Milla berdeham merasa serak di tenggorokannya, turun dari kamari Viola ke lantai bawah dan menuju dapur dengan santai.
Namun, sesampainya di dapur ia terkejut melihat Jendra bersama Sera. Jendra yang tampak melangkah mendekati Sera dan Sera yang mundur hingga terpentok dinding.
Sayang Milla tidak mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan Jendra meskipun gadis itu mencoba menajamkan indera pendengarannya.
Yang Milla lihat hanya Jendra yang mengungkung Sera lalu berbisik, dan detik berikutnya mata Milla melebar sempurna melihat Jendra mengecup bibir Sera.
Gadis itu kini hanya bisa mematung, apa ini yang dimaksud Sera ketika itu yang mengatakan tak pernah menganggap mereka putus? Jadi, sebenarnya hubungan mereka itu seperti apa? Pening sendiri memikirkan itu.
Namun, tangannya langsung mengepal ketika mengingat Ardana. Ia tak terima jika ternyata Sera masih ada main dengan Jendra, ia tak rela jika Ardana pemuda yang diam-diam dia sukai harus tersakiti.
Milla mundur perlahan tak ingin dua sejoli itu menyadari kehadirannya, dan secepatnya meninggalkan dapur itu.
Di ruang keluarga tak sengaja Milla melihat keberadaan Ardana yang tampaknya sudah siap untuk pulang. Kepalanya teringat kembali pada Sera dan Jendra di dapur, iapun akhirnya memilih menghampiri Ardana. Milla kesal pada Sera.
“Dan, mau pulang?” tanya Milla tanpa segan langsung duduk di samping Ardana.
“Iya, bisa panggilin Sera gak, Mill?” Ardana dengan senyum manisnya melirik Milla.
Milla mengerjap, karena bayangan Sera dan Jendra terus muncul. Ia harus berpura-pura tidak tahu Sera di mana atau harus melaporkan perbuatan Sera dan Jendra di dapur? Ia ragu.
Ayo, Mill. Ajak Ardana ke dapur, tunjukin Jendra sama Sera lagi bermesraan, terus Ardana putusin Sera.
Satu sisi hatinya berteriak agar mengadu, tapi satu sisinya lagi mengatakan jangan melakukannya.
“Mill?” panggil Ardana sangat sadar Milla tengah melamun.
“Ah, iya. Sera lagi asyik di kamar,” balasnya akhirnya dengan sedikit kikuk.
Milla pun berdiri dan hendak melangkah, tapi karena tidak fokus dan gugup ia malah melangkah ke sisi yang ada kaki Ardana dan hampir Milla tersungkur ke lantai. Namun, sebelum itu terjadi Ardana berhasil meraih tangan Milla dan menariknya, membuat gadis itu ambruk dengan wajah ke perut Ardana.
Sungguh, Milla tidak dengan sengaja melakukannya. Ia tidak mencari perhatian pada pemuda itu.
“Sorry, Dan, gak sengaja,” cicit Milla begitu malu, wajahnya saja memerah.
“Lo ngelamunin apa sih sampe segitunya?” decak Ardana.
Posisi mereka masih sama, Milla menjadi idiot seketika karena posisi mereka yang memalukan itu dan akan tampak seperti yang tidak-tidak jika ada yang melihatnya dari sisi manapun.
Seperti Sera dan Jendra saat ini yang melihat adegan itu.
Jendra menyeringai puas melihatnya, ia ingin tertawa sekerasnya tetapi ia tahan. Ia lirik Sera di sampingnya yang menunjukkan wajah sangat terkejut.
Jendra pun menepuk bahu Sera. “Gak usah sedih,” bisiknya sedikit tertawa.
Sera melirik Jendra tajam, “Ardana bukan kamu,” balasnya datar dan tanpa ragu menghampiri mereka yang sekarang seperti maling tertangkap basah langsung memperbaiki duduk, sedangkan Milla berdiri.
“Ser, ini gak kayak yang kamu liat.” Ardana tampak begitu panik.
“Na, ayo pulang. Aku ambil tas dulu di kamar Viola, ya?” ujarnya kembali melangkah dan tanpa menghiraukan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...