Alya yang baru masuk kelas dikejutkan dengan tamparan keras yang diperbuat oleh sahabatnya sendiri. Dia memegang pipinya yang terasa perih dia yakin saat ini pipinya sudah memerah.
"Baru dateng? lo takut sama gue hah?"
Alya menatap sahabatnya bingung, dia tidak tahu apa maksud ucapan Resta. "Maksud lo apa sih Res? gue gak ngerti," tanya Alya penasaran.
"Lo gak usah sok polos, sok suci, karena lo gue malu Al! gue malu! lo udah khianati kepercayaan gue," balas Resta dengan nada tinggi karena marah.
Saat ini mereka menjadi bahan tontonan satu kelas, Alya tidak tahu apa kesalahan yang dibuatnya, apa karena Alya tidak memberi tahu soal pertunangannya dengan Ilham?
"Kenapa diem? lo gak tau letak kesalahan lo dimana?" tanya Resta kesal.
Alya menggeleng polos, dia benar-benar tidak tahu apa kesalahannya.
Dia kebingungan ketika Resta mengeluarkan ponsel dari sakunya, entah apa yang ingin gadis itu tunjukkan padanya.
"Lihat!"
Alya membulatkan matanya, dia mengambil alih ponsel yang berada ditangan Resta. Tidak, ini bukan dia, Alya tidak tahu apa-apa soal ini, bahkan sedari sore kemarin dia tidak memegang ponselnya dan pagi ini pun dia tidak membukanya lantaran malas, bagaimana bisa dia membuat postingan baru apalagi itu merujuk pada kehidupan pribadi sahabatnya.
"Res, lo kerja di cafe? kok lo gak pernah kasih tahu gue?" tanya Alya setelah melihat foto sahabatnya yang tengah mengelap meja.
"Lo nanya? bukannya lo udah tahu dan harusnya gak kaget apalagi lo udah sebar foto itu dengan keterangan yang gue sendiri gak mau percaya kalo yang posting itu adalah sahabat gue sendiri."
Alya bisa melihat wajah kecewa didalam sana, hatinya sedikit nyeri ketika tatapan Resta menajam ke arahnya.
"Lo malu punya sahabat yang cuma kerja di cafe Al? oke, mulai sekarang jangan anggap gue sebagai sahabat lo-"
"Resta! apa maksud lo? gue gak pernah rela kehilangan lo," potong Alya. Tanpa sadar kini Alya sudah menangis, "Gue rela kehilangan Ilham, Devan atau bahkan ayah dan ibu gue, tapi gue gak pernah mau kehilangan sahabat kayak lo," ucapnya lirih.
"Bagi gue sekarang lo bukan sahabat gue Al, postingan itu mengartikan bahwa sekarang kita cuma orang asing yang berbeda jalan," balas Resta dingin. Dengan kasar dia mengambil ponselnya dari tangan Alya, "Anggap kita gak pernah saling kenal."
Gadis itu seakan menulikan pendengarannya, perkataan yang keluar dari bibir Alya seperti angin yang berlalu begitu saja. Resta menyenggol bahunya lantas pergi keluar kelas menyisakan orang-orang yang menatap Alya sinis, ada pula yang menatapnya iba.
Badan Alya bergetar menahan isakan, hatinya benar-benar dihancurkan oleh sahabatnya. Alya tidak tahu apa-apa tentang foto itu, dia sama terkejutnya dengan Resta.
Dia menunduk di ambang pintu kelas, dia takut menatap mata orang-orang yang seakan menyalahkannya, dia lemah tanpa Resta.
"Jangan nangis, ada aku."
Alya membalikkan tubuhnya, dia mendongak menatap cowok jangkung itu. Tanpa izin dia langsung memeluk cowok itu dengan menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik cowok itu.
"Ilham, aku gak salah, aku gak tahu apa-apa," ujar Alya dengan nada lirih juga ada sedikit isakan yang terdengar.
Ilham membalas pelukan itu, dia mengelus pelan rambut panjang Alya, dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi namun dia yakin pacarnya tidak mungkin setega itu mengolok-olok sahabatnya sendiri.
"Aku percaya sama kamu Al, tenang aja aku akan selalu ada buat kamu."
Pelukan Alya semakin erat. Dibalik semua pristiwa itu ada seorang gadis yang mengepalkan tangannya. "Rencana kedua, memisahkan Romeo dan Juliette."
*****
Tatapan sedih jelas terpancar dari mata Alya. Sahabatnya kini memilih Melya dan Nadira sebagai sahabat barunya. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan Resta hingga bersama mereka berdua, Alya tidak rela sahabatnya duduk dengan orang lain selain dirinya.
"Alya kamu nggak apa-apa?" tanya Ilham yang sama sekali tidak digubris oleh gadis itu.
Ilham mengikuti arah pandang Alya hingga netranya menangkap sosok gadis yang beberapa waktu lalu memaksa dirinya untuk menjadi pacarnya. Entah mengapa setelah kedatangan Nara, gadis itu tidak lagi mengganggunya, Ilham bersyukur namun juga curiga.
Apa mungkin akan ada sebuah kejutan besar nantinya?
"Apa di antara aku dan Resta udah gak bisa saling menyapa lagi Ham?" tanya Alya tiba-tiba.
Cowok itu menatap gadisnya sendu, "Suatu saat pasti akan ada titik terang antara kamu sama Resta, mungkin kalian sedang dicoba," jawabnya.
"Aku gak tau kapan itu bisa terjadi Ham, yang aku lihat sekarang dia kayaknya lebih bahagia sama mereka dibanding sama aku."
Alya menunduk, dia menatap tak berselera pada bakso dihadapannya. Dia menyadari suatu hal ketika kehilangan sahabatnya, selama ini dia tidak benar-benar mengenal Resta dengan baik, yang dia lakukan hanya bermain dan menceritakan hak yang tidak penting. Mungkin itu juga karena Alya yang tidak jujur dari awal.
Apalagi ketika dia mengejar Ilham, rasanya dia banyak kehilangan waktu dengan sahabatnya yang mungkin itu juga pemicu Resta untuk tidak lagi bersama dengannya. Alya memang salah.
"Udah Alya jangan sedih, ada aku, Erik, Irgi, dan juga Gery. Mereka bakalan selalu ada buat kamu kok," ujar Ilham berusaha menghibur Alya.
Alya masih mempertahankan posisinya, tidak ada niatan untuk menegakkan tubuhnya lalu kembali melihat Resta yang tersenyum bersama teman barunya.
"Ternyata yang nempel banget bisa musuhan juga ya,"
"Iya, keliatannya aja baik padahal sama aja kayak yang lain, mandang harta!"
"Pilih temen kok yang kaya, hahaha...!"
Suara itu masuk begitu saja ke indra pendengarannya, mereka itu benar-benar senang sekali menggunjing orang tanpa tahu kebenarannya.
Alya menggebrak mejanya hingga kuah basonya sedikit tumpah kepermukaan meja.
"Kalian bisa diem gak hah?!" Alya mendelik tajam menatap tiga orang siswi yang duduk di meja sebelah.
"Lo yang diem dasar penghianat!" balas siswi berbaju ketat itu.
"Iya tuh, gak usah sok paling tersakiti padahal lo yang jahat sama sahabat lo sendiri!" sahut temannya yang lain.
Ilham bangkit, dia tidak mungkin akan tinggal diam jika Alya dicerca seperti itu oleh orang. Baru saja ingin mendekat ke meja siswi itu Alya langsung memegang tangan Ilham membuatnya berhenti dan menatapnya.
"Kenapa Al? aku harus kasih mereka pelajaran!" tanya Ilham dengan nada kesal.
Alya menggeleng, "Jangan Ham, kamu ketua osis jangan buat citra kamu jadi jelek karena aku," balasnya.
"Aku gak suka pacar aku dijelekin-"
"Aku gapapa,selagi Resta bahagia sama pilihannya, aku baik-baik aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
You My Bucin [End]
Teen Fiction"Ilhamm...." "Ngomong apa? Cepetan!!" Gadis itu tersenyum lebar lalu mendekat lagi kearahnya. "Gue kayaknya suka deh sama lo, gue boleh ngejar lo gak Ham? " Sesaat dia terdiam menatap maniknya yang seakan terhipnotis. Namun beberapa detik kemudian d...