53. Jangan kemana-mana

113 3 0
                                    

"Rayna, kamu apa-apaan?"

Wanita itu menaikan alisnya, "Maksud kamu apa Mas?"

Rayna baru saja pulang dari acara arisan dia langsung disuguhi pertanyaan yang bahkan dia tidak tahu apa yang dipermasalahkan oleh suaminya.

"Kamu suruh Ilham buat jagain Nara?" tanya Zayn dingin.

"Iya, memangnya salah?"

"Salah Ray, Ilham itu sudah punya tunangan, kamu lupa?"

Rayna menghela napasnya pelan, karena lelah dia duduk di sofa lalu menepuk tempat duduk disampingnya, "Sini, duduk dulu Mas."

"Ray, aku tanya sama-"

"Mass." Rayna menatap Zayn tajam membuat pria itu menurut.

Zayn duduk  disamping istrinya dia menatap wanita itu serius. "Rayna, maksud kamu apa?"

"Aku salah? Nara itu cuma sahabatnya Ilham, dia baru pindah lagi kesini aku takut dia nyasar di sekolah makanya aku suruh dia buat jagain Nara," jelas Rayna tanpa beban.

"Kamu lupa kalau Ilham sudah punya tunangan?"

Rayna menatap sebal pada suaminya, "Mas, orang tuanya Nara itu investor terbesar di perusahaan kita, kalau terjadi sesuatu sama Nara kita bakalan bangkrut. Makanya aku-"

"Sebenarnya kamu berpihak pada siapa Ray?"

Wanita itu terdiam, dia sedikit takut menatap Zayn yang sepertinya sedang tidak bisa diajak berbicara santai.

"Kemarin kamu bilang bakalan bikin Ilham dan Alya dekat biar pernikahan mereka terjadi dan kita akan hidup bahagia bertiga, sekarang kamu malah memperburuk hubungan kedua anak itu?" ucap Zayn, dia mencoba untuk tidak meninggikan nada bicaranya.

"Mas, maksud aku-"

Zayn mengangkat tangannya membuat Rayna menghentikan ucapannya.

"Aku gak tau maksud kamu apa Ray, masalah investor itu masalah aku bukan kamu, cukup kamu tuntun Ilham biar dia bergerak sesuai hatinya."

Rayna berdiri menatap suaminya tajam, "Itu masalah aku juga, kalau kita kehilangan investor besar perusahaan kita bukan apa-apa!"

"Kenapa kamu begitu gila harta Ray?!" Zayn meninggikan suaranya satu oktaf membuat Rayna terdiam. "Aku gak ngerti sama pola pikir kamu," ujarnya.

"Aku juga gak ngerti sama kamu Zayn, kenapa kamu terus belain anak yatim piatu itu- Akhh!!"

Rayna membuka matanya lebar, panas menjalar dipipinya membuat setetes air keluar dari matanya. Ini adalah kali pertama suaminya berlaku kasar, seumur hidupnya baru kali ini dia melihat amarah diwajah Zayn.

"Ilham itu anak kakakku Zeen! Kamu lupa?" bentak Zayn. Dia tidak bisa menahan lagi amarahnya, apapun yang berhubungan dengan kembarannya itu dia tidak bisa diam. "Kenapa kamu selalu membenci Ilham? Padahal dia ponakan kamu Ray, kenap-"

"AKU BENCI DIA!!"

Rayna memegang pipinya yang terasa perih, mungkin ini sudah waktunya dia mengungkapkan apa yang selama ini dia rahasiakan. Dia sudah lelah, biarkan saja jika Zayn ingin menceraikannya, dia tidak peduli.

"Aku sengaja bilang sama anak sialan itu kalau dia anak yang aku pungut dari panti!" ungkap Rayna.

Zayn mematung, dia semakin dibuat terkejut dengan ucapan Rayna. "Ray-"

"Jadi selama ini Ilham memang berasal dari keluarga ini?"

Kedua manusia itu mengalihkan pandangannya pada asal suara yang membuat keduanya terdiam.

Bibir itu tersenyum dengan air mata yang mengalir, "Jadi, selama ini Ilham tinggal bareng sama paman dan bibi?" tanyanya.

Zayn berniat untuk mendekat namun Ilham malah mundur.

"Kenapa kalian gak bilang dari awal?"

Zayn mendelik tajam kearah Rayna. "Saya kira kamu telah berkata jujur selama ini Ray, saya kecewa sama kamu!" ucapnya dingin.

"Aku gak suka kamu terus-terusan manjain dia Mas, aku-"

"Dia berhak aku manja Ray, karena dia ponakan aku satu-satunya, dan waktu itu dia juga kehilangan kedua orang tuanya. Dimana hati nurani kamu Ray!?"

Rayna terisak dia duduk dilantai menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya. Kenangan masa lalu terlintas begitu saja dibenaknya.

Waktu itu setelah kematian Zeen dan istrinya, Zayn mendekap seorang bayi berusia satu tahun. Bayi itu menangis seakan tahu apa yang sedang terjadi, hati Zayn teriris melihatnya apalagi dia belum memiliki keturunan selama dua tahun menikah. Dia berpikir ini jalan Tuhan untuk membuatnya menjadi seorang ayah.

Tahun berganti dan bayi itu kini sudah berusia enam tahun. Rayna memakaikan seragam sekolah padanya, dia tersenyum melihat anak itu dengan perasaan sedih yang menyelimuti hatinya.

Dia juga mendambakan seorang anak yang lahir dari rahimnya, dia juga ingin suaminya merawat anak kandungnya, entah kapan dan apakah dia akan memiliki seorang pewaris.

"Mama kenapa?" tanya Ilham kecil. Dia menangkup wajah Rayna kemudian berkata, "Mama senyum tapi keliatan sedih."

Rayna menggeleng pelan, "Gapapa, Mama cuma terharu aja ternyata sekarang Ilham udah besar."

"Ilham, ayo berangkat!" teriak Zayn.

Pria berjas hitam itu tersenyum melihat keponakannya yang tampan, dia membawa tubuh kecil itu kedalam gendongannya.

"Papa! Turunin Ilham, aku udah besar!"

Zayn terkekeh, "Kamu masih bocah, udah diem."

Ilham mengerucutkan bibirnya, dia pasrah digendong oleh papanya.

"Ray aku berangkat dulu ya," ujar Zayn sambil tersenyum.

Rayna mengangguk, dia menatap kepergian suaminya dengan wajah sendu. Dia bahagia memiliki Ilham namun disisi lain dia juga sedih karena semenjak kehadiran anak itu Zayn jadi lebih sering memberikan waktunya hanya pada Ilham, bukan padanya.

Kemudian ketika Rayna telah berhasil memberikan keturunan untuk Zayn, pria itu malah disibukkan dengan pekerjaannya.

"Zayn, Zara katanya mau main sama papanya," ujar Rayna yang sedang menggendong gadis kecil berusia 2 tahun.

Zayn yang sudah siap dengan pakaian kantornya hanya bisa tersenyum kemudian mencium pipi gembul putrinya.

"Nanti ya Zara, Papa ada kerjaan dulu, nanti kalau ada waktu Papa bakalan main sama kamu. Sekarang main sama abang Ilham aja ya," ucap Zayn.

"Mas, gak bisa di handle sama orang lain? Hari ini aja," pinta Rayna dengan wajah memohon.

Dia mengusap pelan puncak kepala istrinya sambil tersenyum. "Gak bisa sayang, akhir-akhir ini perusahaan kita emang lagi bermasalah dan itu semua harus aku yang handle semua, maaf ya."

Rayna pasrah dan dia membiarkan Zayn pergi. Hal itu membuat kebencian bersarang dihatinya, dia iri karena Ilham lebih disayang oleh suaminya sedangkan Zara yang anak kandungnya dibiarkan begitu saja.

Bibirnya bergetar selama ini dia menahan perasaan sakit itu sendiri. "Aku capek, aku-"

"Maafin Ilham Ma, maaf kalau selama ini udah bikin hidup Mama menderita, kalau Mama bilang dari awal mungkin Ilham akan pergi dari rumah ini," ujar Ilham sambil mendekap tubuh Rayna.

Rayna malah semakin terisak dengan ucapan Ilham, dia tidak tahu perasaan apa yang sedang bersarang dihatinya. Dia jadi takut, takut jika Ilham pergi dari rumah.

"Mulai hari ini Ilham-"

"Jangan kemana-mana, Mama sayang kamu," ucap Rayna pada akhirnya.

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang