“Jendra! Kamu gak bisa putusin aku gitu aja!” Ini yang ke sekian kalinya Viola merengek pada Jendra, ia sampai menunggu Jendra di parkiran dan mencegatnya.
“Malu, Vi, diliatin banyak orang,” gumam Jendra tak acuh. Menyingkirkan tubuh Viola dan menarik motornya.
“Jendra! Kamu tuh emang bajingan! Bisa-bisanya ninggalin aku setelah semua yang telah kita lalui!” jerit Viola tak peduli dengan beberapa siswa yang menatapnya sambil menertawakannya.
“Aku minta maaf banget! Jangan ganggu aku lagi, ya, Vi?” Pemuda itu memakai helmnya dan melesat pergi meninggalkan area sekolah.
Viola yang masih tidak terima terus menangis dan memutuskan tetap mengejar Jendra sekalipun harus ke rumahnya.
Iya, dengan memesan transportasi online, Viola nekat mendatangi rumah Jendra dan tanpa basa-basi langsung masuk gerbang tanpa permisi.
Namun langkahnya langsung terhenti, dengan dada bergemuruh penuh amarah, matanya kembali bergetar menahan tangis itu.
Pemandangan macam apa ini? Joe yang dipangku Sera dan Jendra yang terus menatap Sera dengan tatapan memuja, Viola belum pernah ditatap Jendra seperti itu.
“Kok pas kita pacaran dulu kamu gak secantik ini sih, Ser?” Apa katanya? Tangan Viola langsung terkepal erat.
Jadi ini alasan Jendra meninggalkannya? Karena Sera?
Viola benci ditipu seperti ini. Ia tak bisa menahannya berlama-lama dan langsung bertepuk tangan.
Prok~ prok~ prok~
“Sempurna! Sandiwara kalian hebat!” ujarnya dengan mati-matian berusaha tegar, padahal hatinya begitu hancur.
“Viola? Sejak kapan lo di situ?” Sera panik, bagaimana kalau Viola mengetahui bahwa Joe itu anaknya?
“Sejak kapan?” Viola mengulang. “Lo bener-bener munafik ya, Sera. Gue gak nyangka banget!”
“Gak usah ngatain Sera munafik. Ngapain lo ke sini?” Jendra langsung berdiri dan menghalangi Sera, seolah melindunginya dari Viola.
“Ngapain?” Viola tersenyum sinis. “Gue yang harusnya nanya, ngapain Sera di sini?!”
“Bukan urusan lo,” balas Jendra mencoba menetralkan emosinya.
“Jadi kamu putusin aku demi Sera? Kamu mau balik lagi sama Sera? Udah selama apa kalian main di belakang gue?” Viola mengatur napasnya yang tak beraturan, matanya menatap tajam ke arah Sera dan Joe.
Sera menjawab cepat, “Nggak, Vi. Gak kayak gitu, ini gak kayak yang lo lihat.”
“Halah! Gue gak mau percaya lagi sama cewek munafik kayak lo, Sera. Lo udah sama Ardana padahal tapi gatel aja sama Jendra! Omongan lo pagi tadi beda jauh sama kenyataan yang gue lihat sekarang!”
Jendra maju dan mencekal tangan Viola. “Jaga ya mulut lo itu!”
“Lo gak terima Sera gue katain munafik sama gatel? Ya terus apa lagi kata yang cocok buat cewek kayak dia?”
Farah sang ibunda Jendra yang di dalam mendengar ribut-ribut langsung keluar. “Kalian berantem lagi? Kalo mau berantem jangan di depan Jo–” Ucapannya langsung terhenti karena melihat kehadiran Viola dengan wajah sembab dan tangannya dicekal Jendra.
“Sera, bawa Joe ke dalam,” titahnya mengkedikan dagunya.
“Iya, Ma.”
Mendengar Sera memanggil Ma pada mamanya Jendra, hati Viola langsung melengos. Rupanya sudah sejauh itu hubungan Sera Jendra.
“Jendra, jangan kasar sama perempuan.” Jendrapun langsung melepaskan Viola dan sedikit menjauh darinya.
“Kamu Viola, kan?” ujar Farah menatap Viola mengintimidasi.
“Saya senang Tante masih mengingat saya,” balasnya masih berdiri di tempatnya. Inilah yang tidak disukai Farah dari Viola, jangankan memberi hormat dengan mencium tangannya menundukkan pandangan saja tidak.
“Mau duduk di sini atau mau masuk? Sepertinya kita harus mengobrol banyak.”
“Tidak usah, Tante. Saya ke sini hanya ingin penjelasan kenapa Jendra putusin saya,” balasnya masih berdiri seperti itu.
“Saya minta maaf atas perlakuan Jendra sama kamu, tapi sepertinya kamu belum tau kalau Jendra sudah memiliki calon istri.”
“Calon istri? Maksud-nya Se-ra?” tanya Viola tergagap, ini benar-benar mengejutkan.
“Iya, Sera juga sudah seperti anak saya sendiri, makanya saya jodohkan dengan Jendra.”
Viola langsung menunduk dan menggigit bibir bawahnya, benar-benar menyakitkan untuknya. Air matanya turun begitu saja dan mengenai sepatunya.
“Kamu boleh membenci Jendra, tapi tidak boleh membenci Sera.”
Viola tak bisa berkata apa-apa lagi sekarang, jika mamanya Jendra sudah berkata seperti ini dan Jendra juga menolaknya ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi, kan? Semuanya benar-benar selesai.
“Saya permisi,” lirih Viola masih menunduk dan perlahan berbalik, melangkah pergi meninggalkan kediaman Jendra dengan perasaan yang sangat menyesakkan.
Viola terima jika ini karmanya karena sudah merebut Jendra dari Sera, tapi ia merasa ini tidak adil kalau Jendra kembali berakhir dengan Sera dan bahagia bersama Sera. Harusnya Jendra mendapatkan karma juga, dan harusnya lebih.
—
“Viola gak tau kan kalo Joe anak kita?” tanya Sera begitu Jendra menghampirinya yang masih memangku Joe di sofa.
“Kayaknya nggak, dia gak denger semua percakapan kita.” Jendra mencium pipi Joe penuh sayang. Setelah itu membenarkan posisi duduknya dan menatap lurus dengan serius.
“Tapi Viola udah tau kalo kamu calon istri aku, mama yang ngomong.”
Sera menghela napas berat, sepertinya ini juga tetap masalah besar baginya.
“Aku udah selesai sama Viola, tinggal kamu sama Ardana.”
Sera berdecak sinis. “Kamu tu tiap ngomong ngegampangin banget. Kamu sama sekali gak merasa bersalah sama Viola?”
Jendra mengacak rambutnya asal dan langsung berdiri. “Pokoknya aku tunggu kamu putus sama Ardana secepatnya.”
“Kamu egois! Hanya mentingin diri sendiri, sampai kapanpun aku gak bakalan putus sama Ardana.”
Jendra langsung mengeraskan rahangnya dengan napas memburu. Jendra ingin berkata kasar tapi ia menahannya mati-matian.
“Seenggaknya kamu punya rasa bersalah kek udah sakitin Viola!” dengus Sera.
“Nggak, justru aku nyesel udah jalin hubungan sama Viola karena membuatku harus kehilangan kamu.”
Sera berdiri dan menunjuk Jendra. “Kamu gak punya hati! Kamu gak bisa salahin Viola aja atas hancurnya hubungan kita, yang paling bersalah itu kamu!”
Dengan cepat Jendra menangkap tangan Sera yang tengah menunjuknya dan mencengkeramnya erat, setelah itu melumat bibir Sera meskipun sekilas. Tak peduli ia melakukannya di depan Joe.
“Kamu tetep milikku Sera, dan aku tau kamu tu gak cinta sama Ardana, yang kamu cinta itu aku.”
“Aku cinta kok sama Ardana,” balas Sera cepat.
Jendra berdecih. “Coba tanya hati kamu sendiri! Aku yakin yang kamu cinta itu cuma aku!”
Sera benar-benar tak habis pikir dengan tingkat kepercayaan diri Jendra ini. Oke, hatinya mengakui belum sepenuhnya menerima Ardana sepenuh hati, tapi itu bukan berarti perasaan Sera untuk Jendra tetap sama, semuanya sudah terkikis dan itu karena ulah Jendra sendiri.
tbc
Gak segampang itu ya Joe ketahuan anaknya Sera sama Jendra 😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...