Sera dan Milla masih bertahan di bangku mereka, rupanya mereka tidak mau mengalah. Bagi Milla kalau dirinya pindah itu artinya menjadi berjauhan dengan bangku Viola dan Rinka, dan bagi Sera ribet amat harus pindah bangku segala, kekanakan, begitu pikirnya.
Walaupun sudah satu minggu berlalu, keadaan mereka masih sama diam-diaman, terkecuali Rinka yang netral dan masih bicara dengan Sera dan mengajak mengobrol. Sera sendiri sih sebenarnya gimana dibawanya.
“Kuat amat lo gak diem-dieman selama itu sama temen sebangku, gak risih apa?” tanya Lamia yang di bangku sebrang Sera begitu terang-terangan, Milla sendiri mendengarnya.
“Gue masih stay di sini artinya emang gak risih, hidup jangan dibawa ribet,” jawab Sera datar.
Lamia menggeser bangkunya dan mendekat ke Sera lalu berbisik, “Emang bener lo dimusuhin Milla karena dia suka sama cowok lo?”
“Nggak juga sih,” jawab Sera tertawa kecil. Ia tak habis pikir kenapa Lamia begitu berani bertanya di depan orangnya langsung.
“Maksudnya?”
Sera berdeham dan melirik Milla. “Coba tanya Milla kenapa dia musuhin gue,” ujarnya sedikit mundur agar Lamia bisa berhadapan langsung dengan Milla. Lamia malu sendiri.
“Sebenarnya kesalahpahaman aja, sih, Lam,” ujar Sera dengan santai.
Kesalahpahaman lo bilang? Hati Milla kembali memanas.
“Jadi, masalah sebenarnya tuh apa?” tanya Lamia lagi berbisik.
Lamia ini memang terkenal keponya, kalau bertanya pasti sampai akar. Apa kalian punya teman yang seperti itu? Biasanya Sera suka risih saat Lamia terus bertanya, tapi kali ini ia merasa itu adalah hal yang bagus.
Milla mengepalkan tangannya dan membuka suara, “Berhenti bertingkah seolah semuanya baik-baik saja, Sera!”
Geraman Milla barusan membuat Rinka dan Viola melirik ke belakang. Kenapa lagi ini?
“Seenggaknya lo minta maaf, kek!” dengus Milla.
Sera berdecak. Minta maaf? Gak kebalik? Batinnya.
“Gue? Minta maaf sama lo?” Sera mengangkat kedua alisnya dengan heran. Minta maaf sudah rebut Ardana maksudnya?
“Lo bukan Sera yang dulu, sekarang lo angkuh dan banyak tingkah, jangan mentang-mentang lo direbutin Jendra sama Ardana!” Mendengar ucapan Milla ini sontak Sera tertawa kecil, lalu menggeleng dan melipat kedua tangannya di dada.
Viola yang merasa diberi jalan ikut-ikutan bersuara, “Bener, semenjak pindah lagi ke sini, lo menjauh dari kita sampe gak tau kalo Milla itu suka sama cowok yang sekarang jadi pacar lo.”
“Jadi gue udah rebut Ardana dari Milla gitu?” simpulnya masih dengan santai.
Viola kembali menyahut, “Bukan Ardana yang jadi masalah, tapi lo udah gak terbuka sama kita semua, lo men-ja-uh,” jelasnya menyeringai penuh kemenangan.
“Vi, lo beneran gak nyadar kenapa gue menjauh?” tanya Sera pelan. Dia merasa semua orang tahu alasannya kenapa dia menjauh.
Viola mengepalkan tangan, sekarang Jendra yang akan dibahas, padahal dirinya semangat sekali mengompori Milla.
Rinka yang sedari tadi diam menggebrak meja. “Diam semuanya diam!” pekiknya. “Kalo gak ada yang mau ngalah, masalah apapun gak bakal selesai!”
Teriakan Rinka sama sekali tidak berpengaruh untuk siapapun, apalagi saat Viola lagi-lagi bicara, “Jadi bener dugaan gue lo masih suka sama Jendra, lo gak terima Jendra jadian sama gue! Makanya lo ngejauh dari kita semua!” Viola menghela napas sebanyak-banyaknya dengan tak beraturan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...