“Kamu baik-baik aja kan, Nak?”
“Seperti yang Anda lihat, saya baik-baik aja,” jawab Sera tersenyum namun hatinya menangis.
Sera langsung berbalik dan melangkah pergi, papanya begitu asing saat ini, sangat jauh berbeda dari yang dulu. Sera ingin papanya memanggil dan mengejarnya, tapi ternyata sama sekali tidak, membuat hatinya kembali remuk untuk yang ke sekian kalinya.
Papanya sendiri hanya memandang punggung Sera yang kian menjauh, air matanya menetes. Ini terlalu tiba-tiba untuknya, ia belum siap menampakkan diri di hadapan putrinya itu dan menjelaskan semuanya. Namun saat melihat Sera disambut seorang pemuda dan juga seorang gadis membuat papanya sedikit merasa lega, setidaknya Sera tidak sendiri saat ini, papanya tahu Sera pasti sangat bersedih sekarang ini.
“Lo gak apa-apa? Siapa laki-laki itu?” tanya Alea menepuk sebelah bahu Sera.
Sera mengusap wajahnya kasar. “Gapapa, gak usah pedulikan orang itu,” balasnya menunduk dan tak lama tersenyum memastikan bahwa dirinya memang baik-baik saja.
Tama berdecak lalu merangkul Sera tanpa permisi. “Lo bisa nipu orang lain tapi nggak dengan diri lo sendiri,” ujarnya langsung berjalan membuat Sera ikut berjalan.
Melihat Tama yang sudah seberani itu membuat Alea tersenyum saja, ia yakin ada sesuatu yang lebih Tama rasa untuk Sera.
“Kalo sakit bilang, kalo mau nangis ya nangis. Lampiasin semuanya biar luka lo mengering. Jangan sok-sokan tegar dan kuat, karena dengan lo menahan semuanya dan menutupi luka lo itu justru lukanya akan semakin parah, membusuk dan hancurin diri lo sendiri.”
Sera tersenyum mendengar ucapan Tama. “Gue masih bisa nangis yang artinya luka gue masih tidak seberapa. Gue pernah lebih sakit dari ini sampe gak tau gimana caranya nangis,” balasnya diakhiri dengan senyuman sinis.
“Lah Alea mana?” Sera baru menyadari ketidakhadiran temannya itu saat melirik ke samping lalu ke belakang. Tama juga baru menyadarinya.
Sedangkan Alea sendiri dari kejauhan tertawa saja, ia sengaja memisahkan diri memberi mereka berdua kesempatan untuk mengobrol. Daripada jadi obat nyamuk juga, kan? Biarlah dirinya menikmati waktunya seorang diri di tempat ini.
Alea melihat Sera meletakan ponselnya di telinga dan saat itu juga ponsel milik Alea berdering.
“Al, lo ke mana?” tanyanya begitu nyaring.
“Sori, Ser. Gue sakit perut gue pulang duluan,” jawab Alea asal.
“Alea! Gila lo! Lo yang ngajak ke sini tapi main pulang sendiri.” Sera menggeram kesal karena Alea mematikan teleponnya begitu saja.
Alea terkikik saja memainkan ponselnya. “Minta jemput Kak Joni ah,” ujarnya yang langsung menghubungi pria yang selalu ia mintai bantuan itu. Dan tentu ada maksud terselubung Alea minta dijemput, kapan lagi bisa menghabiskan waktu berdua dengan pria yang diam-diam mengambil hatinya itu.
Kembali ke Sera yang terus menggerutu dan mengembungkan wajahnya kesal. Padahal dirinya ke sini demi Alea sampai berantem dulu dengan Ardana karena tidak boleh ikut demi menyenangkan hati Alea, tapi gadis itu malah meninggalkannya.
“Belum sholat Dzuhur kan, Kak? Ayo ke musholla dulu sebelum kita pulang,” ajak Sera dengan begitu ketusnya.
“Hah?” Mata Tama membulat, dia gak salah dengar, kan?
“Ayo!” Sera jalan lebih dulu.
Tama mau tak mau mengikuti Sera, seumur-umur jalan dengan berbagai perempuan baru kali ini saat jalan diajak ke musholla buat sholat dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...