FATE 66

10.7K 579 44
                                    

Alma datang dari arah dapur menghampiri Joe dan Jendra di ruang keluarga. Wanita itu menyimpan sepiring potongan buah dan semangkuk khusus Joe yang dipotong kecil-kecil.

Jendra memang hampir setiap hari menyempatkan diri menemui Joe walau hanya sebentar, awal-awal Alma selalu menyuruh pulang tapi makin sini Alma bosan sendiri mengusir Jendra, apalagi di hari Minggu seperti ini, pemuda itu begitu keras kepala.

“Jen, Sera udah ketemu orang tuanya belum sih?” tanya Alma selepas menyuapi Joe.

“Belum, kenapa nanyain Sera? Biasanya gak mau bahas,” sahut Jendra merasa heran.

“Kali aja udah ketemu, kasian dia sebatang kara,” jawab Alma.

Sebenernya Alma bertanya seperti itu karena risau selepas pertemuannya dengan gadis kecil dan seorang pria paruh baya di bandara waktu itu. Melihat Celia yang sangat mirip dengan Sera, membuatnya memikirkan yang tidak-tidak, apalagi bentuk bibir Sera dan Celia begitu sama ketika bicara meskipun nada mereka jauh berbeda.

Bisa saja mereka ada hubungan keluarga dengan Sera, pikirnya.

“Bapaknya Sera masih ada, kan?” tanya Alma lagi.

Jendra bingung dengan Alma saat ini, ia hanya bisa mengernyit dan menjawab se-tahunya saja. “Katanya papanya pergi ninggalin dia pas masih kecil, jadi kemungkinan besar masih hidup.”

Alma mengangguk-angguk mengerti, ia takut jika seandainya Sera meminta pertolongan keluarganya untuk mengambil Joe darinya. Itu tidak boleh terjadi.

Sedangkan Jendra pikirannya tengah kalut karena kejadian semalam, pertemuannya dengan Alea benar-benar sangat tidak terduga. Alea perempuan yang pernah ia sayangi sekaligus sakiti, Alea yang mengakhiri hubungan mereka dan saat itu Jendra mengemis-ngemis untuk bertahan.

Dan saat ini pikirannya juga dipenuhi oleh Sera yang semalam menamparnya, bukan tentang rasa sakit yang ia terima di wajahnya, tapi raut muka Sera yang tak biasa itu membuatnya khawatir.

Sera sudah mengetahui semuanya, satu hal yang ia kubur dalam-dalam. Fakta itu sudah dipastikan menghancurkan Sera untuk yang ke sekian kalinya. Sebuah tamparan bukanlah apa-apa, jikalau Sera membunuhnya pun Jendra akan membiarkannya jikalau itu bisa membayar semua rasa sakit yang pernah ia berikan untuknya.

“Kak, boleh gak aku mau bawa Joe keluar?” tanya Jendra kini penuh harap.

Tatapan Alma seketika sengit. “Mau kamu bawa ke Sera, kan?”

Jendra langsung berdecak, “Aku cuma khawatir sama Sera, dia sama sekali gak pernah nanyain kabarnya Joe.”

“Ya bagus dong, emang gitu harusnya. Biarin Sera seneng-seneng sama temen-temennya, biarin Sera nikmatin dulu masa mudanya tanpa mikirin Joe, tanpa merasa dirinya berbeda dari anak muda lainnya.” Alma menjeda kalimatnya sejenak dan kembali berbicara dengan lebih pelan.

“Waktu itu gak bisa diputar ulang, Jen. Bahkan satu jam yang lalu saja kita tidak bisa mundurin. Biarin Sera menikmati masa mudanya, ada pacar juga kan dia? Kakak liat cowoknya itu sayang banget sama Sera.”

“Kenapa Kakak yakin Sera seneng-seneng sama temennya? Nikmatin masa mudanya?” tanya Jendra sarkas.

“Kakak tau? Sera udah putus sama pacarnya yang namanya Ardana itu, karena Ardana ada main sama temen deketnya. Dulu juga aku pernah selingkuhin Sera sama temen deketnya yang lain.” Jendra mengatur napasnya sejenak, kepalanya serasa mau pecah.

Pemuda itu kembali melanjutkan, “Nikmatin masa muda tanpa mikirin Joe?” decaknya sinis. “Kalau kenyataannya Sera terpaksa gak nanyain kabar Joe gimana? Kalau kenyataannya Sera tersiksa jauh dari Joe gimana?” tanyanya dengan mata yang kini berkaca-kaca.

Fate and PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang