Sera duduk bersama Milla, sedangkan Viola yang dulunya tak pernah terpisah dengan Sera sekarang duduk bersama Rinka.
“Ser, Viola gak pernah niat rebut Jendra dari Lo,” bisik Milla begitu jam istirahat tiba.
“Kenapa Lo harus ngomong gitu? Gue tau kok Jendra emang brengsek,” balas Sera merasa malas.
“Gue takut aja persahabatan antara kita pecah, Lo sahabat gue tapi Viola juga sahabat gue,” lirih Milla seperti gelisah.
Sera tertawa dibuatnya. “Kalo harus rebutan Jendra, gue yang bakal menang, Mill,” balasnya.
Karena gue ibu dari anaknya Jendra.
“Ser, gak mungkin kan Lo rebut Jendra lagi?” bisik Milla dengan mata membulat.
“Khawatir banget Lo, Mill. Padahal Lo tau sendiri gimana sakitnya jadi gue,” decak Sera tertawa kecil dan langsung berdiri.
Sejenak Sera terdiam dan melirik Milla yang masih diam di bangkunya, tak lama Sera tersenyum dan menepuk bahu Milla. “Lo lupain aja ya apa yang udah gue bilang hari ini? Pura-pura gak tau aja, demi Viola,” bisiknya.
“Gue gak bakal cerita apa-apa lagi sama Lo, Mill,” lanjut Sera tersenyum, yang dimaksud Sera tidak akan curhat tentang masalahnya lagi, karena sudah jelas Milla lebih berat ke Viola daripada dirinya.
“Eh, Ser. Sebenarnya Lo sama nyokap lo pindah ke mana sih?” Rinka mengejar dan merangkul bahu Sera, dan Sera lirik di belakangnya ada Milla sama Viola.
“Dulu kita-kita pernah nyamperin rumah Lo tapi rumah Lo udah dijual ternyata,” jelas Rinka mengapit lengan Sera.
“Hah? Serius?” Sera sangat terkejut rumahnya sudah dijual.
“Iya, enam bulanan lalu kayaknya,” sahut Viola di belakang.
“Sekarang rumah Lo di mana?” tanya Rinka lagi.
Sera bingung untuk menjawab, tidak mungkin mengatakan dia tinggal di rumah keluarga Jendra, kan? Selain itu dia juga tidak tahu di mana keberadaan Windy sang mama.
“Hai, Sayang.” Atensi mereka semua teralihkan karena pekikan centil suara Viola yang menyambut kedatangan Jendra.
“Pacaran mulu dia tuh, sekarang gak ada waktu sama kita,” bisik Rinka pada Sera. Dan Sera hanya bisa tersenyum tipis.
“Gak cemburu kan, Lo?” tanya Rinka menyikut.
“Nggak,” balas Sera cepat, tapi matanya tak lepas dari gerak-gerik Jendra dan Viola yang semakin menjauh.
“Gue males ke kantin, mau ke taman. Kalian terserah mau ikut atau nggak.” Sera memisahkan diri dengan cepat dari mereka, dan tanpa menunggu jawaban langsung berlalu dari hadapan kedua temannya itu.
“Sera masih suka sama Jendra kayaknya, ya?” bisik Rinka.
Milla mengangguk. “Hmm. Tadi pagi dia bilang gak pernah nganggap putus sama Jendra, jangan bilang-bilang Viola Lo?”
“Hah serius? Kasian amat si Sera, tahu-tahu pas balik cowoknya malah udah jadian sama sahabatnya,” balas Rinka sambil melanjutkan perjalanan.
“Kita jaga-jaga aja, kita berdua harus sama-sama di pihak Viola kalo semisal nanti Sera ada main lagi sama Jendra.”
“Gue emang dukung Jendra sama Viola sih, keliatannya lebih serasi aja.”
Sera tersenyum kecut meskipun tidak mendengar Rinka dan Milla tengah menggosipkan dirinya, tapi ia sudah yakin Milla akan menceritakan apa yang dia bilang tadi pagi tentang Jendra, karena Sera sudah tahu karakter Milla itu seperti apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...