Akhirnya Sera dan Ardana bisa jalan berdua di hari libur, itu pun dengan segala rayuan Ardana dari hari-hari sebelumnya. Sera mengalah dan meminta pengertian Alea untuk menolak beberapa pesanan, karena memang semakin hari permintaan keripiknya semakin melejit, sampai-sampai mereka menambah pekerja lagi.
Yang penting bumbu racikannya kan? Maka Sera mencoba mengalihkan tugasnya pada Alea, setelah beberapa hari Alea diajari bagaimana caranya menggoreng singkongnya dan supaya bumbunya langsung meresap dan nempel begitu selesai digoreng.
“Sip, lo bisa gantiin tugas gue kalo gini,” ujar Sera setelah mencicipi keripik hasil Alea yang menggoreng.
Alea merengut, ia tetap merasa ada perbedaan. “Gue takut ngecewain pelanggan,” ujarnya menunduk lesu.
“Al, kapan lagi gue bisa jalan sama Ardana? Kasian dia,” lirih Sera memelas.
“Cih, padahal tiap hari tiap malem ketemu sampe sering bobo bareng juga,” decak Alea mencebikan bibir.
Sera melebarkan matanya karena bicara Alea yang ceplas-ceplos itu, gak cuma mereka berdua di sana. “Sembarangan kalo ngomong!” geplaknya. “Kalo orang denger bisa salah paham!”
Setelah melewati berbagai perdebatan akhirnya Sera bisa bernapas lega dengan Ardana yang menggandeng tangannya.
Mereka pergi ke sebuah taman wisata yang menjadi perbincangan setiap anak muda karena baru buka dan tempatnya begitu instagramable. Dan ternyata tak hanya pasangan muda yang berdatangan, tapi juga banyak keluarga bahagia di sana.
Hari ini Ardana menjadi fotografer khusus Sera, berkali-kali ia mengambil foto Sera entah itu dengan sengaja Sera berpose ataupun foto curian, kebanyakannya curian.
Tampaknya liburan mereka sekarang ini begitu menyenangkan bagi Sera, Ardana tak pernah melihat wajah ceria Sera yang senyumnya selebar dan selepas itu. Membuat dada Ardana semakin berdebar melihatnya, Ardana jatuh cinta untuk yang ke sekian kalinya pada perempuan itu.
Namun, tak disangka senyum Sera luntur. Ardana mengikuti arah pandang Sera dan ia langsung mendapatkan jawabannya. Pemuda itu tersenyum kecut, lagi-lagi seorang bayi.
“Kenapa?” tanya Ardana berpura-pura tidak tahu.
“Bayi itu kok mirip banget ya sama Joe?” tanya Sera dengan mata berkaca-kaca.
Ardana memejamkan mata sejenak mencoba untuk sabar, ia tersenyum dan meraih tangan Sera, apalagi si ibu yang menggendong bayi itu semakin dekat dengannya.
“Aku gak salah, dia Joe, Na!” pekik Sera kembali tersenyum.
Tapi Joe sama siapa? Dan siapa wanita yang menggendongnya itu? Gerak-geriknya terlalu mencurigakan. Oh mungkin baby sitternya, pikirnya.
Dengan sengaja Sera menabrakan diri pada wanita itu, hanya untuk mencari alasan agar bisa menyentuh dan mencium Joe. Seperti apapun dia mencoba mengacuhkan Joe, tapi jika sudah di depan mata seperti ini dia tak bisa menahannya.
“Aduh, maaf.” Sera yang pura-pura memainkan ponselnya itu mengangkat wajahnya dengan memasang wajah menyesal.
“Iya, gapapa, Neng,” balas si wanita tanpa melihat ke arah Sera, dan justru melihat ke belakang.
“Ih lucu banget!” Sera dengan tak sabarnya mencubit pipi Joe dan menciumnya dengan penuh rasa rindu. Ternyata ia tak salah, hanya sekilas dan dari kejauhan saja ia langsung mengenali anaknya.
“Anaknya, Bu?” tanya Ardana yang menyusul Sera, Ardana hanya ingin memastikan bahwa dia bukanlah Joe.
“Iya ini anak saya. Maaf ya dek-adek saya buru-buru!” ujar wanita itu dengan gelagat mencurigakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...