Gaes, ini agak nyerempet 18+ dikit, dikit banget, jadi dosis aman 😆
Pagi sekali, Ardana sudah nangkring di depan kosan baru Sera. Jam segini pos kosong, tidak ada satupun pemuda di sana. Namun, lingkungan itu tetap berisik. Tangisan bayi, suara musik, suara orang nyapu dan lain sebagainya karena letak kosan berada di dekat rumah-rumah warga yang berdempetan itu.
Ada ibu-ibu yang bawa motor tersenyum padanya saat melewatinya untuk mengantar anaknya sekolah, membuat Ardana terpaksa harus memberi jalan dengan memajukan motornya sedikit ke lapangan.
Di saat itu kebetulan Alea keluar dengan masih mengenakan baju tidur, ia berniat keluar untuk beli sarapan. Tak disengaja ia bertatapan dengan Ardana dengan jarak yang begitu dekat, karena sebelumnya tidak memperhatikan terhalangi ibu-ibu tadi.
Langkah Alea malah berhenti dan malah mematung saling bertatapan dengan Ardana, terkejut karena tiba-tiba begini. Sedangkan Ardana ingat jelas perempuan muda ini yang menyambut Sera ketika itu, perempuan inilah yang membawa Sera ke tempat ini.
Sebenarnya pertemuan mereka ini begitu awkward, apalagi mereka hanya diam-diaman. Bodohnya Alea terus berusaha mengingat pernah bertemu di mana dengan pemuda ini, ia yakin ia juga pernah ngobrol dengannya.
“Temannya Sera, kan?” Ardana akhirnya memecah keheningan.
“Iya, lo cowok Sera, kan?” tanya Alea balik, Ardana mengangguk.
“Kenalin, Alea.” Perempuan itu mengulurkan tangannya dan disambut dengan Ardana menjabat tangan itu.
“Ardana,” balasnya singkat.
Mata Alea langsung membulat, dan hatinya berteriak, ia ingat bertemu dengan Ardana di mana sekarang.
“Sori ya gue buru-buru mau ke warung,” ujar Alea berusaha menutupi kegugupannya dan berlari ke tujuan awalnya.
“Gue inget sekarang! Iya itu Ardana, cowok yang gue temuin di club malam waktu itu,” pekiknya bicara sendiri, lalu menutup mulutnya. “Tapi kayaknya dia gak inget sama gue, iya gak bakalan inget karena cuma ketemu sekali,” lanjutnya pelan meyakinkan diri.
“Udah lama banget itu, tapi gue masih inget ya?” Alea menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan setelah itu menggeleng tidak peduli.
Kelakuan Alea tidak luput dari pandangan Ardana yang sedari tadi masih memperhatikannya dari belakang. Heran saja, katanya buru-buru, tapi malah kayak orang bingung begitu. Dan betul, Ardana sama sekali tidak ingat pernah bertemu Alea ketika itu, yang ia ingat hanya Alea yang menyambut Sera ketika pertama kali Sera ke sini.
Ardana mengedarkan pandangannya ke sana-sini dan memastikan tidak ada yang melihat, setelah itu berjalan ke pintu kosan dan mencoba membukanya.
Tidak dikunci, kebetulan sekali. Tanpa pikir panjang Ardana langsung masuk. Takut saja ternyata di dalam Sera kenapa-kenapa.
Ardana mendesah, kosan ini tidak lebih baik dari kosan yang dia berikan untuk Sera waktu itu. Begitu sempit, hanya satu ruangan yaitu langsung tempat tidur single tanpa ranjang, lalu sekat untuk kompor dan kran, setelah itu baru kamar mandi.
Sepertinya Sera memang berada di kamar mandi, karena terdengar suara air.
Dan ini masih tampak berantakan, sepertinya Sera belum sempat beres-beres. Ardana pun terduduk dan mulai merapikan ruangan itu, karena sejatinya Ardana tidak bisa melihat yang berantakan.
“Nana?” Sera terkejut dan memekik melihat kehadiran kekasihnya itu, ia juga kalang kabut karena hanya mengenakan handuk sepaha, karena ia baru saja mandi.
Melihat wajah Sera bahagianya bukan main Ardana rasa, bahkan ia tidak menyadari Sera hanya mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya karena hanya fokus ke wajahnya. Ia langsung menerjang Sera dan memeluknya erat.
“Sera aku mohon jangan bikin aku khawatir terus,” lirihnya dengan mata terpejam. Ia benar-benar sekhawatir itu.
“Na, kamu baik-baik aja, kan? Semalam–”
“Aku gapapa, ini gak sakit,” potong Ardana dengan cepat, ia semakin mengeratkan pelukannya.
“Na, aku minta maaf ya atas semua yang telah aku lakuin, kamu pasti kecewa kan sama aku?” lirih Sera pelan. Ia terima jika Ardana mau memarahinya.
“Gak usah bahas itu sekarang. Aku gapapa,” balas Ardana mulai melepaskan pelukannya dan mengecup kening Sera berkali-kali menyalurkan seluruh rasa sayang yang dia punya.
Setelah itu kecupannya turun ke kedua mata Sera, hidungnya, kedua pipinya dan berakhir bibirnya walaupun sekilas.
“Kamu gak marah?” tanya Sera pelan, sepertinya ia juga sama-sama lupa dengan penampilannya saat ini.
“Aku marah besar. Tapi, kali ini aku maafin. Lain kali kalau mau ngelakuin apa-apa bilang dulu sama aku, kalau kamu gak bisa terima bantuan dari aku gapapa tapi aku mau tau semua yang kamu lakukan.”
Sera langsung menunduk seketika, kenapa Ardana sebaik ini, batinnya. Harusnya dia marah, Sera pantas mendapatkannya.
“Janji, ya, mulai sekarang kalau apa-apa harus cerita?” Ardana mengangkat dagu Sera dan pacarnya itu langsung mengangguk lemah.
Empat hari tidak bertemu, serasa empat tahun bagi Ardana. Apalagi mengingat Sera yang tidak baik-baik saja itu. Dan membuat kerinduannya semakin dalam Ardana rasakan. Letupan di dadanya membuncah melihat wajah polos Sera yang tanpa make up itu. Bibirnya yang merona alami tak bisa untuk ia abaikan. Ardana meraupnya penuh kerinduan.
Ardana terlalu bersemangat, sampai membuat Sera yang terkejut karena perlakuan pacarnya itu terpentok pintu kamar mandi tanpa melepaskan pagutan bibir mereka.
Cklek~
Pintu terbuka dan Alea langsung terkejut melihat pemandangan di depannya yang tampak seperti film biru, apalagi kondisi Sera saat ini dengan handuk yang hampir melorot. Membuat sekantong gorengan yang Alea bawa jatuh begitu saja.
Padahal suara keresek jatuh tak sekeras itu, tapi mampu membuat dua sejoli itu menghentikan aktivitas mereka dan melirik Alea yang memandang syok.
“Sori ganggu.” Alea sangat kikuk dan cepat-cepat keluar.
Sera malu bukan main, wajahnya begitu memerah. Termasuk Ardana sendiri yang saat ini melihat penampilan Sera dari atas ke bawah, sungguh ia baru sadar dengan penampilan kekasihnya saat ini yang hanya mengenakan handuk sepaha.
“Maaf. Bukan maksud aku–” Ardana gelagapan bukan main, ia menelan ludahnya cepat.
“Kamu keluar dulu, sana, sana!” potong Sera mendorong Ardana dan mengantarkannya sampai pintu, lalu menutupnya keras dan menguncinya.
Sungguh, Sera malu sekali. Ia memegang ujung lilitan handuknya dan melirik ke sekitar, tempat tidurnya sudah rapi, baju kotor pun masuk ke keranjang kotor.
***
Akhirnya Sera sekolah, kedatangannya langsung disambut oleh Milla dan Rinka yang khawatir.
“Anjir, gue kira lo bakalan ngilang kayak dulu lagi!” Milla membuka pembicaraan.
“Lebay lo!” sahut Sera mengerucutkan bibirnya.
“Gue sama Ardana kemarin sampe keliling-keliling cariin lo tau! Rinka juga tu sama Haekal.”
“Hah? Cariin gue? Haekal juga?” ulang Sera pelan, ingatannya tertuju saat kemarin dirinya melihat Ardana dan Milla duduk berdua di depan mini market.
“Sori ya gue nyusahin kalian,” cicitnya pelan. Agak kecewa kenapa Ardana sampai membuat teman-temannya mencarinya, apalagi Ardana mencarinya hanya berduaan dengan Milla.
“Its oke, gue ngerti perasaan lo!” Milla memeluk Sera. “Lo gak bisa menerima kebaikan Ardana terus menerus, lo gak mau terus membebaninya, lo mau berjuang sendiri.”
Sera diam, sebenarnya apa saja yang sudah Ardana bicarakan pada Milla? Kenapa Milla sampai bicara seperti ini?
tbc
Sudah mulai baca Bad Marriage – Jung Jaehyun belum?
Ayo cek profilku, dan kalo bisa follow juga dong biar gak ketinggalan info 😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate and Pain
Teen FictionHamil dan menjadi orang tua di bangku sekolah. 🔞 Menguras emosi ⚠️ *** Satu tahun menghilang, tidak ada yang tahu bahwa siswi yang kembali ke sekolah yang sama itu kenyataannya telah mengandung dan melahirkan anak dari Jendra Adisaka Bumi, pemuda p...