59. Ayah

114 3 0
                                    

Kakinya melangkah tak tentu arah, entah mengapa hanya karena orang itu dirinya jadi seperti ini padahal selama bertahun-tahun dia sudah menaruh perasaan itu, tapi hanya karena satu kejadian dia menjadi orang yang hilang akal.

Hatinya merasa tak tenang, padahal seharusnya dia saat ini merasa senang karena orang itu menghilang beberapa hari ini.

Dia menendang batu krikil di hadapannya, tanpa sengaja batu itu mengenai seorang pria paruh baya yang sedang memperbaiki mobilnya.

"Aww, siapa yang menendang krikil sembarangan!" teriaknya.

Suara itu langsung membuatnya tersadar kemudian mendekati pria itu.

"Aduh pak, maaf saya gak sengaja," ucapnya.

Matanya terbuka lebar menatap pria di depannya, ada perasaan aneh yang berdesir di hatinya.

"Loh kamu? Ngapain kamu disini? Bolos?" tanyanya tanpa memberikan jeda.

Dia mengerjapkan matanya berusaha untuk menyadarkan dirinya namun tetap wajah pria itu yang ada di matanya.

"Kamu itu udah kelas dua, harusnya gak bolos kayak gini. Ngapain juga kamu bengong begitu? Saya gak benci kamu, saya cuma kecewa karena kamu membuat anak saya merasa sedih," cerocosnya.

Ada sedikit sesak di hatinya ketika orang itu memarahinya karena dia telah menyakiti hati anak pria itu, padahal dirinya juga adalah anaknya, anak kandungnya.

Melya menunduk sedih, ingin rasanya dia berteriak lalu mengatakan dengan lantang bahwa dirinya juga anaknya, saudari kembar Alya. Sayangnya tidak ada keberanian dalam dirinya untuk mengatakan itu semua.

"Kenapa kamu diam? Kamu menyesal? Tidak apa saya juga sudah maafkan kamu," ucap Aryan. Pria itu kembali fokus memasang ban mobilnya yang bocor, lalu tanpa bisa dicegah dia kembali bersuara. "Tapi saya gak bakalan maafin kamu kalau kali ini kamu juga nyakitin Alya."

Entah mengapa hatinya kini malah terdorong untuk ikut berjongkok dengan pria itu.

"Biar Amel bantuin," ucapnya sambil memegang ban mobil.

"Memangnya kamu bisa?" tanya Aryan dengan penuh ketidakyakinan.

"Amel coba dulu."

Dia benar-benar mengganti ban mobil itu dengan yang baru. Kehidupan yang kejam ini membuat Amelya dituntut untuk bisa bertahan hidup dan bisa melakukan apa saja yang memungkinkan untuk mendapatkan uang. Salah satunya memperbaiki mobil.

Sebelum kerja di cafe Melya sempat kerja disebuah bengkel mobil namun hanya bertahan empat bulan saja. Dalam waktu empat bulan itu Melya sudah bisa belajar tentang cara mengganti mobil sampai memperbaiki aki yg bocor. Mungkin kepintaran ayahnya menurun padanya, sama seperti Alya. Hanya saja dia langsung paham dengan praktik sedang Alya langsung paham dengan membaca.

"Untuk seukuran gadis sma yang bahkan tidak memiliki mobil di rumah, kamu itu jago sekali mengganti ban mobil ini," ujar Aryan kagum.

Melya tersenyum simpul, "Amel cuma bantu sebisanya, sisanya itu berkat om juga."

Sebenarnya dia ingin memanggilnya 'ayah' tapi dia takut.

"Ayok saya antar kamu pulang."

Melya menggeleng, tidak mungkin dia membiarkan pria ini mengantarkannya kemudian bertemu dengan Nirmala.

"Hanya sampai halte bus saja."

*****

Waktu berlalu begitu cepat namun tetap saja kenangan masa lalu akan terus menetap disana dan terkadang akan terputar kembali seperti sebuah film.

Lima tahun yang lalu dia dikejutkan dengan seorang wanita yang mengaku sebagai ibunya.

"Ayo kita pulang Amel, aku ibumu dan saudarimu sedang menunggu kepulanganmu saat ini," ucap wanita asing itu padanya.

Dia senang pada akhirnya ada titik terang dalam hidupnya, dia memiliki ibu dan keluarga ternyata.

"Tapi kenapa ibu buang aku ke panti?" tanya Amelya yang waktu itu masih berumur 12 tahun.

"Waktu itu ibu cuma bisa rawat satu orang anak karena hidup keluarga kita sangat pas-pasan," jawab wanita itu. Dia mengelus pelan wajah Amel yang terdiam menatapnya, "Sekarang ekonomi kita sudah membaik, jadi ayo pulang."

Amelya yang begitu senang langsung ikut dan meninggalkan panti tempat dirinya di besarkan. Dia pikir hidupnya akan membaik, namun ternyata dia kembali dikecewakan dengan fakta ibunya mengatakan bahwa dirinya hanya anak adopsi.

"Ibu bawa siapa?" tanya Alya sambil menatapnya berbinar.

Amelya menatap gadis seumurannya, jika dilihat-lihat mata mereka berdua hampir mirip, apa mungkin mereka anak kembar?

"Ini Amelya, dia akan jadi keluarga baru kita," jawab Nirmala.

"Yeay! Akhirnya Alya punya saudara, jadi gak bakalan kesepian lagi," ujar Alya senang.

Gadis berponi itu langsung membawa dirinya kedalam dekapan hangat. Ini adalah kali pertama Melya merasakan pelukan seorang saudara, benar-benar sangat nyaman.

"Kamu bawa siapa?"

Suara bariton itu membuat Alya melerai pelukannya, Amelya menatap sosok pria jangkung berjas hitam sedang memandang ke arahnya dengan tatapan tak suka.

"Dia anaknya temanku, kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan jadilah aku urus dia, lagi pula itu akan membuat Alya menjadi tidak kesepian," jelas Nirmala sambil tersenyum.

"Ayah, izinin buat Amel tinggal disini ya, Alya seneng banget tau akhirnya gak jadi anak tunggal," ucap Alya dengan wajah memelas.

Pada akhirnya Aryan mengangguk mengiyakan kemudian memeluk putri kesayangannya itu.

"Apapun buat kesayangan ayah."

Amelya mengepalkan tangannya, ini adalah awal kebenciannya, dia tidak terima diperlakukan seperti ini oleh kedua orang tuanya, dia punya keluarga namun dia seperti orang asing di dalamnya.

Pada akhirnya Amelya selalu membuat rencana agar Alya dimarahi oleh ibunya, itu karena gadis itu sangan menyayangi ibunya. Seperti kejadian waktu ulangan akhir sekolah.

"Kamu memang anak gak becus! Masa kamu kalah sama Amel?" murka Nirmala sambil membanting lembaran kertas bertinta merah. "Nilai kamu jelek semua! Gimana bisa kamu banggain keluarga Nugraha Alya?" bentaknya.

Alya diam sambil menunduk dengan air mata yang membasahi wajahnya.

"Cukup Nirma, jangan pernah kamu bentak anak saya, dia masih anak-anak jadi tidak masalah kalau nilainya buruk," teriak Aryan membela putrinya.

Pria itu baru saja pulang dari pekerjaannya dan tanpa memikirkan rasa lelah dia langsung memeluk putrinya.

Rasa iri semakin tumbuh dihati Amelya, membuatnya melakukan rencana jahat yang sampai saat ini dia masih takut mengakuinya. Dia menghasut ibunya sampai masuk rumah sakit jiwa. Ya, mental Nirmala terganggu karena ulahnya.

"Kita sudah sampai."

Amelya tersadar dari lamunannya, kenangan itu seakan mencuci otaknya dan seakan ingin membalikkan keadaan yang menginginkan dirinya menjadi tidak waras.

"Kamu masih mau disini?" tanya Aryan.

Amelya menggeleng, "enggak om, makasih udah repot-repot anterin saya," ucapnya.

Dia keluar dari mobil lantas terdiam memandangi mobil hitam yang kini menjauh darinya.

Setetes cairan bening jatuh di pipinya diikuti tetesan lain yang semakin deras seperti hujan semalam.

"Amel pengen dipeluk ayah, Amel pengen dibelain sama ayah, Amel pengen dianggap ada, karena aku anak ayah juga."

You My Bucin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang