Saat salah seorang teman tidak masuk sekolah itu pasti rasanya ada yang kurang, gak seru dan membosankan. Itu juga yang dirasakan Sera dan Rinka saat ini, apalagi sebelum ini mereka sudah kehilangan Viola di circle mereka, tinggal berdua jadinya sepi sekali.
Mereka pergi ke kantin berdua dan makan berdua, suara mereka tak seheboh biasanya karena cuma berdua aja. Rinka meringis membayangkan kalau seandainya Milla juga seperti Viola yang memutuskan tali persahabatan hanya karena seorang cowok.
“Lo yakin Ardana nyokapnya sakit?” tanya Rinka dengan mulut mengunyah sosis.
“Maksud lo? Ardana bohongin gue?” tanya Sera ketus dan matanya mendelik.
“Bukan gitu maksudnya, tapi kenapa sampe gak sekolah coba! Lo bilang dari semalem kan ke rumah sakitnya?”
“Hem. Katanya sih tar pulang bisa jemput gue dan anterin ke tempat kerja,” balas Sera yang kepedesan.
“Lo gak curiga apa-apa?” bisik Rinka pelan.
Sera naik pitam dan menatap tajam. “Jangan ngajarin gue over thinking, dong ah,” gerutunya. Namun, hati kecilnya membenarkan ucapan Rinka, tadi pagi Ardana yang tidak biasanya memutuskan telepon mereka secara sepihak.
Rinka diam, hatinya geregetan sekali. Milla dan Ardana tidak masuk sekolah bersamaan baginya itu mencurigakan, ditambah ketikan Milla dan bahasa Milla di grup chat mereka tidak biasanya. Mau bilang langsung ke Sera takut dugaannya itu salah dan malah membuat Sera Ardana yang adem ayem malah bermasalah.
Dan Sera sendiri, tidak kepikiran sampai ke sana. Ia sepenuhnya percaya apapun yang diucapkan pacarnya.
“Nih minum.” Seseorang menyimpan satu botol teh di depan Rinka dengan senyuman khasnya. Membuat Rinka balas senyum malu-malu.
“Rinka aja yang dibeliin gue nggak,” ujar Sera dengan julid.
“Lah lo kan punya Ardana, minta dibeliin dia aja sana!” balas Haekal tak kalah julidnya, mendudukan bokongnya di depan Milla.
“Ardana gak sekolah, makanya Sera bete gitu,” ujar Rinka tertawa kecil dan langsung mendapat delikan dari Sera.
“Jus punya lo buat gue aja ya, Rin. Lo kan udah dibeliin ayang.” Sera menyedot jus jeruk punya Rinka begitu saja.
“Eh punya lo aja belum lo minum,” gerutu sahabatnya itu melotot, dan Sera tak mendengarkannya sama sekali.
“Kalian ini balikan apa gimana sih?” Sera menatap Rinka dan Haekal bergantian.
“Kita mantanan kok,” jawab Rinka cepat.
Haekal mengangguk menyetujui. “Mantan tapi mesra,” sambungnya sambil melipat tangan di dada santai.
Sera melongo, dia gagal paham. “Ribet lo pada! Apaan mantan tapi mesra! Balikan ya balikan aja.”
Haekal tertawa dan satu ide melintas di kepalanya saat melihat Jendra. “Jen, sini! Penting!” teriaknya.
Sera menatap tajam Haekal sedangkan Rinka menertawakan sahabatnya itu.
Jendra yang melihat temannya memanggil langsung menghampiri tanpa berpikir dua kali dan tanpa melihat dengan siapa Haekal duduk.
“Nih Sera minta ditemenin,” ujarnya mengangkat kedua alisnya dan sedikit mengedipkan sebelah matanya sebagai kode.
Sera yang kesal menendang kaki Haekal di bawah meja dan tatapannya semakin tajam.
“Rin, katanya mau nemenin ke perpus.” Haekal malah berdiri menunggu Rinka.
Rinka cukup paham maksud Haekal, ia lirik Sera yang menggelengkan kepala dengan tatapan memohon padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...