FATE 11

23.3K 1.2K 38
                                    

Sera mengernyit melihat kehadiran Jendra saat ini, baru pertama kali Jendra ada di rumah di hari Minggu dan sepagi ini, itu artinya Jendra tidur di rumah tidak di apartemen.

“Gue mau jogging, mau ikut gak Lo?” tanya Jendra mendapati Sera yang menatapnya heran.

Yang ditanya mengkedikan bahu dan melewatinya dengan cuek, menunjukkan bahwa dirinya tidak peduli. Diperlakukan seperti itu membuat Jendra geram dan mengepalkan tangan, Sera benar-benar acuh padanya. Jendra lebih suka saat Sera selalu menurutinya, memohon padanya, bertekuk lutut dan bergantung.

“Ardana sialan!” gumamnya langsung keluar rumah untuk berlari pagi. Jendra masih yakin Sera tidak lagi bergantung padanya karena kehadiran Ardana.

Di depan rumah Sera tampak tengah menjemur Baby Joe di gendongannya dan membuat Jendra yang hendak keluar itu menghentikan langkahnya dan menghampiri mereka.

Lagi-lagi Sera acuh dan berniat melangkah pergi untuk menghindar, sebenci itu Sera pada Jendra.

“Kak Alma emang ke mana?” tanya Jendra datar, karena sebelumnya Jendra lihat Joe digendong Alma.

“Ada acara, kali ini Kak Alma gak bisa bawa Joe,” jawabnya datar pula dengan menghindari tatapan Jendra.

Jendra ingin ditanyai Sera sepert ini, katanya mau jogging kok gak jadi. Namun, nyatanya Sera benar-benar diam dan malah bicara mengajak main Joe.

“Satu, dua, tiga!” ujar Sera sedikit mengangkatkan tubuh Joe ke atas dan bayi mungil itu tertawa lucu.

“Lagi, ya. Satu, dua, tiga!” ujar Sera lagi sedikit tertawa kecil karena lagi-lagi berhasil membuat Joe tertawa.

“Ser,” panggil Jendra yang ternyata sedari tadi terus mengekorinya.

Dan Sera masih acuh, hanya ekor matanya saja yang sedikit melirik Jendra.

Jendra mengacak rambutnya gemas dan akhirnya ia hanya bisa menatap Sera dari kejauhan. Kalau saja Sera tidak sedang menggendong Joe, Jendra sudah menyeret Sera dengan kasar dan memarahinya. Kehadiran Joe benar-benar harus membuat Jendra menahan rasa kesalnya, ia tidak mau kejadian itu terulang, Jendra yang membentak Sera dan malah Joe yang menangis.

Namun, semakin lama Jendra menatap Sera dan anaknya itu membuat Jendra tanpa sadar tersenyum, apalagi melihat wajah ceria Sera yang hampir tak pernah terlihat selama ini, ah mungkin karena Jendra saja yang tak pernah lagi memperhatikan Sera setelah membuatnya hamil.

“Maaf, Ser. Gue terlalu jauh nyakitin Lo,” gumamnya. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa kebejadannya malam itu sampai membuat Sera hamil. Jendra masih ingat jelas tangisan Sera ketika dirinya memaksa.

Dan ketika menatap wajah Joe, sejauh ini Jendra tak pernah bisa menganggapnya sebagai keponakan, sama halnya seperti Sera, bagi Jendra bayi mungil itu tetap anaknya. Inilah yang Jendra takutkan, dan harusnya Jendra marah karena semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Tapi, setelah bayi itu benar-benar lahir Jendra tidak bisa marah. Itu darah dagingnya dan Jendra menyayanginya.

Perlahan sudut bibirnya tersungging tipis, ketika membayangkan bahwa mereka bertiga adalah keluarga bahagia. Sera, baby Joe dan dirinya. Membuatnya tanpa sadar melangkah mendekati Sera yang kini berpindah ke depan rumah.

“Sayang!” panggil Jendra sangat membuat Sera tersentak, baru tersadar bahwa Jendra memanggil sayang pada Joe.

“Sini sama Om Jendra, ya?” ujarnya langsung mengambil alih bayi mungil itu dengan sangat hati-hati. Dan seketika itu juga Joe menangis tidak mau digendong Jendra.

“Lho kenapa? Sekarang giliran sama Papa dong mainnya, masa sama Mama terus–” Ucapan Jendra langsung membuat suasana hening seketika.

Papa? Mama? Jendra diam karena kebablasan bicara, dan Sera mengedarkan pandangannya ke manapun.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang