FATE 49

10.5K 633 27
                                    

Sera berjalan keluar cafe dengan pikiran terus berkelana, sampai akhirnya dirinya melihat Ardana yang memasukkan kedua tangannya ke saku hoodienya, penampilannya masih seperti tadi siang. Dan saat Ardana melihat Sera ia langsung tersenyum lebar, sedangkan Sera wajahnya tampak datar, begitu banyaknya masalah yang menimpanya.

“Aku mau nanya,” ujar Sera begitu sampai di hadapan Ardana.

“Kenapa kamu sama Lucas tukeran kendaraan?”

Ardana yang terkejut berusaha menormalkan mimik wajahnya, ia sedikit berdeham dan maju satu langkah untuk lebih dekat dengan kekasihnya itu.

“Bukannya semalam kamu di rumah sakit buat jagain Mama kamu sampe lupa ngabarin aku? Tapi kenapa Lucas malah bilang kamu sama cewek lain?” tanya Sera bertubi.

“Ser–” Ardana mendekat dan hendak menyentuh bahu Sera tapi perempuan itu dengan cepat mundur.

“Aku bisa jelasin!”

“Jelasin?” Sera tertawa dengan perasaan nyelekit sakit.

Padahal ia bertanya seperti itu hanya untuk mengerjai Ardana saja.

“Jadi Lucas bener?” tanyanya tak percaya, matanya langsung berkaca-kaca.

“Ser, nggak gitu. Aku punya alasan, dan itu genting banget.”

Sera menggeleng, ia sudah dipatahkan berkali-kali oleh Jendra jadi ia tidak bisa percaya apapun lagi di saat lelaki pengganti Jendra juga membohongi dan mengkhianatinya.

“Posisi aku gak memungkinkan buat ninggalin dia,” lirih Ardana yang benar-benar cemas, sangat takut Sera mengakhiri hubungan mereka.

“Sampe kamu lupa jemput aku, gitu?” tanyanya sendu. “Sampe kamu tega bawa-bawa mama kamu sendiri buat kepentingan kamu?” lanjutnya tak habis pikir.

Ingatan Sera kini tertuju pada saat Ardana yang memutuskan telepon secara sepihak tadi pagi, tepat setelah terdengar suara perempuan yang memanggil Ardana. Tangannya langsung terkepal erat, karena itu artinya mereka sampai bermalam bersama.

“Kalian semalaman bersama? Jadi, yang tadi pagi aku dengar suaranya itu bukan mama kamu?” tanya Sera tertawa menyedihkan.

Sedikit demi sedikit ia bisa menyusun puzzle pengkhianatan itu. Dan tawanya semakin keras saat pikirannya tertuju pada sahabatnya yang juga tidak sekolah karena sakit, juga pada isi chat Milla yang ketikannya tidak biasa.

“Cewek itu Milla, kan?” tanyanya yang langsung membuat Ardana seperti meledak karena Sera langsung mengetahuinya.

“Ngapain aja kamu semalam sama dia? Sampe pagi-pagi kamu maen hape Milla dan kirim chat atas nama Milla ke grup yang di grupnya itu ada aku cewek kamu,” ujarnya mati-matian menahan tangis, suaranya begitu parau menahan sakit, membayangkan hal yang tidak-tidak antara Ardana dan Milla semalaman.

“Padahal semalaman aku khawatir takut kamu kenapa-kenapa,” lanjut Sera kini benar-benar menangis. Ternyata rasanya tetap sama, seperti halnya disakiti Jendra dulu.

“Sera, aku bisa jelasin. Aku gak mungkin khianatin kamu, semuanya ada alasan.” Ardana dengan cepat memeluk Sera yang kini terus menangis dan memukul-mukul dada Ardana.

“Sera, tatap aku!” Ardana menangkup dan menahan wajah Sera agar menatapnya.

“Kalau penjelasanku gak masuk akal kamu boleh benci dan gak temui aku lagi!”

Tak ada pilihan, sepertinya Sera harus mendengarkan penjelasan itu.

“Kita bicara di tempat lain,” ujar Ardana menghapus air mata Sera dan diakhiri dengan mengecup keningnya.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang