Lagi-lagi pagi ini Sera melihat Jendra di dalam rumah itu, menunjukkan bahwa Jendra tidur di sana. Pemandangan pagi seperti ini memang jarang Sera lihat, apalagi dengan Jendra yang mengenakan seragam sekolah.
Jendra yang baru keluar dari kamarnya itu langsung tersenyum ketika mendapati Sera melihatnya, ia juga berjalan menghampiri Sera.
“Hai, Ser. Gue putusin mulai sekarang gue bakal tetep tinggal di sini, kita bisa rawat Joe sama-sama,” ujarnya dengan penuh semangat, terbukti dengan binar di matanya.
Merawat Joe sama-sama? Sera membatin ingin tertawa.
“Ya terserah kamu,” balasnya melewati Jendra begitu saja dan turun menuju dapur.
Jendra berusaha sabar, dia dengan seragam sekolah yang sama dengan Sera itu berjalan mengekori di belakang.
“Mama, biar Sera aja yang bawa.” Perempuan itu dengan cepat mengangkat sup di atas kompor sebelum diambil Farah, lalu menyajikannya di atas meja.
Farah tersenyum bahagia melihat Sera dengan semangatnya membantunya meskipun tidak banyak. Sebenarnya kemarin-kemarin Sera selalu bangun yang paling pagi dan menyiapkan semuanya sendiri, tapi Farah selalu melarang. Farah tidak ingin Sera kecapean dan tidak cukup tidur karena Sera dalam kondisi menyusui.
“Jendra bantu juga, ya, Ma.” Jendra ikut melakukan apa yang dilakukan Sera, bahkan Jendra mengambil piring dan gelas yang tengah diambil Sera.
“Tumben kamu tidur di rumah dan mau sarapan bareng Mama tanpa diminta,” ujar Farah menatap heran putranya itu.
“Yah Mama. Apa yang aku lakukan pasti selalu salah,” gerutu Jendra.
“Bukan begitu maksudnya!” Kak Alma datang dan menoyor kepala Jendra dari belakang. “Mama tu nanya sama kamu!”
“Sudah, Al. Biarin aja adek kamu itu, udah ketebak tar juga pulang lagi.” Farah dengan cepat menengahi dua anaknya itu karena meskipun sudah dewasa mereka masih suka cekcok seperti anak kecil.
Merekapun sarapan bersama seperti biasanya, bedanya hanya kehadiran Jendra saja yang sesekali itu.
“Berangkat bareng gue yuk sekalian.” Jendra sedikit menyikut lengan Sera yang baru selesai sarapan itu.
Alma yang melihat kelakuan adiknya itu dengan cepat bicara, “Jen, kamu jangan suka ganggu Sera, ya?” Semua orangpun menoleh.
“Biarin Sera melakukan apapun yang dia mau, jangan suka ngatur,” lanjutnya karena tahu bahwa Jendra dan Sera itu sudah putus dan tidak ada hubungan apa-apa lagi.
Tak lama Alma langsung berdiri diikuti Bayu suaminya karena sama-sama mau berangkat ke rumah sakit. “Kita berangkat, Ma,” ujar Bayu mencium tangan Farah diikuti Alma.
Alma itu orang baik, suka menolong dan dermawan. Dia melakukan kebaikan pada Sera pun sepenuhnya dengan setulus hati, apalagi Sera sudah memberinya seorang anak. Namun, untuk Sera menjadi adik iparnya yaitu menjadi istri Jendra, Alma tidak menyetujuinya.
Bagi Alma, Jendra berhak dan pantas juga lebih dari mampu untuk mendapatkan seorang gadis yang lebih dari seorang Sera. Bukan tentang perbedaan kasta, tapi selama Jendra mampu mendapatkan yang lebih, kenapa tidak, itu pemikiran Alma.
“Joe udah bangun, ya?” Sera memekik melihat Joe di gendongan Bi Susi dan tengah menyusu.
“Kak Seranya mau sekolah tuh!” Bi Susi mengajak bicara pada bayi itu.
“Pengen mandiin dulu, tapi kakaknya mau sekolah nih.” Sera mengerucutkan bibirnya menatap penuh sesal anaknya itu.
“Cium aja ya yang banyak, muah muah muah!” Sera tanpa segan menyerang wajah Joe secara bertubi dengan ciumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...