“Mama minta aku pulang setelah buang aku? Mama minta aku balik ke Mama setelah aku hampir gila?”
“Mama ada alasan lakuin ini, Mama–”
“Apa pun alasan Mama aku gak peduli!”
Sera menghela napas beratnya mengingat pertemuan tadi pagi, ia yang begitu dinginnya pada mamanya. Sungguh bukan itu yang Sera ingin lakukan, ia tentu ingin kembali pada sang mama dan bahagia seperti dulu, tapi rasa sakitnya masih terasa bahkan melihat wajah mamanya itu benar-benar membuka luka lamanya yang sudah ia kubur dalam-dalam.
“Ada masalah? Sama Ardana?” tanya seseorang yang sedari tadi menemaninya.
Pemuda itu adalah Jendra, dan sekarang mereka tengah berada di gubuk beratapkan rumput kering pinggir kebun singkong yang mereka datangi. Bukan kebetulan, tapi Jendra diminta Alea untuk mengantarkan Sera ke kebun singkong itu dengan alasan Sera banyak pikiran takut terjadi apa-apa. Sebenarnya Alea khawatir kedatangan mamanya Sera membuat Sera kacau.
“Kenapa bawa-bawa Ardana?” Sera mengernyit.
“Aku kira kamu balikan sama dia.” Jendra tertawa miris.
Sera ikut mengernyit, dan wajahnya merengut merasa malas. “Gak ada kata balikan sama mantan,” decak Sera dan itu justru membuat Jendra tersindir dan merasa tertolak.
“Sampai sekarang rasanya aku masih marah, aku benci liat kalian berdua,” ujar Jendra menatap lurus ke depan, kepalanya tak bisa lepas dari bayangan video yang dikirim Ardana semalam. Dan wajahnya sedari tadi begitu kusut membuat Sera bertanya-tanya.
“Neng Sera, ya?” Seorang bapak-bapak dengan topi dari anyaman bambu menghampiri.
Sera sontak berdiri. “Iya, Pak Solihin, kan?” ujarnya langsung menyodorkan tangannya dan langsung dijabat.
Setelah berbincang-bincang banyak mereka pun mulai berjalan beberapa meter dan Pak Solihin mulai mencabut satu pohon. Jendra meringis melihat pria tua itu langsung mencabut dengan tangan kosong dan tanpa bantuan apa pun.
“Kenapa?” Sera memicingkan mata. “Gak bakal kuat kan kamu? Malu tuh sama otot,” bisik Sera tertawa kecil.
Jendra membulatkan mata dan merasa tengah ditantang, apalagi jika itu Sera, ia harus bisa membuktikannya.
“Biar saya bantu, Pak.” Jendra dengan sigap mencabut satu pohon di sebelahnya dengan mengerahkan segala kekuatan.
Setelah tercabut dengan penuh percaya diri dan pamer keberhasilan Jendra mengangkat-ngangkat kedua alisnya. “Bisa, kan?” ujarnya bangga.
Sera menahan tawanya. “Kita cuma butuh satu pohon aja,” decaknya.
Jendra ingin protes mana telapak tangannya terasa panas karena dirinya yang mencengkram erat pohon singkong yang banyak tonjolan itu.
“Singkong jenis ini memang cocok dijadikan buat keripik, Neng. Gak akan keras dan langsung renyah tanpa bahan apa pun,” jelas Pak Solihin.
“Saya kira selama ini sama aja,” gumam Sera karena ia pernah melihat iklan keripik di televisi soal umur singkong, ia juga selama ini menambahkan soda kue agar keripiknya renyah dan tidak keras.
Setelah semua sesuai dan sepakat untuk bekerja sama mereka pun berjabat tangan tanda memulai sebuah bisnis. Mulai sekarang Sera dan Alea tidak akan beli di pasar lagi tapi langsung di kebunnya dengan harga lebih murah dan barang segar.
Jendra melirik asap tak jauh darinya, idenya pun muncul dengan mata berbinar. “Dibakar enak gak sih, Pak? Boleh kita cobain bakar di sana?” tunjuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...