68. Tunangan Gue

118 4 0
                                    

Ilham menatap sebuah kotak merah yang sangat dia kenal dengan sebuah amplop putih dibawahnya.

"Dari Alya, papa baru inget dia kasih itu ke kamu kemaren," ujar Zayn.

Dia menatap papanya dengan tatapan bertanya, "Maksudnya apa? kenapa Alya balikin cincin pemberian Ilham?"

"Dia membatalkan pertunangannya, papa gak tau apa yang sebenarnya terjadi sama kamu dan Alya, tapi jujur papa sangat menyayangkan keputusan Alya ini," ucap Zayn menjelaskan.

Ilham menunduk, dia membuka kotak berisi cincin itu dengan sendu. Dia tidak menyangka Alya akan memutuskan ini secara sepihak, dia pikir yang berakhir hanyalah hubungannya bukan dengan pertunangannya. Apa benar Alya sudah berpindah hati pada Aldian? semudah itukah?

"Papa ganti baju dulu ya, capek," ucap Zayn.

Ilham mengangguk sambil menatap papanya, "Makasih ya pa."

Zayn tersenyum kemudian bangkit dan pergi meninggalkan putranya sendiri di ruang tamu.

Kembali pada Ilham, cowok itu kini beralih pada amplop yang diberikan Alya, segera dia membukanya dan mendapati selembar kertas berisikan tulisan yang dibuat oleh gadis itu.

'Hai Iyung, aku gak tau masih bisa nyebut panggilan itu buat kamu atau enggak. Aku cuma mau minta maaf untuk malam itu, maaf kalau aku nyakitin kamu. Aku harap kamu segera lupain aku, ya pasti sih kamu bakalan cepet lupa apalagi ada Nara:).

Suatu saat kamu pasti akan ngerti apa alasan aku melepaskan kamu, dan aku harap ketika kamu tahu, semuanya telah berubah menjadi lebih baik. Aku berdo'a semoga kamu bahagia ya, Ilham♡

~Alya Mantanmu paling cantik(✿❛◡❛)

Dia meremas kertas itu hingga menjadi bulat, dia tidak tahu apa alasan Alya pergi sebenarnya, dia ingin tahu, dia berhak tahu, dia tidak ingin kehilangan Alya.

"Asal lo tahu, sebanyak apapun gue mencoba lupain lo, yang ada dalam pikiran gue itu hanya ada lo, bayangan lo Alya."

*****

Sama seperti hari sebelumnya hidupnya sunyi, dia kehilangan sahabat, saudara, pacar, dan ibu. Sangat lengkap, tapi dia selalu berusaha untuk bersyukur. Bersyukur karena Tuhan masih memberikannya orang-orang yang baik seperti Dinda, Aryan, Devan dan Aldian.

"Akkhh!!" Alya memekik ketika seseorang memegang tangannya dari belakang.

Gadis itu membalikkan tubuhnya hingga menabrak dada cowok jangkung itu, lantas Alya mendongak hingga netra mereka beradu, untuk sesaat mereka saling terdiam dengan sebuah kerinduan yang terpancar dari tatapan mereka.

Dengan cepat Alya tersadar kemudian mendorong tubuh cowok itu. "Lo mau ngapain? kita bukan siapa-siapa lagi," ujar Alya ketus.

Ilham tidak membalas, dia malah merongoh sakunya kemudian mengambil tangan kiri Alya tanpa meminta izin sang pemiliknya. Dia melingkarkan cincin yang kemarin dikembalikan oleh gadis itu, tidak ada yang boleh mengambil Alyanya, tidak ada.

"Maksudnya apa?" tanya Alya.

"Lo tunangan gue, dan selamanya akan tetap seperti itu," ucap Ilham tegas.

Alya hendak melepaskan kembali cincin itu namun terhenti oleh tangan besar Ilham yang menggenggamnya.

"Lo gak boleh lepasin itu, gak ada yang bisa putusin pertunangan kita."

"Kita udah putus Ilham, sadar! aku udah gak suka sama kamu," teriak Alya tepat di wajah Ilham.

Sejenak Ilham menutup matanya sambil menghela napasnya beberapa kali, dia ingin marah namun perasaannya mengalahkan keinginannya untuk berteriak pada gadis dihadapannya, tidak untuk kali ini, Ilham tidak boleh kehilangan Alya.

"Lo tuli Ham? lo gak denger hah? gue-"

"Kita emang gak pacaran, tapi kita tunangan!" ucap Ilham sekali lagi menegaskan.

Dengan kasar Ilham menarik tangan Alya menuju lapangan hingga beberapa murid yang melihat menatap Alya kasihan. Mereka berbisik-bisik tentang apa yang terjadi diantara keduanya, tidak ada yang tahu jelas apa yang akan dilakukan Ilham saat ini, mereka akan menonton saja.

"Lepas Ilham, lo mau ngapain?" teriak Alya sambil berusaha melepaskan cengkramannya.

Alya meringis menahan sakit di pergelangan tangannya, kakinya pun kini mati rasa lantaran Ilham membawanya berjalan dengan cepat.

"Akh!!"

Ilham berhenti, dia menatap Alya yang duduk dilantai dengan wajah di penuhi oleh air mata. Dia akhirnya berjongkok menatap gadisnya yang terlihat kesakitan.

"Maaf," ucap Ilham lirih, kemudian dia melanjutkan perkataannya, "Harusnya lo nurut dan gak usah banyak omong jadinya gue gak perlu kasar sama lo."

Alya segera menghapus air matanya yang entah sejak kapan dia menangis. Dia benar-benar tidak bohong, kakinya terasa lemas jadi dia memutuskan untuk duduk karena kelelahan.

"L-lo mau ngapain?" tanya Alya gugup.

Tanpa aba-aba cowok itu menggendong Alya ala bridal style, kemudian cowok itu melangkah kembali menuju ke tengah lapangan yang sering dijadikan tempat untuk upacara.

"Pegangan," ucap Ilham.

"Gak mau, lo bukan lagi pacar gue," balas Alya.

Tangannya dilipat, dia tidak mau memegang leher Ilham, dia bukan cewek kecentilan.

Beberapa waktu berlalu kini Ilham menurunkan Alya karena mereka sudah sampai di tengah lapangan. Semua murid melingkar menatap ketua osis mereka dengan tanda tanya, entah pengumuman apa yang akan di berikan oleh Ilham saat ini.

"Lo mau ngapain sebenernya?" tanya Alya sambil berbisik. Dia selalu risi jika menjadi pusat perhatian seperti ini, Alya sangat benci.

"Nanti juga lo tau," jawab cowok itu.

Alya berdecak, terkadang dia tidak mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Ilham, kadang dia pintar, bijak, tapi terkadang pula dia gegabah dan terlalu bucin padanya. Alya menjadi takut sekarang.

"Lo mau apain Alya?" teriak Aldian yang baru saja menerobos masuk melewati orang-orang yang menyaksikan keanehan ketua osis Pertiwi.

Ilham tersenyum sinis menatap Aldian, "Lo nanya gue mau ngapain? simak aja, nanti juga lo tau," jawabnya.

"Lo gak usah kasar sama Alya, dia itu cewek jadi-"

"Lo suka sama Alya?" tanya Ilham membuat kakak kelasnya itu bungkam.

Alya menatap tak suka pada Ilham, "Lo gak usah nuduh orang kayak gitu, lagian kita gak ada hubungan apapun!"

Ilham tidak mengindahkan perkataan Alya, kini yang diinginkannya adalah menyudutkan Aldian.

"Lo kalo suka Alya bilang aja, biar gue gampang ngehantam lo sekarang," ujar Ilham dengan tangan mengepal.

"Gue gak suka Alya!" jawab Aldian berbohong. "Gue cuma kasian lihat adik kelas gue diperlakukan kasar sama ketua osis yang selalu dibangga-banggakan oleh seisi sma Pertiwi," lanjutnya.

Ilham menganggukkan kepalanya, "Iya, gue emang udah berubah dan gue gak peduli kalau setelah ini gue gak jadi ketua osis lagi. Gue cuma pengen lo tahu bang-"

Aldian diam menunggu perkataan yang selanjutnya akan diucapkan oleh cowok itu.

"Alya itu tunangan gue, dan gue berhak menuntun dia ke jalan yang benar. Misalnya jauhin orang yang gak jelas kayak lo bang!"

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang