Empat bersahabat itu menjadi pusat perhatian, pasalnya wajah mereka belepotan kue. Termasuk Jendra yang terkejut melihat penampilan mereka yang mencolok itu, hampir saja Jendra tidak mengenali wajah mereka kalau saja suara cempreng Viola tidak terus mengoceh.
“Kalian ngapain?” tanya pemuda itu.
Jendra khawatir karena melihat wajah Sera yang juga terdapat noda kue dan mengenai lebam yang dia kompres tadi.
“Hari ini Sera ultah, Yang. Kita abis rayain lho,” jawab Viola dengan semangatnya, di hatinya ada rasa senang karena sepertinya Jendra melupakan hari ulang tahun Sera.
Jendra diam. Sera ulang tahun? Ia mengumpat dalam hati kenapa sampai lupa.
“Sama Ardana juga barusan!” sambung Viola lagi. Menyadarkan Jendra yang tengah melamun.
Dan mendengar kata Ardana langsung membuat bahu Jendra merosot, Ardana jelas lebih dari dirinya untuk Sera.
“Oh, Happy birthday, Ser,” ujar Jendra akhirnya dengan agak kikuk. Padahal beberapa saat yang lalu mereka berduaan dan melakukan hal manis, andai saja dirinya tahu hari ini adalah hari ulang tahun Sera.
“Hmm,” jawab Sera cepat dan datar.
Diam-diam Milla mengamati tatapan Jendra pada Sera. Apa mungkin rahasia yang baru dia dengar ada hubungannya dengan Jendra? Singkatnya apa mungkin Jendra yang sudah mengambil kesucian Sera? Karena hanya Jendra satu-satunya mantan Sera.
“Eh, pipi kamu gak apa-apa, kan? Masih sakit gak?” Jendra kembali mengingat luka itu dan tanpa sadar menangkup wajah Sera. Sontak semua atensi tertuju pada mereka dengan berbagai pertanyaan, terutama Viola.
Sera mundur secara kilat karena begitu terkejut.
Viola yang sudah terbakar api cemburu menarik tangan Jendra. “Kok kamu bisa tahu sih Sera wajahnya luka?” tanyanya merengut.
“Iya, Jen. Tau dari mana lo?” Rinka malah memanasi suasana.
Yang awalnya tegang Jendra tiba-tiba dengan santai menjawab, “Gue liat tadi pas kalian di lapangan!” Matanya tertuju ke Milla, “Lo kan yang lemparin bola ke Sera? Jahat banget si lo,” lanjutnya berdecak sembari geleng kepala.
“Pasti karena lo gak suka Ardana sama Sera, ya?”
Milla lagi-lagi dihakimi dan dipojokan, dan itu membuatnya begitu kesal, apalagi jika disangkutpautkan dengan perasaannya ke Ardana. Itu sama sekali tidak ada hubungannya.
“Lo nyebelin banget, Jendra!” Milla memukul dada Jendra dengan keras dan berlalu begitu saja meninggalkan mereka semua.
Milla terluka saat ini, dan ia ingin menangis.
“Mill, tunggu.” Rinka yang ingin segara cuci muka berlari menyusul Milla.
“Kenapa dia?” tanya Jendra dengan bodohnya.
Viola menarik Jendra lebih mendekat dan berbisik, “Ih Sera tuh dikerjain dia kan ultah.”
Manik Jendra mengerjap. Dikerjain? Gila! Jendra hanya bisa membatin, karena ia melihat dengan jelas betapa kerasnya pukulan Milla pada bola itu dan akhirnya mendarat ke wajah Sera.
“Lho, kalian masih di sini?” Ardana tiba menggunakan seragam yang baru ia beli. Masih ingat kan Ardana yang kebasahan menolong Milla?
“Ih, Sayang, bukannya cuci muka!” gerutu Ardana menangkup sebelah wajah Sera dengan manja.
Jendra melihat itu jelas cemburu, ia merasa kalau Ardana ini dengan sengaja melakukannya karena ada dia di depannya.
Sayang, sayang! Jendra menggerutu dalam hati menatap Ardana kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...