58. Menghilang tanpa kabar

130 3 0
                                    

Beberapa kali dia mendial nomor gadis itu namun sama sekali tidak ada jawaban. Dia kelimpungan mencari kabar tentang gadis itu, bahkan dia sudah ke rumahnya namun orang rumah bilang Alya sedang pergi berlibur bersama kakaknya Devan

Bagaimana Ilham tidak kesal jika Alya pergi tanpa memberitahunya, apalagi dia pergi bersama kakak tirinya. Lihat saja ketika mereka kembali sekolah Ilham akan menendang tulang kering pria itu dan akan mencubit pipi gadis itu sampai merah.

"Masih belum ada kabar bro?" tanya Gery yang duduk disebelahnya.

Ilham mengedikkan bahunya, "Gak ada, mungkin mereka gak mau di ganggu."

"Ini udah hampir seminggu loh, masa iya liburan lama banget," celetuk Irgi.

"Iya tumben juga bang Devan gak ngehubungin gue, biasanya dia ada kasih laporan," timpal Erik yang juga kebingungan dengan menghilangnya Alya.

Irgi menepuk bahu Erik cukup kencang membuat cowok itu mendelik tajam.

"Apa sih sat?! Gak usah pukul-pukul gue juga," rutuk Erik.

"Jangan-jangan si Alya itu bukan liburan tapi-"

"Tapi apa?" potong Ilham cepat.

"Tapi pindah sekolah!"

Tuk

Erik mengetuk kepala Irgi berharap otak cowok itu kembali berjalan.

"Yakali dia pindah gak ada kabar, lo tahu sendiri kan anak cewek sekolah kita itu tukang gosip," ujar Erik yang diangguki ketiga temannya.

Mereka terdiam dihiasi suara bising murid kelas XII 3. Saat ini mereka sedang free class yang seperti biasa mereka melakukan acara ghibah atapun tidur.

"Woy! Liat deh postingannya kak Aldi, kok dia bareng Alya ya?" teriak seorang siswi berambut sebahu.

Ilham yang mendengar itu langsung mengecek hpnya kemudian dia meremas ponselnya kuat.

"Foto apaan sih? Coba gue liat." Gery mengambil ponsel Ilham tanpa izin, begitu melihatnya matanya seketika terbuka lebar. "Tetap tersenyum sunshine, kuat dan teruslah bertahan." Gery membaca caption dipostingan itu.

"Wih, si paling puitis," sahut Irgi.

"Kok bisa Aldian ikut? Terus kok dia posting foto Alya? apa dia gak marah ya?" Pertanyaan itu tumbuh di otak Erik, dia butuh jawaban mengenai itu.

Ilham terdiam dengan hati yang terbakar, dia tidak tahu mengapa Alya tiba-tiba menghilang tanpa memberitahunya, dia kecewa mengetahui Aldian ternyata bersama dengan kekasihnya.

"Mereka pacaran ya?"

"Hus! Dia kan udah pacaran sama Ilham, masa selingkuh. Dia kan bucin banget sama tuh ketos."

"Bisa jadi, yang keliatan bucin juga bisa selingkuh, contohnya kasus si Resta sahabatnya sendiri."

Ilham semakin kesal dengan ucapan gadis-gadia tukang rumpi itu, tanpa sadar dia menggebrak mejanya.

"Diem kalian semua! Kalian gak usah ngomongin hal-hal yang gak Alya lakuin!" teriak Ilham marah.

Bukannya reda malah bisikan orang-orang itu semakin bertambah.

"Liat deh pacarnya bucin banget."

"Diguna-guna apa sih sama si Alya?"

"Main dukun kali, haha."

*****

Seorang gadis menatap air hujan yang turun dibalik jendela kaca, matanya sayu dengan bibir pucat. Untuk kesekian kalinya dia memegang hidungnya yang kembali berdarah, kini dia tak asing lagi dengan benda kental berwarna merah itu.

"Al, berdarah lagi?" tanya Devan khawatir.

Cowok yang berstatus kakaknya itu mengambil tisu diatas meja lantas mengelap pelan darah yang masih mengalir dihidung adiknya.

"Kenapa terus ngalir sih padahal udah diobatin." Dia mengoceh namun tak digubris oleh sang adik.

"Kenapa diem terus? Lo gak suka gue lap ingus lo?" kelakarnya.

Sedari tadi gadis itu hanya diam tanpa mau berbicara sepatah katapun, dia jadi semakin khawatir dengan keadaannya.

Cowok itu berjongkok dihadapan adiknya yang duduk di kursi roda, ditatapnya mata yang menatap kosong ke depan itu, dia memegang lembut tangan dengan tulang yang menonjol menandakan bahwa gadis itu semakin mengurus.

"Alya, lo harus kuat, gue gak mau ngecewain ayah sama bunda," ucapnya lirih.

"Gue menyedihkan ya Van," ujar Alya yang masih menatap lurus ke depan.

"Enggak, lo kuat Alya, yakali manusia barbar kayak lo lemah."

Alya terkekeh pelan. Rasanya sakit melihat dirinya yang sekarang, dia jadi lebih emosional dan menyedihkan dengan badan yang kurus. Bahkan Alya kini sudah malu menatap dirinya sendiri dicermin, bagaimana jika dia bertemu dengan Ilham nanti.

Bicara tentang Ilham, dia sudah tidak mengabari cowok itu. Alya sudah pasrah dengan takdirnya, jika saja suatu waktu Tuhan mengambil dirinya dia hanya berharap Ilham dan juga yang lainnya bisa melepaskannya dengan cepat. Dia tidak mau melihat mereka sedih nanti.

"Alya waktunya makan," teriak cowok berkaos putih berbalut jaket denim biru dongker.

Cowok itu membawa sebuah wadah styrofoam yang berisi bubur.

"Ngapain lo beliin adek gue makanan dari luar?" tanya Devan marah.

Cowok itu mengedikan bahunya kemudian menggeser Devan agar menjauh dari hadapan Alya.

"Jangan banyak bacot, gue tahu adek lo itu gak suka makanan rumah sakit makanya gue beliin bubur di luar," jawabnya sambil membuka wadah yang tertutup itu.

Alya tersenyum samar, Aldian sudah seperti kakak kedua baginya setelah Devan. Cowok itu sangat bersikeras untuk menjaganya padahal harusnya saat ini kedua cowok itu ada disekolah untuk belajar karena sebulan lagi mereka akan mengadakan ujian akhir sekolah.

"Makasih kak, lo emang pengertian gak kayak Devan," ucap Alya sambil mendelik tajam pada cowok itu.

"Loh, gue bukannya gak pengertian cuma gue gak mau nambah penyakit lo dengan memberikan lo makanan yang gak sehat," jelas Devan dengan mata yang menatap Aldian sinis.

Aldian menghela napasnya kemudian menatap Devan sebal. "Gue udah izin sama dokter katanya Alya boleh makan bubur dari luar, asal jangan pake kacang, ayam, minyak, sama kerupuk," ujarnya.

Bukannya berterimakasih karena sudah perhatian pada adiknya, Devan malah mengambil alih wadah styrofoam itu dari tangan Aldian lalu mengusirnya.

"Sana jauh-jauh lo dari Alya, biar gue aja yang suapin," ucap Devan ketus.

Alya terkekeh geli dengan pertengkaran dua cowok itu. Namun di sisi lain ada seseorang yang tidak segaja melihat keakraban ketiganya, seseorang itu menyunggingkan senyum lantas memotretnya, setelahnya dia berlalu pergi dan kembali pada tujuan awalnya.

"Jadi siapa yang mau suapin gue sih? Kalian lama, gue udah lapar juga," keluh Alya sambil mengusap perutnya.

"Gue aja!" pekik Devan. "Udahlah Di, lo mending sana duduk disofa biar gue suapin Alya, pasti lo capek beliin ini tadi ke bawah," lanjutnya.

Aldian hanya pasrah lalu menurut. Entah pikiran darimana tiba-tiba dia ingin memposting foto Alya yang tidak sengaja ia ambil candid waktu menuju ke rumah sakit.

'Tetap tersenyum sunshine, kuat dan teruslah bertahan.'

Dia menatap Alya sendu. "Lo harus kuat Al, gue sayang lo."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang