepanjang acara cowok itu menatap datar tanpa ekspresi, bahkan dia tidak memakan satupun hidangan yang tersaji dan cowok itu meninggalkan acara setelah Alya dan Ilham bertukar cincin.

"Ciailah yang bentar lagi nikah." Devan duduk di sebelah Alya sambil membawa sekantong snack. "Jangan lupa nanti pulang bawa makanan yang pake emas, gue belum pernah nyoba soalnya," ujarnya lalu memakan snacknya.

Alya mendelik, "Minta sono sama bokap lo, dia kan kaya."

"Bokap lo juga kali."

Alya tidak membalas, gadis itu kini sedang sibuk memikirkan cara agar nanti dia tidak membuat malu di acara keluarga Kusuma.

Beberapa menit berlalu dengan keheningan hingga Devan kembali bersuara.

"Alya," panggil Devan.

"Apa?"

Devan menggeleng, "Enggak jadi."

Mereka kembali terdiam, semenit kemudian Devan kembali memanggilnya. "Alya."

"Apa sih?"

Cowok itu terlihat sedang berfikir hingga dia mengedikkan bahunya. "Gak jadi deh.

Alya menghembuskan napasnya pelan guna untuk menahan emosinya, " Untung gue lagi baik, kalo gak udah abis lo Van," ujar Alya dengan senyum terpaksa.

Lagi-lagi keheningan melanda hingga Devan kembali bersuara.

"Alya," panggilnya lagi.

Alya berdecak kesal, "Apa sih Van? Sumpah ya kalo lo mau gue tampol bilang aja gak usah-"

"Kita sodaraan," ungkap Devan.

"Hah?" Alya mengerut keningnya. "Lah, kita emang sodara Van, sodara tiri!"

Cowok itu menggeleng, "Bukan Al, kita-"

"Alya, ayok berangkat!"

Ucapan Devan terpotong lantaran Ilham sudah datang, cowok itu mendengus kesal. "Kenapa sih lo datang di saat yang gak tepat!" omel Devan.

Ilham menaikan alisnya, "Maksudnya apa ya Bang?"

"Lo tukang ganggu!"

"Udah deh lo jangan nyalahin Ilham, mending lo lanjutin yang barusan," ujar Alya penasaran.

"Nanti aja ya Al ngomong sama Devannya, kita udah telat nih," sahut Ilham sambil melihat jam tangan yang terpasang di pergelangan tangannya.

Pada akhirnya Alya harus mengalah dan mengikuti jejak Ilham yang sudah berjalan duluan ke luar rumah. Sebelum pergi Alya menatap Devan lalu berkata, "Setelah gue pulang tolong lo lanjutin perkataan lo tadi."

Setelah itu dia benar-benar pergi dan meninggalkan Devan dengan camilan yang masih penuh.

"Gue gak yakin buat bilang sama lo Al, kayaknya semesta masih pengen gue simpan rahasia ini baik-baik."

*****

Gadis itu merasa sangat gugup sekarang, namun Ilham dengan sigap menggenggam hangat tangannya seakan memberikan kekuatan agar Alya lebih percaya diri ketika menghadap keluarganya nanti.

"Kamu rileks aja, keluarga aku baik-baik kok," ujar Ilham sedikit berbisik.

"Gimana aku bisa rileks sih? Keluarga Kusuma itu bukan sembarangan orang tau!"

"Terus kamu anggap aku apa? Tiap hari kamu ngintilin aku, bikin kesel, kamu gak takut?"

Alya nyengir, dia lupa kalau Ilham juga anggota keluarga Kusuma. "Hehe, kalau kamu kan beda Yung, aku suka sama kamu makanya aku kejar kamu."

"Udah jangan banyak pikiran, semua bakalan baik-baik aja kok."

Ilham tersenyum menenangkan Alya, gadis itu membalas senyumnya kemudian dia menatap tegak ke depan sana. Pintu besar sudah di depan mata, dia harus bersikap sebaik mungkin dan yang paling penting dia harus percaya diri.

"Buset, nih ruangan  gede banget gila udah kayak istana aja," batin Alya.

Gadis itu menatap takjub isi dibalik pintu kayu berlapis emas itu, interiornya begitu mewah dan ruangan itu begitu luas. Disana begitu banyak orang karena memang ini adalah acara keluarga yang dilakukan setiap satu tahun sekali.

Mereka menyapa orang-orang itu setelahnya mereka berdua menuju ke arah seorang wanita tua sekitar umur 68an. Rambut wanita itu sudah memutih, namun wajahnya tetap terlihat kencang. Tidak heran, orang kaya pasti akan merawat dirinya, tidak akan mungkin dibiarkan buluk.

Wanita itu tersenyum ke arah mereka, namun setelahnya dia menatap Alya terkejut. "Kamu?! Kamu gadis yang waktu itu?!"

Alya mematung, dia menatap wanita tua itu takut. "Jangan bilang dia neneknya Ilham!"

"Loh, Oma kenal sama Alya?" tanya Ilham terkejut karena Omanya langsung berteriak ketika bertemu dengan Alya.

Seluruh pasang mata disana tertuju pada Alya. Gadis itu mengigit pipi bagian dalamnya, dia sedang takut saat ini. Dia takut kalau Omanya Ilham tidak memberikan restu.

"Dia ini anak yang suka bolos Ilham, Oma tau," ujar Wanita itu.

"Oma tahu dari mana?" tanya Ilham penasaran.

Wanita itu mendekati Alya, semua orang disana menahan napasnya. Semua orang tahu bahwa wanita tua ini begitu galak, tidak ada yang bisa meluluhkannya jika wanita itu sudah marah, bahkan anak kesayangannya Zayn.

Namun diluar dugaan, Oma malah memeluk Alya dan itu membuat mereka semua syok.

"Astaga, bagaimana bisa kamu akan menjadi menantu dari keluarga Kusuma secepat ini Alya." Oma melepaskan pelukannya lantas tersenyum pada Alya. "Oma kira kita gak bakalan ketemu lagi, Oma seneng banget ketemu sama kamu."

Alya tersenyum kikuk, dia tidak tahu harus menjawab apa.

"Oma kenal Alya dari mana?" tanya Ilham.

Oma menepuk bahu Ilham, "Kamu ingat gak? Waktu itu Oma pernah mau dijambret."

Ilham mengangguk. "Iya, aku ingat Oma, memangnya kenapa?"

"Nah, gadis ini yang bantuin Oma, Ilham! Dia jago bela diri tau!"

Cowok itu menatap Alya takjub, dia baru tahu kalau pacarnya ternyata bisa bela diri, bahkan gadis itu baik sekali hingga mau menolong neneknya.

"Waktu itu Oma ditolong sama gadis ini pas masih jam sekolah, nah dari situ Oma tahu kalau Alya ini suka bolos," jelasnya. Oma tersenyum pada Alya, "Walaupun anak ini suka bolos tapi Oma suka sama dia, dia cantik, baik dan suka membantu orang. Bukan hanya Oma yang dia bantu, tapi banyak orang," ujarnya membanggakan Alya.

Saat ini Alya rasanya ingin menangis, baru kali ini ada orang asing yang begitu membanggakannya, apalagi beliau adalah orang yang paling berpengaruh di kota ini.

"Oma sangat setuju kalau kamu akan menikah dengan gadis ini Ilham," tutur Oma.

Ilham tersenyum, karena ternyata hubungannya dengan Alya begitu didukung oleh banyak pihak termasuk Omanya.

"Saya keberatan Oma, seharusnya Ilham bersanding dengan Naraya."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang