Sera memandangi wajahnya melalui cermin, ternyata benturan bola tadi meninggalkan sedikit lebam di sebelah pipinya itu dan ada sedikit luka lecet.
Tanpa sadar pandangan Sera dari pipi turun ke bibir, ia tertegun cukup lama. Beberapa menit yang lalu Jendra menyentuh bibirnya lagi dan entah untuk yang ke berapa kalinya karena itu selalu secara paksa.
Tak lama akhirnya Sera merapatkan kedua belah bibirnya, ia juga mengingat ketika merasakan debaran jantung Jendra tadi. Apa itu maksudnya? Kenapa Jendra harus berdebar seperti itu dan langsung menciumnya?
Sera menggeleng pelan, ia harus ingat kalau dirinya sekarang punya Ardana. Jendra tak lebih dari seorang brengsek yang menghancurkannya.
Sepertinya jam istirahat sudah tiba, beberapa siswi mulai berdatangan ke toilet dan melirik dirinya aneh, pasti karena luka lebam itu. Sera meringis dan membuka ikat rambutnya, setidaknya bisa membantu menutupi lebamnya walau tak sepenuhnya.
“Eh, Ser. Jadi lo di sini?” Tak sengaja Sera berpapasan dengan Viola.
“Tau gak, Milla kecebur kolam renang! Di UKS dia sekarang, lo ke sana gih!” ujarnya panik dan langsung berlari memasuki toilet.
Sera ikut panik sendiri, pasalnya ia tahu Milla tidak bisa berenang. Tanpa berpikir lagi Sera berlari kembali ke tempatnya semula.
Kalau dipikir, buat apa Milla ke kolam renang? Bukannya sebelumnya dia ikut voli?
Dan begitu sampai, Sera langsung diam mematung melihat di balik tirai itu. Milla memeluk Ardana begitu erat, dengan keadaan keduanya sama-sama basah kuyup.
Sera cemburu? Tentu saja. Apalagi ini untuk yang kedua kalinya Sera melihat Milla bersama Ardana seperti itu, dan kali ini Ardana ikut menepuk-nepuk punggung Milla dan sesekali mengusapnya lembut.
Apa-apaan ini? Jangan-jangan yang dibilang Jendra benar. Sera tak bisa menghilangkan pikiran buruk itu.
Entahlah kenapa Sera harus termakan hasutan Jendra. Ia menghampiri keduanya dan menarik Ardana menjauh dari Milla.
“Oh jadi begini lo di belakang gue! Pantesan tadi lo ngelempar bola ke gue cukup keras! Jadi, lo punya dendam sama gue!” cerca Sera menunjuk-nunjuk wajah Milla.
“Ser!” Ardana menahan Sera. “Kamu salah paham.”
“Salah paham apa? Ini yang kedua kalinya ya aku pergokin kalian!” teriak Sera menatap tajam Ardana.
“Kalau kamu gak tulus sayang sama aku lebih baik kamu tinggalin aku, gak kayak gini caranya.”
“Jangan karena kamu merasa tertipu karena kekuranganku yang ternyata udah gak suci kamu bisa seenaknya gini sama aku!”
“Sera!” teriak Ardana menatap tajam. “Jangan bahas itu.”
Sera lupa ada Milla di sana yang memang tengah menganga mendengar sesuatu yang harusnya tidak ia dengar.
Udah gak suci? Ya, itu yang ada dalam pikiran Milla saat ini.
Sera mengatur napasnya yang memburu, ia marah karena Milla melempar bola padanya seperti seorang pengecut, dan ia cemburu dengan adegan Ardana Milla barusan. Itu semua membuatnya hilang kendali, ia yang selalu merasa tidak pantas untuk Ardana membuat dirinya harus membahas itu.
“Aku gak ada apa-apa sama Milla, aku cuma nolongin dia yang kecebur dan dia gak bisa berenang,” lirih Ardana pelan sambil mengusap wajah Sera yang terdapat memar.
“Kamu cuma kasihan kan sama aku?” tanya Sera kini entah pikiran dari mana.
Tiba-tiba suara gaduh datang, decit pintu, langkah kaki dan nyanyian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...